Juara III : Memperingati HUT RI di Pesantren? No Problem

Nisa Sri Nur Azizah

Setiap tahun di bulan Agustus bangsa Indonesia pasti merayakan Kemerdekaan, termasuk aku. Aktif dalam berbagai kegiatan adalah sesuatu yang tak bisa dipisahkan dari jiwaku, terlebih ketika HUT RI. Meski diperantauan, jauh dari orangtua aku tetap bisa merasakan kegembiraannya. Inilah kisahku, kisah anak ibu pertiwi tatar galuh asri.

Siapa sih yang tidak mengenal istilah ‘Penjara Suci’? Sebutan lain Pondok Pesantren. Bagiku pesantren bukanlah sesuatu yang mengekang dan menyeramkan sehingga disebut penjara. Buktinya, hampir enam tahun aku di PPTQ MD Fathahillah Saguling Ciamis. Agustusan disini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan di kampung halaman, namun aku merasakan hal luar biasa bersama teman-teman dari berbagai penjuru nusantara, nuansa religius dengan naungan Al-Qur’an dan keragaman suku bangsa.

Semangat mencintai tanah air haruslah dimiliki setiap bangsa. Salah satu caranya adalah mengisi hari kemerdekaan dengan kegiatan positif. Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirobbil’alamiin, di tahun 2022 aku merasa merdeka tanpa pandemi.

HUT RI ke-77 “Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat”. Di MDF kegiatannya berlangsung selama 3 hari, 15 – 17 Agustus. Kami mengadakan upacara menyambut HUT RI dan memperingati HUT Pramuka, pementasan yel-yel dan berbagai perlombaan yang aktif diikuti oleh para santri, bahkan pembimbing ikut berpartisipasi.

Semuanya terlihat ceria dan sangat antusias. Yang paling aku sukai adalah lomba obstakel kombinasi, karena menggabungkan beberapa permainan sehingga membutuhkan kerjasama tim yang baik. Kegiatan ini akan mempererat persaudaraan, gotong royong, bahu membahu mempertahankan keutuhan NKRI.

Di tahun-tahun sebelumnya aku hadir sebagai peserta lomba, pernah jadi panitia bahkan ketuanya. Tahun ini aku dokumentalis, memotret juga edit video. Sebenarnya aku belum terlalu mahir, namun yakin pasti bisa. Sambil terus mengikuti kegiatan, aku memproses pengeditan. Susah payah membuatnya mulai dari download aplikasi, editing, hingga penyimpanan. Eh videonya ada watermark. Duh, pedih hati ini. Berjam-jam di depan layar, mata perih, badan pegal-pegal, ujung-ujungnya nihil. “Jatuh bangkit lagi. Gagal coba lagi. Jangan menyerah!” Motivasi penguat diriku. Oke, belajar lagi. So, I can do it. Ternyata, kegagalan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan.

Tepat 17 Agustus, warga MDF dan seluruh masyarakat bersorak-ramai menuju lapangan untuk mengikuti upacara peringatan HUT RI, pakaian dan propertinya didominasi warna merah putih, tak sedikit pula yang membawa bendera. Inilah yang paling membedakan antara suasana rumah dengan pesantren.

Kami mengikutinya dengan khidmat, kemudian setiap RW menunjukkan seni dan hasil karya mereka. Ada kerajinan tangan, makanan produksi asli Saguling, monument buatan, dan masih banyak lagi.

Mereka terlihat semangat dan bergembira. Semuanya diapresiasi Kepala Desa, patut diacungkan jempol. Seru pokoknya! Aku selaku penonton sangat terkesan, betapa beranekaragamnya nusantara. Benar sekali semboyan kita “Bhinneka Tunggal Ika.”

Hal ini membuatku termenung bahwa Indonesia takkan berdiri tanpa adanya semangat perjuangan dari bangsanya sendiri. Sebagaimana firman Allah QS.Saba ayat 15 yang artinya “…Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”

Sebagai generasi muda penerus bangsa aku harus melanjutkan perjuangan, mempertahankan negeri yang baik demi

Indonesia Jaya dan Sejahtera. Menang kalah sudah biasa, asal jangan patah
semangat! Aku bangga menjadi anak Indonesia. I Love Wonderland Indonesia !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *