Ajak Kaum Milenial Waspadai Demensia, KJRI San Francisco Gelar Webinar Alzheimer
Dalam rangka menyambut Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada bulan Oktober, KJRI San Francisco bekerja sama dengan Universitas San Francisco (USF) menyelenggarakan Webinar bertajuk “Dementia, What’s Next? What Does Dementia Care Mean for You and Me and the Next Generations?” pada 7 Oktober malam waktu San Francisco bertepatan dengan 8 Oktober pagi waktu Jakarta. Webinar tersebut untuk mengajak warga Indonesia khususnya generasi milenial dan Z yang berada di wilayah kerja untuk mewaspadai demensia serta mendorong penguatan kerja sama dalam penanganan Alzheimer dan demensia di antara para pihak terkait di Indonesia dan AS khususnya wilayah San Francisco untuk meningkatkan kesadaran pencegahan dan penanganan demensia sebelum masa tua.
“Alzheimer ditandai dengan memori progresif dan kerusakan saraf yang berpuncak pada gangguan kognitif yang tidak hanya memengaruhi kemampuan berpikir, perilaku dan kemampuan sosial seseorang untuk berfungsi secara mandiri, tetapi juga menjadi tantangan tersendiri bagi keluarganya bahkan masyarakat sekitar,” demikian disampaikan Konjen RI San Francisco, Prasetyo Hadi, dalam pidato pembukaannya.
Diterangkan pula strategi pencegahan yang tepat dengan makanan sehat, olah raga rutin, beraktivitas positif, dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial, akan mengurangi risiko terkena Alzheimer dan demensia. “Penanganan yang tepat serta dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan yang memadai, juga memiliki peran penting dalam mengurangi risiko lebih buruk lagi bagi para penderita Alzheimer”, tambah Prasetyo.
Presiden/Rektor USF, Prof. Paul J. Fitzgerald, yang juga hadir dan memberikan sambutan pembukaan, mengutarakan bahwa USF sangat mendukung kegiatan ini karena selain membahas pencegahan dan penanganan Alzheimer juga menjadi sarana memperkuat kerja sama di bidang tersebut.
“USF memiliki beberapa pakar bidang neurologi dan ilmuwan yang dapat menangani bahkan melakukan deteksi dini berbagai penyakit yang berhubungan dengan otak manusia dan penanganan berbagai penyakit demensia serta siap dalam melakukan kerja sama penanganan masalah demensia,” kata Paul.
Webinar tersebut menghadirkan 2 narasumber yakni Michael Dirk Roelof Maitimoe, Direktur Eksekutif Alzheimer Indonesia (ALZI) dan William J. Bosl, P.hD, Guru Besar dan Direktur Artificial Intelligence Medicine Initiative – USF, serta dihadiri para tenaga profesional kesehatan, apoteker, farmasi, mahasiswa dan beberapa aktivis yang bergerak di bidang advokasi Alzheimer dan demensia, baik di Indonesia maupun AS, terutama para relawan penanganan Alzheimer di San Francisco Bay Area yang tergabung dalam Alzheimer Indonesia (ALZI) Chapter San Francisco.
Pentingnya Deteksi Dini dan Peran Sentral Dukungan Komunitas bagi PenderitaNarasumber pertama, Michael Maitimoe, menjelaskan demensia sebagai masalah kesehatan global dan penyakit yang bakal dihadapi setiap orang. Mengutip Global WHO Report 2021, Michael mengingatkan tahun 2019 terdapat sekitar 55 juta penduduk dunia yang mengalami masalah demensi.
“Namun angka pendertia demensia diperkirakan akan meningkat secara eksponensial yaitu sekitar 78 juta orang pada tahun 2030 dan 139 juta orang pada tahun 2050. Dari perkiraan statistik global tersebut, di Indonesia diperkirakan akan ada sekitar 2 juta orang penderita demensia pada tahun 2030 dan 4 juta orang pada tahun 2050,” ujar Michael.
Menjawab berbagai pertanyaan peserta Webinar, Michael menyajikan berbagai informasi data mengenai faktor yang berkontribusi pada munculnya penyakit Alzheimer. Berdasarkan pengalamannya mengadvokasi masalah Alzheimer dan demensia di ALZI, Michael menggutarakan bahwa penyebab demensia berasal dari perubahan kondisi otak dan ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut. “Mulai dari faktor usia yang biasanya kurang gerak/kurang olah raga, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, narkoba, dan merokok, situasi depresi dan stres, rendahnya aktivitas kognitif, hingga polusi udara dan faktor keturunan, merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena demensia,” jelasnya.
Sejalan dengan organisasi Alzheimer Disease International (ADI) – organisasi nirlaba yang dibentuk tahun 1984 yang menaungi setidaknya 100 anggota organisasi Alzheimer di berbagai negara, ALZI memberikan fokus penanganan Alzheimer pada dua strategi kunci, yaitu penanganan penderita Alzheimer serta peningkatkan kampanye kepedulian penderita Alzheimer dan kampanye kesadaran kebiasaan hidup sehat sejak usia muda, kepada masyarakat luas.
Sementara itu, William J. Bosl, P.hD, menjelaskan bahwa pada mayoritas lansia, Alzheimer merupakan penyebab paling umum dari demensia dan dikategorikan sebagai penyebab utama kematian di banyak negara termasuk AS. “Menurut data WHO per September 2022, Alzheimer adalah bentuk paling umum dari demensia yang menyumbang sekitar 60-70% kasus demensia dan dikategorikan sebagai penyebab kematian ketujuh terbanyak secara global.” Data tersebut menunjukkan Indonesia pada posisi ke-160 dunia untuk data kematian akibat Alzheimer atau sekitar 27.054 atau 1,6% dari total kematian, sementara AS menduduki urutan ke-8 di dunia atau sekitar 287.198 atau 11,46% dari total kematian yang ada.
“Saat ini di AS terdapat sektar 6,5 juta penderita Alzheimer”, tambahnya.William menegaskan tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung klaim bahwa obat-obatan akan mampu mencegah atau menyembuhkan penyakit Alzheimer dan demensia. “Bagaimanapun juga obat tidak dapat bekerja untuk semua orang dan dengan demikian tidak dapat bekerja untuk setiap orang yang menderita penyakit itu.” ujar dosen lulusan Harvard tersebut.
Selain pentingnya pola kebiasaan hidup sehat, berpikir dan bertindak positif, dan berolah raga, cek rutin kesehatan otak juga merupakan langkah yang tepat. “Saat ini telah ada teknologi untuk deteksi dini sehingga kita dapat mengetahui kesehatan otak kita”, kata guru besar yang akrab disapa Bill tersebut. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kesehatan otak harus selalu dijaga karena semua aktivitas organ tubuh lain sangat bergantung pada sentral kontrol dan kesehatan otak seseorang.
Salah satu upaya yang dapat mendeteksi ada tidaknya masalah pada organ otak adalah melalui pemeriksaan electroencephalogram atau dikenal sebagai EEG. “Pemeriksaan EEG merupakan upaya brainmapping dengan menggunakan alat untuk melihat aktivitas gelombang otak seseorang serta memberikan analisis secara mendalam dan komprehensif terkait otak seseorang yang diperiksa. EEG dapat melakukan deteksi dini tidak hanya masalah Alzheimer tapi juga masalah lainnya yang berhubungan dengan otak, seperti autisme dam epilepsi.” terang Bill.
Saat ini juga tengah dikembangkan mekanisme deteksi dini untuk mengetahui gejala awal penurunan kognitif seseorang melalui pembuluh darah di belakang mata yang mencerminkan kondisi otak seseorang tersebut. Ke depannya, perkembangan lebih lanjut dari temuan itu diharapkan akan menciptakan standard yang komprehensif secara global untuk mengukur akan adanya gangguan otak melalui tes mata.
Para peserta Webinar ini secara umum menyampaikan apresiasi atas Webinar ini karena dapat memfasilitasi pembahasan masalah Alzheimer yang melibatkan pakar dan peserta dari dua negara. Kerja sama di bidang penanganan Alzheimer dan demensia dinilai penting untuk berbagi pengalaman, informasi dan data, serta mencari potensi kerja sama terutama di bidang ilmu klinis, saraf, deteksi dini serta upaya untuk intervensi lebih awal guna mencegah munculnya risiko Alzheimer serta mengurangi risiko memburuknya masalah dimensia pada seseorang. Webinar yang merupakan kick off dari rangkaian kegiatan memperingati Sumpah Pemuda juga ditujukan untuk generasi muda, khususnya para milenial dan generasi Z, untuk meluruskan kekeliruan yang menganggap maklum masalah pikun atau demensia. “Dari presentasi para narasumber dan peserta Webinar tadi, diketahui bahwa demensia khususnya Alzheimer tidak saja merupakan masalah yang kerap dihadapi orang tua atau lansia tetapi juga bisa menjangkit mereka yang masih muda”, kata Konsul Pensosbud, Mahmudin Nur Al-Gozaly.
Pihaknya berharap agar Webinar semacam ini dapat memberikan edukasi, informasi dan pemahaman yang lebih utuh soal penyakit tersebut. Kampanye gaya hidup sehat dan aktif berolah raga menjadi bagian dari upaya untuk mengurangi risiko terkena Alzheimer dan demensia secara keseluruhan.
Di samping Webinar mengenai demensia, KJRI San Francisco akan melaksanakan beberapa kegiatan lainnya guna menyambut dan memperingati Hari Sumpah Pemuda bulan Oktober ini. Sumpah Pemuda lebih dari sekedar momen berharga dalam sejarah bangsa Indonesia. Peringatan Sumpah Pemuda diharapkan menjadi momentum kebangkitan terutama bagi kaum milenial dan generasi masa depan Indonesia yang semakin sehat, kuat, dan cerdas, untuk semakin memajukan Indonesia raya tercinta.