Berdamai Dengan Pandemi, Ternyata Begini Kuliah Tatap Muka Alias Offline Di Jerman
Alasan terbesar saya merantau ke Jerman adalah menempuh pendidikan master di jurusan Southeast Asian Studies Goethe Universitaet Frankfurt am Perkuliahan semester 1 yang dimulai sejak bulan Oktober tahun lalu berlangsung online. Perkuliahan sempat saya jalani 2 bulan di Jakarta dengan segala penyesuaian waktu yang berbeda 6 jam, Kemudian pada saat visa disetujui, akhir November 2021 saya terbang ke Jerman.
Lantaran sudah berada di zona waktu yang sama, menjalani pembelajaran jarak jauh di Frankfurt tidaklah sesulit saat di Jakarta. Namun adaptasi dengan cuaca dan budaya justru jadi tantangan terbesar. Meski begitu Alhamdulillah semester 1 dapat saya lalui dengan cukup baik meskipun jujur masih banyak hal membingungkan, terutama soal administrasi di Jerman.
Pada masa semester 2 yang berlangsung mulai bulan April 2022, isu soal keberlangsungan kuliah mulai jadi tanda tanya besar. Ada yang bilang kuliah akan digelar tatap muka alias offline, namun tidak sedikit yang memilih online karena pandemi masih belum mereda. Di tambah lagi, rupanya banyak dosen dan mahasiswa yang bertempat tinggal bukan di kota Frankfurt, sehingga jarak dan transportasi jadi masalah.
Di program Southeast Asian Studies juga kalau lihat informasi di website, kami para mahasiswa akan menjalani kuliah tatap muka di Kampus Westend gedung Seminarhaus dan ada beberapa yang dilakukan di Kampus Bockenheim. Namun akhirnya dengan segala pertimbangan, kuliah untuk mahasiswa sarjana strata satu (bachelor) digelar offline atau tatap muka. Sementara untuk strata dua (master) dan strata tiga (PhD) dibuat ada opsi offline namun didominasi online.
Salah satu yang dibuat offline adalah mata kuliah‚ Indonesisch Konversation’ alias Percakapan bahasa Indonesia. Sebenernya agak lucu juga sih, saya sebagai penutur asli bahasa Indonesia mengikuti kelas yang diperuntukkan untuk orang asing hehehe. Namun, mengingat adanya mata kuliah Studium Generale yakni berupa 12 SKS kuliah yang harus diambil karena S-1 saya bukan Southeast Asian Studies, saya pun memilih mata kuliah ‘Percakapan bahaa Indonesia’.
Pertama kali kuliah offline, rasanya deg-degan. Pasalnya nih, sudah hampir 12 tahun saya belum pernah kuliah tatap muka lagi dengan dosen. Kali ini di negeri yang berbeda, dengan kawan yang lebih beraneka ragam latar belakang. Jujur, saat tiba di kampus Bockenheim segala perasaan campur aduk jadi satu. Ruang kelas yang saya bayangkan, terasa lega karena mahasiswa yang ikut kelas percakapan hanya 5 orang. Kami terdiri dari tiga orang asli Indonesia, satu dari Malaysia dan satu bule Jerman. Kadang kasihan sih sama mahasiswa bule minoritas, kami jadi berasa “penjajah” hihihihi.
Namun dosen kami, Ibu Hedy dengan baik hatinya akan membantu si mahasiswa tersebut dengan mengalihbahasakan percakapan konten bahasa Indonesia ke bahasa Jerman. Begitu pun dengan kami para peserta penutur asli, berupaya berbicara dengan lambat agar teman kami bisa mengikuti meski kadang agak sulit juga ya ternyata berbahasa Indonesia dengan baik benar namun pelan hehehe.
Oiya karena Jerman saat ini berdamai dengan pandemi, di berbagai tempat umumnya sudah lepas masker. Sehingga penggunaannya pun menjadi pilihan. Di Goethe Universitaet, opsi masker menjadi hal yang disarankan. Begitu pun saat berada di ruang kelas, asalkan kami merasa sehat dan menjaga jarak, perkuliahan pun bisa dilakukan mirip dengan zaman sebelum Covid, yakni tanpa masker meski dengan sejumlah penyesuaian.