Front Row Paris: 2022 Persembahan Indonesian Fashion Chamber Karya Para Desainer Indonesia di Paris
Sejak jaman para raja masih menjadi penguasa Prancis, Paris merupakan pusat mode dunia. Masyarakat Prancis memang dikenal modis. Deretan nama desainer kondang, rumah mode papan atas dan brand-brand high class menancapkan kakinya di Paris. Semuanya menjadikan ibu kota Prancis makin glamour.
Hingga kini pun Paris tetap menjadi magnet bagi para pelaku dunia mode. Menyedot desainer-desainer muda dari segala penjuru dunia datang dan menjajal nasib di sini. Tak terkecuali para desainer Indonesia. Tak heran dari tahun ke tahun makin banyak acara-acara peragaan busana karya perancang Indonesia yang digelar di Paris.
Ajang pamer busana-busana dari Indonesia yang paling gres adalah “Front Row Paris”. Peragaan busana persembahan IFC (Indonesian Fashion Chamber) ini digelar pada tanggal 3 dan 4 September di dua tempat yang berbeda.
Hari Sabtu 3 September sore, fashion show diselenggarakan di atas kapal “Chansonnier”. Begitu kapal berangkat dari Port de Debilly sekitar pukul 14:30 menyusuri sungai Seine yang berlatar belakang monumen-monumen Paris, dimulailah acara fashion show.
Deden Siswanto Putri Anjani – Inspirasi Toraja
Di atas kapal, masing-masing desainer menjelaskan karya-karya mereka, isnpiras busana-busana yang mereka bawa. Setelah acara lenggak-lenggok, para tamu mendapat kesempatan ngobrol dengan para desainer sambil minum dan menyantap jajanan pasar Indonesia dan cemilan ala Prancis dalam suasana yang santai menyenangkan.
Najua Yanti Oewi Wahyono – Nura boutique Tia Hidayat
Untungnya sore itu cuaca bersahabat. Matahari tidak terlalu menyengat seperti hari-hari sebelumnya, bahkan beberapa kali ada sedikit rintik hujan yang menyapa. Attachée perdagangan KBRI Paris, Ibu Ruth Joanna Samaria terlihat hadir di tengah undangan.
Hari berikutnya, peragaan busana digelar di Galerie Bourbon yang berada di avenue Marceau, kawasan elit Champs Elysées. Selama dua hari itu IFC mempercayakan penyelenggaraannya pada HY (Henny Yulianti) Event seperti pada acara peragaan busana “La Mode sur Seine Paris” tahun 2018 dan 2019 yang lalu. Dalam siaran persnya, misi IFC tahun ini adalah memperluas pasar Eropa. Ini pula yang menjadi alasan IFC tak lagi menggunakan nama “La Mode sur Sein” namun “Front Row”.
Peragaan busana tak hanya digelar di atas kapal tapi digelar pula di tempat lain. Nantinya, diharapkan pergaan busana seperti ini bisa digelar juga di kota-kota lainnya di Prancis maupun di negara-negara Eropa lainnya.
Dalam acara Front Row Paris ini, IFC yang merupakan asosiasi para desainer Indonesia membawa 16 desainer pret-à-porter Indonesia. Selain Ali Charisma sendiri, mereka adalah Deden Siswanto, Novita Yunus dari Batik Chic, Putri Anjani (Pranaliving), Laely Indah Lestari, Oewi Wahyono dengan Nura Boutiquenya, Mida Gita Fitria, Vielga dengan Roemah Kebayanya, Wignyo dengan Tenun Gayanya, Lenny Agustin, Nina Nugroho, Lisa Fitria, Hikmat Ahmed Fashion, Nadhila Sabrina (ISWI Fashion Academy), Nadiah Atha & Wang Sinley dari SMKN 3 Malang di bawah bimbingan BBPPMV BISPAR (Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Bisnis & Pariwisata.
Tiap desainer memamerkan baju-baju rancangannya baik yang konvensional maupun yang berjenis modest fashion, kategori mode busana yang relatif tertutup. Saat ini modest fashion cukup nge-trend tak hanya di kalangan muslimah namun juga di kalangan non-muslim. Para desainer itu juga mengaplikasikan konsep yang menjadi trend global, fashion yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Seperti penggunaan bahan-bahan alami seperti pada ecoprint, daun pandan. Beberapa desainer mengekplorasi pakaian dan wastra etnik dari Toraja, Nusa Tenggara Timur, tenun ulap doyo Kalimantan dan tentu saja batik tak ketinggalan.
Ali Chasrisma mengungkapkan keoptimisannya bahwa produk fesyien Indonesia sangat berpotensi diterima oleh pasar Eropa. “Kami berharap media-media dan para buyer dari berbagai negara Eropa yang hadir bisa menjadi pembuka jalan kerjasama bagi para desainer Indonesia dengan pihak industri mode luar negeri, “ demikian ujar ketua IFC tingkat nasional ini. “Melalui event ini pula, para desainer Indonesia bisa mengetahui secara langsung dan banyak belajar tentang produk fesyien Eropa,” lanjutnya lagi.
Ditemui di sela-sela kegiatan, Taruna K. Kusmayadi, anggota dewan penasehat IFC berharap dengan menggelar peragaan busana di luar Indonesia, dunia internasional mengenal potensi Indonesia. Oleh karenanya, rombongan yang dibawa ke Paris ini tak hanya mereka yang sudah punya nama besar, tapi juga para desainer muda dan UMKM-UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) Indonesia di bidang mode yang baru mulai merangkak naik ke panggung internasional. Mereka ini harus diberi jembatan agar bisa memperoleh pengalaman menggelar karya mereka di luar negeri. Dan kenyataannya, karya-karya mereka sangat menarik, termasuk mantel-mantel karya dua siswa SMK 3 Malang. Kreatif dan pengerjaannya halus. Benih-benih seperti inilah yang harus selalu dipupuk.
Selain itu IFC berharap Indonesia bisa menjadi salah satu pusat fesyien dunia. Kenapa tidak? Indonesia punya potensi besar. Harapan tersebut bisa teraih dengan kerja keras, tak cepat merasa puas diri serta harus ada kolaborasi dan dukungan dari semua pihak, baik di dalam negeri sendiri maupun di luar negeri. Yang juga harus digarap sungguh-sungguh adalah pengetahuan mengenai selera pasar luar negeri yang menjadi targetnya, kualitas serta kemampuan produksi dalam jumlah cukup besar yang stabil dari UMKM-UMKM Indonesia. Tentunya butik-butik besar di luar negeri tak akan membeli hanya selusin dua lusin, bukan? Ini menjadi PR besar industri mode Indonesia.
Dalam pidato pembukaan acara Front Row hari kedua di Galerie Bourbon, bapak Muhammad Oemar, duta besar Indonesia untuk Prancis, menegaskan pihaknya selalu mendukung berbagai upaya promosi produk-produk mode Indonesia di Prancis. Dari data trade map semester awal tahun 2022 ini, produk kreatif sektor mode Indonesia yang masuk pasar Prancis bernilai sekitar 370 juta USD. Padahal impor Prancis di sektor ini dari berbagai negara di dunia mencapai angka 17 milyar USD. Dari data tersebut jelas terlihat bahwa ekspor Indonesia ke Prancis baru setitik garam di samudera fesyien. Industri mode Indonesia harus berupaya keras dan tak kenal lelah dalam memperkenalkan wastra nusantara dan berbagai produk mode lainnya ke Prancis. Salah satu pencapaian bergengsi Indonesia adalah terpilihnya kain endek Bali oleh rumah mode papan atas dunia Dior dalam salah satu koleksinya.
Di antara sekitar 200 undangan, tampak ibu Mufidah Jusuf Kalla. Selain para buyer dan pecinta mode Paris, acara yang disponsori oleh Viva Cosmetic ini juga dihadiri oleh beberapa perwakilan tetap di UNESCO negara-negara sahabat. Terlihat dubes untuk Unesco dari Philipina, Singapore, Srilanka, Namibia, Nigeria dan Arab Saudi.