New York! Inilah impian yang jadi kenyataan.

New York!

Saya telah bermimpi tentang kota ini sejak, ketika saya masih kecil, ayah saya pergi ke sana untuk pekerjaannya dan membawa kami kue chocolate chip, dan hadiah dan kartu pos kecil lainnya. Dan juga karena keseringan melihat Kota New York dengan berbagai adegan mistik di film dan serial TV, rasanya membuat saya semakin penasaran dan bertekad suatu saat saya harus mengunjunginya.

Bukan hal yang mudah bagi saya perjalanan ini, di mulai dengan untuk mendapatkan visa yang lumayan berbelit. Tapi kemudahan saya mungkin karena kami menggunakan travel agent dengan paket wisata yang sangat menarik. Tapi terus terang, dari awal saya sudah berniat, bahwa akan banyak perjalanan yang akan saya lakukan di luar program paket wisata yang ditawarkan kepada saya.

Visi pertama Skyline, gedung pencakar langit besar di selatan Manhattan ini, saat matahari terbenam saat kita turun dari pesawat! Mengagumkan!

Begitu koper kami diletakkan di ruangan hotel, di sisi Union Square, saya bersama beberapa orang yang satu rombongan keluar untuk makan malam dan berjalan di lingkungan kami. Kami mendatangi tempat terjadinya 11 September. Dua balok biru terang langsung naik ke langit dari lokasi menara World Trade Center, dalam rangka memperingati tragedi tersebut.

Esok harinya saya dan beberapa teman kristiani memutuskan untuk tak melewatkan kesempatan menghadiri misa minggu. Kami menuju ke Harlem, lingkungan Afrika di New York, untuk menghadiri misa Injil. Betapa antusias suasananya. Selamat datang! Begitu mereka menyambut kami. Paduan suara anak-anak, ditemani oleh piano, drum, dan gitar listrik sesuatu yang sangat menyenangkan. Pendeta benar-benar memiliki banyak humor hingga kami tidak melihat waktu berlalu.

Kami harus segera pergi karena hari itu sudah memiliki tiket untuk mendatangi Metropolitan Museum of Art. Satu hal yang harus diingat museum ini sangat besar. Mungkin seperti Louvre di Paris. Dan saya juga beberapa teman telah memiliki tiket sebelumnya, dan ini sangat membantu untuk tidak mengantri karena antrian pembelian tiket langsung snagat panjang dan akan menyita waktu. Saya membayar 12 dollar karena kami memiliki kartu pelajar.

Lima alasan mengapa kami memilih museum ini, karena ini adalah museum terbesar di New York. Kedua karena di sinilah banyak kita lihat berbagai koleksi dari pelukis terkenal seperti Renoir, Degas, Matisse, Monet dan masih banyak lainnya. Dan juga karena kami ingin menikmati pemandangan yang sangat mempesona dari Rooftop. Pemandangan yang kami dapatkan rasanya tak akan pernah menghilang dari ingatan saya.



Keesokan harinya, kami memanfaatkan cuaca untuk mengunjungi tempat mitos lain di Amerika Serikat: kami naik perahu untuk mengunjungi Miss Liberty, Patung Liberty, di pulau yang menghadap Skyline.  Kami tidak sempat naik hingga atas, karena langsung menuju ke Pulau Ellis dan mendatangi museum imigrasi. Sangat menarik, berbagai foto dan kutipan dari imigran, membuat kita tersentuh, kadang lucu, kadang pedih.

Kembali ke Manhattan, kami menuju ke Rockefeller Center untuk mendaki ke puncak Batu dan menemukan pemandangan New York. Rintikan hujan mulai terasa, tapi hal ini tidak akan menghentikan perjalanan saya, untungnya istilah di Indonesia sedia payung sebelum hujan selalu berfungsi, dan memang kalau kita kita berpergian ke negara empat musim, ada baiknya malam sebelumnya melihat acara ramalan cuaca, karena sangat penting untuk mengetahui dari mulai baju yang akan kita pakai sampai apakah harus membawa payung atau tidak. 

Sungguh pemandangan yang mengesankan dari puncak bangunan ini! Cuaca begitu gelap sehingga Manhattan nampaknya adalah pulau yang tenggelam di tengah lautan tinta, matahari terbenam yang bersinar di kejauhan menambah sentuhan pada lukisan surealis ini, dan untuk melengkapinya, petir mulai menyambar, saya serasa berada dalam film-film di mana kota New York akan hancur karena serangan dari luar angkasa atau adanya bencana.

Puas dengan pengalaman dari pagi hingga sore, saatnya mencari santapan makan malam. Kami menuju Grand Central Station, stasiun kereta api yang indah dengan arsitektur yang sangat rumit. Di sini terdapat berbagai beberapa restoran yang sangat bagus. Kami memilih ikan asap Idaho, dan makanan laut. Malam itu kami satu grup menghabiskan waktu dengan sangat menyenangkan. Semua memiliki kesan yang berbeda dari setiap kunjungan yang didatanginya.

Hari Terakhir berada di New York kami gunakan untuk mendatangi Central Park, samudera kehijauan di jantung kota Manhattan ini. Taman ini sangat besar! Rasanya bila ke New York tak mencoba menginjakan kaki di taman ini kurang afdol. Di sini entah berapa foto yang saya ambil. Karena saya juga teringat, hampir di setiap romantis atau horor Central Park selalu ada di dalamnya.

Bagi saya New york adalah kota yang tak pernah tidur. Yang pasti apa yang saya bayangkan, dan apa yang terlontar dari cerita ayah saya, adalah sebuah kenyataan yang indah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *