Mostar. Sejarah di Bosnia yang tak pernah terlupakan!
Nama-nama tempat di Bosnia & Herzegovina memang susah dilafalkan. Perlu kelenturan lidah dan mulut untuk menyebutkan dengan benar. Tapi soal keindahan alamnya, sama sekali tak perlu keahlian khusus untuk memahami dan membuat kita berdecak kagum.
Kami, saya, suami dan anak kami Fatih, mengunjungi beberapa kota di Bosnua seperti Sarajevo, Konjic, Blagaj dan Pocitelj. Tapi Mostar merupakan salah satu highlight dari liburan kami kali ini.
Bagi kalian yang sezaman dengan saya, tentu masih ingat dengan gencarnya berita genosida pembersihan etnis Bosnia oleh orang Serbia yang berkedok perang saudara pada awal 1990-an. Momen ketika Jembatan Tua Mostar dibom oleh pasukan Serbia pada 1993 disiarkan berulang kali oleh stasiun TV di seluruh dunia kala itu. Kita tak akan lupa 1993. Mostar termasuk dalam wilayah Herzegovina, dengan penduduk sekitar 106.000 orang dari etnis Bosnia, Serbia, dan Kroatia.
Pertama menginjakkan kaki di sini, kami serasa dibawa oleh mesin waktu, kembali ke era kesultanan Turki Utsmani. Bangunan dengan arsitektur abad ke-16 berbahan utama batu cadas, masjid bergaya Turki yang saling berdekatan, gedung madrasah yang berwarna cerah, dan tentunya Jembatan Tua Mostar yang berdiri gagah, yang dianggap sebagai contoh sempurna arsitektur Islam Turki di wilayah Balkan. Kami sampai menjelang maghrib. Baru saja meletakkan koper-koper di hotel, suara adzan terdengar mengalun begitu merdu, bukan dari satu, tapi dua masjid di sepanjang Stari Grad (Old Town). Ini salah satu yang membuat kami begitu menyukai setiap detik liburan kali ini. Masjid begitu mudah ditemukan, dan selalu ada orang melaksanakan salat di sana, baik berjamaah maupun sendirian. Dari penampilannya, memang kebanyakan dari mereka adalah kaum muslim lokal dari segala usia. Tapi banyak juga para musafir seperti kami, yang ketika menemukan masjid di tanah asing, kebahagiaannya sulit digambarkan. Mungkin suara adzan bagi sebagian orang dianggap hal biasa atau bahkan sampai pada taraf mengganggu. Sampai ada sebagian kecil mereka yang terlahir muslim merasa perlu membandingkan lantunan adzan dengan kidung Ibu Indonesia.
Selesai urusan salat yang kami lakukan secara jamak qasar, kami menyempatkan jalan sebentar menyusuri Stari Grad yang semakin cantik diterangi lampu di sepanjang jalanan berbatu khas kota tua Eropa. Kami bertiga ditemani Meliha kemudian makan malam di salah satu restoran yang menyajikan menu tradisional Bosnia, yang semua menyertakan daging dan roti atau kentang. Kalau kalian vegetarian atau menganut diet keto, sepertinya akan susah menahan godaan, atau setidaknya menikmati hidangan yang begitu lezat itu ala orang lokal.
Subuh keesokan harinya saya terbangun lagi-lagi oleh suara adzan yang sayup-sayup sampai ke kamar hotel. Adzan yang menembus hingga jendela kamar, tapi berebut riuh dengan arus sungai Neretva yang mengaliri seantero Mostar. Kami bersiap untuk sarapan dan kemudian melanjutkan jelajah kota hari itu. Kami lewati jembatan kecil yang diberi nama Kriva Cuprija, yang menghubungkan hotel kami dengan jalan setapak menuju Bazaar. Kriva Cuprija (crooked bridge) ini adalah desain asli yang dijadikan model oleh Mimar Sinan (arsitek Turki abad ke-16) untuk membangun jembatan yang jauh lebih besar tak jauh dari sana. Jembatan ini yang kemudian dikenal sebagai Old Bridge of Mostar.
Ada satu legenda yang menceritakan bahwa Sultan yang memerintah di wilayah Mostar saat itu terpesona dengan seorang gadis bermata biru, berambut hitam legam, dan alis yang begitu sempurna. Kecantikan ini menjadi inspirasi Mimar Sinan, yang kemudian mendesain jembatan ini serupa alis yang berujung lancip dan setengah bulat. Wallahu a’lam bishshawwab. Tapi demikianlah jembatan ini menjadi salah satu landmark utama bukan hanya untuk Mostar, tapi juga Bosnia Herzegovina. Maka ketika struktur bersejarah ini luluh lantak, masyarakat Mostar dan pemerintah Bosnia bertekad bukan saja untuk bangkit kembali, tapi juga memugar jembatan ini. Dengan bantuan PBB, Uni Eropa, pemerintah Turki, Italia, dan Belanda, the Old Bridge of Mostar kembali tegak berdiri seperti ketika ia kokoh melintasi sungai Neretva selama 500 tahun sebelumnya. Sejak tahun 2005, Jembatan Tua Mostar termasuk dalam UNESCO World Heritage Site. Langkah yang sangat patut diapresiasi. Bukan saja demi perlindungan warisan sejarah, tapi juga agar semua yang melintasi jembatan Mostar tak akan pernah lupa pada kejadian 1993. Yang menarik adalah batu-batu puing jembatan yang hancur dan terserak di pinggir sungai turut dijadikan bahan untuk membangun kembali jembatan ini. Jadi bisa dikatakan bahwa jembatan Mostar yang kini kembali tegak dengan gagah masih tetap jembatan asli, meskipun sebagian.
Ketika jembatan ini kembali berdiri, sang arsitek (yang juga berasal dari Turki) mengikuti kepercayaan / tradisi lama berkaitan dengan jembatan. Jadi ketika jembatan Mostar diresmikan pada 2005, sang arsitek pergi menjauh hingga keluar kota. Tujuannya, agar apabila jembatan kemudian runtuh, ia tidak bisa dituntut karena sudah pergi jauh. Sekali lagi wallahu a’lam bishshawwab.
Tempat paling tepat untuk menyaksikan keindahan jembatan Mostar dan hijaunya sungai Neretva adalah dari Masjid Koski Mehmet Pasha yang masih berada di kawasan Stari Grad. Dengan biaya masuk yang cukup murah (6 BAM / 3 Euro), kita bisa menaiki 78 anak tangga menara yang lebarnya hanya 1 meter, hingga ketinggian 50 meter. Dan di atas sana, meski kalian seorang yang takut ketinggian seperti saya, pemandangan yang terpampang di depan mata sungguh menakjubkan. Susah dijabarkan dengan kata-kata, sehingga dalam diam semua keindahan itu terasa lebih syahdu.
Saya membayangkan Fatih berdiri di atas menara ini, memandang jauh ke kota tua Mostar dan jembatan legendaris itu, seakan ia adalah Sultan Turki Utsmani yang sedang mabuk kepayang pada kecantikan sang pujaan hati yang menjadi inspirasi dari semua keindahan ini.
Info singkat untuk perjalanan ke Bosnia:
-Visa: WNI dengan visa Schengen Multiple Entry/ permanent residence di UE bisa masuk dan tinggal di Bosnia- Herzegovina selama maksimal 30 hari.
-Menemukan makanan halal di Bosnia sangat mudah, rata-rata di sini makanan halal.
-Harga-harga di Bosnia relatif murah, mata uang resmi BAM (Bosnia Konvertible Mark). Di Mostar Euro diterima sebagai mata uang pertukaran.
-Sebaiknya menggunakan agen perjalanan demi kemudahan akomodasi dan obyek wisata serta komunikasi bahasa.