Teh Imah, Wanita Indramayu yang Berniat Baja

Catatan Sita Phulpin

Dulu jika ingin memperoleh makanan khas Indonesia seperti tempe, lapis legit, tape dan kawan-kawannya perlu perjuangan tersendiri. Pasalnya, kita harus pergi ke Belanda atau titip pada teman yang pergi ke atau datang dari sana. Atau kalau tidak bisa menahan air liur, harus membeli di toko produk-produk makanan Indonesia secara online di Belanda atau di Jerman (Hamburg). Jadilah ongkos kirimnya mahal.

Jika akhirnya ada orang Indonesia yang berani membuka toko Indonesia, itu sesuatu yang patut disyukuri. Keberanian membuka sebuah minimarket Indonesia patut mendapat acungan jempol. Tentunya tak mudah untuk merealisasikannya. Tak sekedar urusan modal yang harus disiapkan. Masalah administrasi terkait dengan berbagai perijinan di Prancis bukanlah hal yang mudah. Di sela-sela kesibukannya melayani pembeli, Dewi Imah atau yang akrab dipanggil teh Imah menceritakan perjalanannya membuka tokonya ini kepada Surat Dunia melalui wawancara dengan Sita Phulpin.

Teh Imah dan Sita Phulpin

Surat Dunia (SD): Bagaimana awalnya ide membuka toko ini?

Teh Imah  (TI) : Sebenarnya awalnya saya ingin membuka restauran. 

SD: Mengapa restauran? 

TI: Saya adalah pengusaha catering, dan punya ijin resmi di Prancis. Tidak banyak orang Indonesia yang meresmikan usahanya di bidang makanan. Dengan latar belakang itu tentu saja yang muncul di kepala saya adalah membuka restoran.

SD: Di manakah restoran itu?

TI: Tidak terwujud. Mungkin itu sudah kehendak Allah. 

SD: Apa yang terjadi?

Seminggu sebelum menandatangai tempat untuk buka restoran, ibu mertua saya jatuh sakit, parah. Saya harus mengundurkan niat agar bisa merawat ibu mertua. Beliau seperti ibu saya sendiri, menggantikan ibu saya yang sudah lama tiada. Berkeyakinan jika memang rejeki kami, suatu saat pasti kita bisa membuka restoran. 

Tak sampai setahun beliau dipanggil Yang Kuasa. Namun sepeninggal ibu mertua masih belum terpikir kembali pada rencana semula. Saya masih disibukkan dengan beberapa kontrak dengan beberapa perusahaan Prancis yang memesan masakan halal yang segar. Artinya masakan yang dimasak hari itu juga, bukan masakan beku yang dihangatkan.

SD: Mengapa gagasan membuka restoran tidak dilanjutkan?

TI : Sepanjang periode Covid, penghasilan saya benar-benar berkurang. Tidak ada yang memesan makanan sama sekali. Banyak restoran di Prancis gulung tikar. Bisnis restoran mengalami masa suram. Sebagai orang yang tidak suka berpangku tangan, kondisi seperti ini tidak boleh berlarut-larut. Saya mulai melirik bisnis yang lain.

SD: Bisnis apakah itu?

TI: Saya pun mulai menjual aneka bumbu Indonesia secara online walaupun toko online yang menjual bumbu-bumbu masakan Indonesia mulai bermunculan, termasuk di wilayah Paris dan sekitarnya. Awalnya saya menggunakan status auto-entrepreneur (perusahaan perorangan dengan system sederhana) dalam menjalankan usaha ini. Waktu itu belum banyak jenis produk yang saya jual. Saya hanya menjual bahan-bahan yang banyak dibutuhkan teman-teman. Dari mulut ke mulut usaha saya ini berkembang. Setelah dua tahun berjalan saya mulai memberanikan diri membuka website. Harapan saya pelanggan makin bertambah, tak hanya di lingkaran teman-teman saja.

SD: Mengapa membuka toko secara fisik?

TI: Dengan membuka website, harus selalu ada stock, artinya saya harus membeli dalam jumlah besar. Dengan banyaknya barang dagangan berarti saya perlu gudang tempat menyimpan barang dagangan saya. Mengapa tidak sekalian saja membuka toko? Selain untuk menyimpan barang dagangan sekaligus memperlancar perputaran dagang. Putaran barang dagangan akan lebih cepat karena selain pembeli online juga orang yang lewat di depan toko.

Namun saya masih ragu-ragu karena membuka toko bukan perkara gampang. Apalagi di Belleville ada sebuah toko Asia yang menjual beberapa bumbu Indonesia dan tempe. Tapi teman-teman meyakinkan saya untuk tetap membukanya. Alasannya karena belum ada orang Indonesia yang membuka toko Indonesia. Ini akan menjadi sebuah peluang besar. Argumen mereka dengan adanya toko fisik bakal memudahkan orang Indonesia yang ingin berbelanja. Toko buka setiap hari dari pagi sampai sore. Selalu ada orang yang menjaga toko, tidak perlu harus janjian pada jam tertentu dan di tempat tertentu jika membeli bahan-bahan pangan yang khas seperti selama ini. Demikianlah, akhirnya saya memberanikan diri membuka toko. 

SD: Kapan Toko The Imah ini dibuka? 

TI: Awal Maret yang lalu, dan disambut hangat oleh warga Indonesia. Pembukaannya dihadiri puluhan diaspora Indonesia terutama yang tinggal di Paris.

SD : Apa saja yang dijual di Toko Teh Imah? 

TI: Meskipun berukuran kecil, namun cukup lengkap, kok. Ada bumbu-bumbuan, camilan, krupuk, rempah-rempah bahan jamu dan perkakas dapur ala Indonesia. Ada aneka bumbu jadi, camilan, sayuran segar, bahan-bahan untuk membuat kue-kue khas Indonesia dan perkakas dapur khas Indonesia seperti cetakan dan tampah tumpeng, toples krupuk ala warung, rantang motif jadul dan lain sebagainya.

SD: Ada sayur mayur juga?

TI: Awalnya saya tidak menjual sayur segar karena resiko busuk jika saya harus kulakan dalam kuantitas besar. Namun, alhamdulilah, akhirnya saya menemukan sumber yang tepat langsung dari Indonesia di mana saya bisa membeli dalam jumlah kecil.

Jadi sekarang di kulkas ada sayur-sayur Indonesia yang tak bisa ditemui di toko Asia lainnya. Keuntungan dengan membuka toko begini, lingkup pelanggan saya lebih luas. Dengan begitu sayur-mayur yang saya jual jadi lebih cepat terjual juga.

SD: Menjual makanan Indonesia yang siap santap?

TI: Iya, dalam kemasan lunch box. Ini upaya saya untuk turut memperkenalkan kuliner Indonesia. Pelanggan Toko The Imah memang tak terbatas pada masyarakat Indonesia saja. Banyak juga warga Philipina yang berbelanja di sini. Terkadang mampir pula orang Prancis yang penasaran dengan produk-produk Indonesia. Oleh karena itu saya taruh meja kecil juga untuk mereka yang ingin mencicipi makanan Indonesia di tempat. Tiap hari menunya tak selalu sama. Kadang-kadang nasi Rames, kadang pula siomay Bandung, tumis daun dan bunga pepaya atau juga pempek. Sangat bervariasi. Selain itu klien bisa juga ngopi di sini.

SD: Bagaimana dengan peraturan ekspor-impor di Prancis?

TI: Saya bekerja sama dengan beberapa perusahaan di Indonesia yang sudah terbiasa mengekspor produk-produk Indonesia ke Eropa. Jadi kami tidak perlu lagi mengurus masalah perijinan impor.

SD: Mudahkan mengurus perijinan membuka toko di Prancis?

TI: Membuka mini market seperti ini masalah perijinan ternyata tidak sederhana. Harus ada penjamin modal di belakang saya. Saya beruntung suami saya sudah cukup lama mempunyai perusahaan, jadi bisa menjadi penjamin usaha saya. Kerumitan lain saat membuka toko ini adalah masalah renovasi. Butuh aneka perijinan dan sangat mahal. Tadinya saya ingin menggantinya dengan tenda depan toko yang berwarna kuning warisan toko sebelumnya. Tapi ternyata butuh perijinan tersendiri dengan biaya yang mahal. Akhirnya niat menggantinya dengan warna merah putih kami urungkan.

SD: Banggakah dengan dibukanya toko ini?

TI: Terus terang saya belum merasa bangga. Rasanya saya masih belum percaya bahwa saya adalah pemilik toko. Saat ini saya justru masih diliputi rasa kekhawatiran apakah saya akan berhasil menjalankan toko ini? Saya tidak ingin selalu merepotkan suami saya yang sudah banyak urusannya dengan perusahaannya sendiri. Mengelola toko tidak mudah seperti tampaknya. Tapi tekad saya kuat dan bulat. Saya harus bisa! Alhamdulilah hasil penjualan sejak dibuka hingga saat ini sesuai dengan estimasi kami. Sejak dibuka, toko milik wanita kelahiran Indramayu ini tak pernah sepi pembeli.

SD: Toko Teh Imah buka tiap hari?

TI: Betul, kecuali hari Minggu dari pukul 10.30 hingga 20.30. Alamat Toko Teh Imah ada di 139 bis, Avenue de Versailles, 75016 Paris

SD: Tetap melayani penjualan melalui online? 

TI: Tentu saja. Bagi mereka yang tinggal di luar kota wilayah Ile-de-France atau tak punya waktu datang ke tokonya, Toko Teh Imah tetap melayani pesanan online seperti biasanya. Dan, memang tiap hari selalu saja ada paket yang harus dikirim ke pelanggan melalui pos. 

SD: Semoga sukses dan bisa ikut mempopulerkan produk-produk Indonesia di Prancis, Teh Imah!

TI : Terima kasih. 

2 tanggapan untuk “Teh Imah, Wanita Indramayu yang Berniat Baja

  • 16 Mei 2023 pada 19 h 32 min
    Permalink

    Keren banget nama tokonyapun unik Teh Imah, indonesia banget! Salam kenal ya dari saya di Indonesia yang ikut bangga!

    Balas
  • 17 Mei 2023 pada 17 h 45 min
    Permalink

    Bacanya ikut bangga ada toko Indonesia dari wanita indramayu. Semoga semakin banyak toko2 Indonesia lainnya

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *