Kisah Haji Akbar Kami di Tahun 2014 (Bagian 1)

Catatan Caesar Marga Putri

Tak terasa, sudah sepuluh tahun berlalu sejak perjalanan kami ke Tanah Suci pada tahun 2014. Bagi saya, seperti mimpi ketika Allah mengizinkan suami dan saya untuk berhaji ke Baitullah, mengingat panjangnya antrian di Indonesia. Sehingga saya menyebut haji sebagai sebuah panggilan, panggilan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tidak pernah terbayangkan bahwa keputusan kami mendaftar pada tahun 2010 adalah keputusan yang tepat, karena hanya butuh empat tahun menunggu. Melihat panjangnya antrian saat ini, saya tak henti-hentinya bersyukur atas nikmat tersebut.

Tidak berlebihan rasanya jika pengalaman haji setiap individu akan berkesan sepanjang hayat. Kami mendaftar haji di salah satu bank yang ditunjuk pemerintah untuk membuka rekening haji. Pada saat itu, pendaftaran mulai dilakukan secara online se-Indonesia, sehingga ketika petugas menginput nama suami, ada kemungkinan nama saya tidak akan berurutan dengannya. Saya hanya berdoa semoga kami tidak berjeda terlalu jauh. Alhamdulillah, kami tidak berjeda dan tidak terpisah tahun keberangkatan. Setelah setahun sebelumnya memastikan di sistem bahwa keberangkatan kami tidak ada perubahan, kami kemudian bergabung dengan KBIH Arafah, salah satu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji yang sangat kredibel di Kabupaten kami tinggal. KBIH Arafah memberikan pendampingan manasik haji, dimulai sejak masih di Indonesia hingga kembali lagi ke Tanah Air.

Singkat cerita, kami tergabung dalam SOC 60 Embarkasi Solo. Bersama calon jamaah haji lainnya, kami dikelompokkan ke beberapa rombongan dan kemudian dipecah lagi ke beberapa regu, tujuannya untuk memudahkan koordinasi baik saat masih di Indonesia maupun sampai kepulangan. Masing-masing regu dipimpin oleh ketua rombongan yang disebut Karom dan ketua regu yang disebut Karu. Mungkin agak berbeda dengan persiapan jamaah haji beberapa tahun terakhir, sepuluh tahun lalu kami masih diminta untuk membawa makanan. Masing-masing dari kami diberi jatah membawa beras, lauk, bahan makanan lain, dan juga rice cooker hingga panci kecil. Hal ini dikarenakan selama di Maktab, kami memasak sendiri karena tidak ada katering. Jadwal memasak pun diatur, dan bagi saya yang saat itu paling muda dalam satu rombongan, keterampilan memasak belum terasah, jadi saya lebih sering mendapat jatah mencuci piring. Ya saya seperti anak saat itu. Dikala usia masih kepala dua, berada satu rombongan dengan guru saya saat SMP dan beberpa teman ibu saya, sungguh keberuntungan bagi saya saat itu serasa dikelilingi orang tua sendiri. 

Di aula asrama haji Donohudan, menunggu keberangkatan menuju bandara Adi Soemarmo
Di dalam pesawat sudah menggunakan pakaian Ihram karena miqat dilakukan ketika masih di atas pesawat.
Ketibaan Di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah

Setibanya di Makkah, kami mendapatkan Maktab di distrik Al Jummayzah/Jumaizah, hanya berjarak 2,7 kilometer dari Masjidil Haram. Tepatnya di Sektor 6 wilayah Jummayzah Dahlatul Jin Ma’la Makkah, Hotel F.01. Kedekatan ini memudahkan kami untuk melaksanakan sholat lima waktu di Masjidil Haram. Bahkan kami lebih sering berjalan kaki menuju masjid. Lokasi Maktab yang dekat dengan masjidil haram, membuat suasana lebih terasa hidup, sehingga ketika berjalan kaki, rute kami melewati pertokoan yang menjual oleh-oleh haji, melewati masjid Jin dan Makam Ma’la, begitulah setip hari kami menelusuri trotoar menuju Majidil Haram.

Peta Maktab Haji 2014 Sektor 6 (F.01)
Di depan Maktab

Tercatat suami dan saya hanya dua kali naik “bus hijau,” sebutan saya untuk bus yang disediakan pemerintah untuk mengangkut jamaah dari maktab yang jaraknya lebih jauh. “Bus Hijau” biasanya penuh sesak, pernah kami punya pengalaman mengalami kesulitan turun di pemberhentian pertama setelah pulang dari masjid. Sehingga kami terbawa sampai ke ujung pemberhentian bus, hingga akhirnya sampai di pemberhentian terakhir kami mengikuti kembali bus putar baik untuk menuju Masjidil haram. Alhasil, seperti ikut city tour Makkah dan bisa melihat maktab jamaah haji yang lain. Oya pernah juga kami mencoba naik angkot, dengan membayar beberapa Riyal, namun juga penuh sesak. Sehingga kami lebih nyaman berjalan kaki.

Di depan Maktab
Suasana di sekitaran Maktab, sehabis dari majid berfoto di bawah pohon Kurma

Berbicara soal mengobati kerinduan akan makanan Indonesia selama sekitar 40 hari di Tanah Suci, para pedagang makanan, yang sebagian besar adalah pekerja migran, siap menyambut di depan Maktab dengan berbagai macam menu, antara lain bakso, bakwan kawi, dan lain-lain. Yummy bukan, bakso adalah pilihan saya ketika itu. Oya, sebagai jamaah haji Kloter 60, ketibaan kami di Makkah mendekati puncak haji sehingga tidak menunggu lama dari puncak haji yang diawali dengan Tarwiyah tanggal 8 Dzulhijah. 

Cerita inti dari haji Akbar kami  bersambung di Part 2…….

Satu tanggapan untuk “Kisah Haji Akbar Kami di Tahun 2014 (Bagian 1)

  • 22 Juni 2024 pada 23 h 45 min
    Permalink

    Lihat foto Mbak Caesar Haji saat itu beda sekali dengan situasi Haji saat ini ya?

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *