Umar Abdul Aziz, Mahasiswa Indonesia Jadi Wisudawan Terbaik di IIITB India
Mahasiswa asal Indonesia di India, Umar Abdul Aziz, terpilih sebagai Wisudawan Terbaik peraih Institute Gold Medal Master of Digital Society pada International Institute of Information Technology Bangalore (IIITB). Predikat tersebut diperolehnya karena capaian Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi di program studi Master of Digital Society, yaitu 3,83 dari 4,00, dan berhasil menempatkannya sebagai lulusan nomor satu di jurusannya, baik di antara mahasiswa asal India maupun mahasiswa internasional lainnya.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Atdikbud RI) di New Delhi, Lestyani Yuniarsih, mengaku bangga dengan prestasi yang dicapai oleh Umar Abdul Aziz. “Wisuda secara virtual pada 21st Convocation of IIITB digelar Minggu, 4 Juli lalu, di mana Umar menjadi satu dari 300 lebih wisudawan. Nama Umar Abdul Aziz disebutkan langsung oleh Direktur IIITB, Prof. S. Sadagophan, dalam laporan tahunannya sebagai salah satu wisudawan penerima Institute Gold Medal 2021,” terang Atdikbud Lestyani.
Pada kesempatan ini, Umar menyampaikan antusiasmenya sejak kuliah Strata 1 sudah menggeluti bidang digital dan kebijakan publik. “Minat ini membawa saya meneliti tentang pengembangan profesi guru di masa pandemi untuk tesis saya, dengan judul Comparison of Different Methods of Online Teacher Professional Development (TPD) During Pandemic,” tutur Umar.
Ditambahkan Umar, tesisnya menceritakan bahwa pandemi Covid-10 telah ‘memaksa’ sekolah di seluruh penjuru dunia menggunakan pembelajaran secara daring, termasuk di Indonesia. “Namun demikian, masih banyak guru tidak mampu menggunakan platform digital untuk kegiatan belajar mengajar di sekolah. Maka, saya pandang perlu ada pelatihan guru dengan menggunakan berbagai metode yang tepat, supaya guru makin profesional dan mampu mengadopsi teknologi informatika di sekolah,” kata Umar menjelaskan tujuan penelitiannya.
Melalui tesisnya, lanjut Umar, terdapat tiga metode pengembangan profesional guru yang berbeda yang dapat diperbandingkan. “Di antaranya, melalui pelatihan tatap muka, webinar, dan video tutorial, dan saya menjadikan 179 guru di Indonesia sebagai responden. Untuk mengetahui perbedaan dari 3 metode TPD tersebut, saya melakukan survei sebelum dan sesudah diberikan kuis tentang persiapan guru dalam mengadopsi TIK selama mereka mengajar,” jelas Umar.
Selain itu, Umar juga mewawancara beberapa guru untuk mendukung temuannya. “Dari hasil analisis survei. ditemukan bahwa tiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam meningkatkan kesiapan guru,” ungkapnya.
Beberapa faktor yang memengaruhi, kata Umar, antara lain kecepatan internet, biaya TPD, usia guru, serta pengetahuan sebelumnya terhadap aplikasi yang telah diperolehnya. “Maka, pihak terkait perlu mengevaluasi sebelum menentukan metode TPD yang tepat untuk melatih guru,” kata Umar.
Umar juga mengakui tesisnya telah diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam bahasa Indonesia, dengan judul “Perbandingan Metode Pengembangan Profesional Guru di Indonesia.”
“Sebentar lagi buku ini akan muncul dalam bentuk digital yang nanti bisa diakses melalui Perpustakaan Digital Kemendikbudristek. Semoga buku ini nantinya bisa diakses oleh banyak guru di Indonesia dan juga yang memerlukannya sebagai referensi untuk studi/kajian lebih lanjut,” harap Umar.