Daring “Masak Sehat Selama Berpuasa 18 Jam di Skandinavia”
Kegiatan tersebut diisi oleh Yoocy Teintang, (chef), Resthie Rachmanta (dokter dan ahli nutrisi) dan William Wongso (pakar kuliner). Duta Besas Indonesia untuk Swedia merangkap Latvia, Bagas Hapsoro memberikan sambutan sebagai pembuka acara.
Stockholm, Swedia – Bulan Ramadan tahun ini merupakan bulan puasa yang lebih berat dari tahun-tahun sebelumnya. Dunia dilanda pandemi COVID-19 yang menyebabkan negara-negara menerapkan kebijakan pembatasan sosial masing-masing. Bagi umat Islam di Swedia, hal ini menjadi ekstra berat karena ibadah puasa yang dijalani adalah selama 18 jam atau bahkan lebih.
“Swedia sudah masuk dalam waktu puasa selama 18 jam. Apalagi keadaan sekarang ini yang ditambah dengan adanya pandemi, tentunya semakin memberatkan Ibadah puasa. Asupan nutrisi dari makanan, khususnya makanan sahur dan berbuka, harus sangat baik. Namun demikian, saya juga mengetahui keterbatasan kita untuk memasak sesuatu yang kompleks. Masakan itu harus sederhana, namun memiliki nutrisi yang baik, agar kita kuat menjalani Ibadah puasa hingga 18 jam atau bahkan lebih,” ujar Dubes Bagas.
Pada kegiatan memasak, Chef Yoocy memilih menu berbuka, yaitu sup ayam dan nasi ayam hainan. Sedangkan untuk menu sahur dipilih fritata dengan daun kale dan ikan asap. “Ini menu yang cukup mudah ditemukan bahan-bahannya karena dapat ditemui di banyak toko asia di negara-negara Eropa. Selain itu, menu tersebut bisa dihidangkan bersama nasi putih dan salad, cocok dengan lidah kita orang Indonesia,” ujar Yoocy.
Resthie menambahkan bahwa daging ayam, seperti dalam menu nasi ayam hainan ini memiliki kandungan protein yang baik dan cukup memberikan nutrisi dalam hari-hari berpuasa. “Rule of thumb-nya, ayam sebagai lauk harus mencapai 1/4 dari ukuran piring makan yang digunakan, tapi jangan makan kulitnya. Kalau makannya seperti itu, akan mendapatkan manfaat dan nutrisi daging ayam tersebut,” ujar Resthie.
Sembari Yoocy memasak, William memberikan penjelasan terkait asal usul dan latar masakan tersebut. Pakar kuliner senior ini juga memberikan arahan dan masukan dalam memasak dan juga usulan-usulan penggunaan bumbu dan cara memasak.
Kegiatan ini diikuti oleh sejumlah WNI yang tinggal di Swedia, negara-negara Skandinavia dan Eropa lainnya, bahkan yang tinggal di Indonesia. Kegiatan semacam ini dipandang baik untuk terus dilakukan untuk menjalin silaturahmi dan komunikasi dengan WNI di Swedia dan Latvia dalam masa pandemi COVID-19.
Sumber: KBRI Stockholm