Indonesia dan Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia
Penulis : Dr. Victor A. Pogadaev/Moskow
Baru-baru ini saya menerima tiga buku dari rekan saya dari Institut Studi Oriental Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Dr Ekaterina Astafieva. Ketiganya menarik karena memuat informasi tentang Indonesia.
Dua buku adalah sebagian dari siri “Tokoh Elit Timur” yang diedit oleh Dr Ekaterina Astafieva. Dalam jilid II dipaparkan biografi Presiden pertama Indonesia Soekarno (pengarang Dr. Aleksei Drugov) dan Presiden ketiga Baharuddin Yusuf Habibi (pengarang Dr. Aleksander Popov). Dalam jilid IV diceritakan tentang tokoh perempuan Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat (pengarang Dr Ekaterina Astafieva) dan pelukis Kartika Affandi (pengarang saya sendiri).
Buku yang kedua, “Sistem Penghargaan Indonesia” (pengarang Dr. Anton Zakharov) berisi informasi tentang sejarah bintang dan medali yang dianugerahkan kepada tokoh terkemuka Indonesia karena sumbangan besar kepada nusa dan bangsa. Buku-buku tersebut juga terkenal karena diterbitkan terkait dengan peringatan 300 tahun Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.
Buku-buku tersebut juga terkenal karena diterbitkan terkait dengan peringatan 300 tahun Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.
Akademi ini didirikan berdasarkan keputusan Senat pada tahun 1724. Pendirian Akademi ini berkaitan langsung dengan kegiatan reformasi kaisar Rusia, Peter I yang tujuannya adalah memperkuat negara serta kemandirian ekonomi dan politiknya.
Beliau memahami pentingnya pemikiran ilmiah, pendidikan dan kebudayaan masyarakat bagi kesejahteraan negara.
Menurut proyeknya, Akademi adalah lembaga pemerintah; anggotanya yang menerima gaji seharusnya memberikan bakti ilmiah dan teknis kepada negara. Akademi menggabungkan fungsi penelitian ilmiah dan pengajaran.
Peranan besar dalam sejarah Akademi dan ilmu pengetahuan Rusia dimainkan oleh aktivitas ilmiah, pendidikan, dan organisasi ilmuwan-ensiklopedist Mikhail Lomonosov (1711-1765).
Beliau memperkayanya dengan penemuan-penemuan mendasar di bidang kimia, fisika, astronomi, geologi, geografi, dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan sejarah, linguistik, dan puisi.
Beliau mendirikan laboratorium kimia pertama pada tahun 1748 dan berperan aktif dalam pendirian Universitas Moskow pada tahun 1755 yang kini menyandang namanya.
Kini, Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia memiliki sekitar 550 lembaga ilmiah dan lebih dari 55.000 ilmuwan, termasuk 483 akademikus dan 732 anggota bersekutu.
Tempat penting dalam sistem Akademi diduduki oleh Institut Studi Oriental yang merupakan pusat ilmiah terkemuka dalam skala global dan mencakup berbagai bidang penelitian studi Oriental.
Wilayah penelitian terbentang dari pantai barat Afrika Utara hingga Kepulauan Pasifik dan kronologinya mencakup semua periode sejarah Timur – dari zaman dahulu hingga saat ini.
Institut ini didirikan pada Oktober 1818 di St. Petersburg sebagai Museum Asia. Awalnya, museum ini merupakan kumpulan manuskrip oriental dan buku-buku tentang Timur, bahan arkeologi dan etnografi. Ia juga menyimpan banyak koleksi numismatik.
Sepanjang abad ke-19, khazanah museum ditambah dengan hadiah para duta besar dan diplomat Rusia lain, trofi militer serta bahan-bahan yang diperoleh selama ekspedisi ilmiah.
Pada bulan Oktober 1930, Institut Studi Oriental didirikan berdasarkan beberapa lembaga yang mempelajari isu-isu Oriental dan Museum Asia. Institut ini ditugaskan untuk mempelajari bukan saja tradisi tetapi juga tantangan modern di Timur.
Pada tahun 1950, sebagian besar Institut Studi Oriental dipindahkan dari St Petersburg (saat itu bernama Leningrad) ke Moskow. Bagian yang tinggal di St Petersburg menjadi cabangnya.
Cabang Institut Studi Oriental di St. Petersburg pada tahun 2007 dinaik taraf menjadi institut terpisah dan diberi nama Institut Manuskrip Oriental di mana beberapa manuskrip Melayu disimpan termasuk Malay Annals (Sulalatus Salatin) yang terkenal itu. Manuskrip itu diterjemahkan ke Bahasa Rusia oleh ahli etnografi Elena Revunenkova (2008). Bukunya sebelumnya “Mitos-ritus-agama (beberapa aspek permasalahan berdasarkan materi masyarakat Indonesia)” (1992) membahas ritual dan mitos yang berkaitan dengan penanaman padi, aspek ritual teater tradisional, dll). Buku baru “Esai Kebudayaan Batak” sudah disiapkan. Ia adalah hasil penelitiannya bertahun-tahun koleksi Batak Museum Antropologi (Kunstkamera) dan Etnografi di St. Petersburg serta kerja lapangannya di daerah orang Batak pada tahun 1999.
Di Moskow, Pusat Studi Asia Tenggara, Australia dan Oseania tempat beberapa rekan saya bekerja merupakan bagian dari Institut Studi Oriental dan memberikan banyak perhatian pada studi negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.