Menlu RI: Rohingya Menangis dalam Senyap, Kita Tidak Boleh Tinggal Diam
“Nasib masyarakat Rohingya masih belum jelas. Situasi global dan kondisi domestik di Myanmar membuat isu ini semakin kompleks dan sulit. Komitmen politik yang kuat untuk menyelesaikan isu ini adalah niscaya”, demikian disampaikan Menlu RI Retno Marsudi pada pertemuan Side Event mengenai Rohingya bertajuk “Have they Forgotten Us? Ensuring Continued Global Solidarity with the Rohingya of Myanmar” di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB ke-78 (21/9).
Pada pertemuan tersebut, Menlu RI menyampaikan dua hal yang perlu dilakukan untuk membantu para pengungsi Rohingya, yaitu:
Pertama, mendorong adanya solusi politik.
“Isu Rohingya adalah isu kemanusiaan, tapi sangat politis. Oleh karenanya, satu- satunya jalan keluar untuk Rohingya ini adalah melalui solusi politik,” ujar Menlu RI.
Penyelesaian masalah Rohingya harus menjadi bagian integral yang tak terpisahkan dari solusi krisis politik di Myanmar. Menlu menyampaikan bahwa upaya dialog nasional yang inklusif yang didorong oleh ASEAN melalui 5 Point Consensus juga harus mencakup penyelesaian bagi masyarakat Rohingya.
Terkait isu repatriasi pengungsi Rohingya, Menlu menyampaikan harus difasilitasi secara sukarela, aman dan bermartabat.
Selanjutnya, Menlu Retno sampaikan bahwa ASEAN akan terus membantu Rohingya dan ASEAN tidak akan pernah melupakan Rohingya.
Kedua, memastikan tersedianya bantuan kemanusiaan.
Secara umum, rakyat Myanmar memerlukan bantuan kemanusiaan, namun bantuan untuk Rohingya paling dibutuhkan.
“Saat ini lebih dari 1 juta masyarakat Rohingya terlantar dan menjadi pengungsi, sementara mereka yang tinggal di wilayah Rakhine juga menghadapi situasi yang sangat sulit. Mereka rentan menjadi korban kejahatan terorganisir,” ujar Menlu RI.
Karena itu, dukungan dari dunia internasional perlu terus diperkuat.
“Saat ini, masyarakat Rohingya menangis dalam senyap. Hanya karena kita tidak bisa mendengar tangisan mereka, kita tidak boleh tinggal diam,” tegas Menlu Retno menutup pernyataannya.
Kegiatan ini disponsori bersama oleh Bangladesh, Indonesia, Kanada, Gambia, Malaysia, Türkiye, Inggris dan Amerika Serikat.