Bakso Halal Rumahan yang Laris di Eropa: Dua Wanita Muslimah Mengukir Kesuksesan

Di tengah pesatnya perkembangan bisnis kuliner, dua wanita muslimah ini berhasil membuktikan dengan niat yang kuat dan kerja keras, usaha bakso halal rumahan di Prancis dan Jerman bisa meraih kesuksesan. Bakso mereka tidak hanya terjual di negara mereka tinggal, beberapa diaspora Indonesia di negara lainpun ikut memesannya. Simak perjalanan inspiratif mereka dalam membangun bisnis lewat wawancara Dini Kusmana Massabuau kepada Dena Triyana dan Siti Jamilatus Sadiyah atau dikenal dengan panggilan Mila Knaak.
Surat Dunia (SD) Apa yang menginspirasi Anda untuk mulai membuat bakso rumahan di Prancis?
Dena Triyana (DT): Awal saya membuat bakso rumahan di Prancis dikarenakan sulitnya untuk dapat menikmati jajanan favorit saya ini di kota kecil tempat saya tinggal. Terutama bakso Halal dengan cita rasa otentik ala bakso kaki Lima/bakso Jawa. Dari kesulitan ini, akhirnya saya mencoba untuk membuatnya sendiri dan dari hasil percobaan tersebut cukup memuaskan saya karena memiliki citarasa serta tekstur seperti bakso langganan saya di Jakarta.

SD: Apa yang menginspirasi Anda untuk mulai membuat bakso rumahan di Jerman?
Mila Knaak (MK): Rindu menikmati bakso tentunya, lalu saya setiap ada acara kumpul seperti silaturahmi atau pengajian saya suka membawa bakso ternyata cocok dan dari situlah mulai adanya pemesanan hingga pada akhirnya jadilah bisnis rumahan ini dimulai.

SD: Bagaimana Anda memastikan bahwa bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan prinsip halal?
DT: Untuk memenuhi prinsip halal tersebut, saya menerapkan dari bekal ilmu yang saya dapatkan saat kuliah di Teknologi Pangan di Bogor, bahwa prinsip halal tidak hanya mencakup bahan-bahan yang digunakan. Namun juga alat masak yang digunakan saat proses pengolahan dan saat pengemasan karena harus dipastikan tidak terkontaminasi dari bahan-bahan yang diharamkan seperti daging babi.
Untuk bahan baku daging, saya membelinya di toko daging halal di kota saya. Begitu juga untuk bumbu masak yang saya gunakan merupakan bumbu masak dasar sederhana yang tidak mengandung bahan-bahan mengandung babi/alkohol. Adapun untuk peralatan dan perlengkapan dapur saya juga tidak ada kontaminasi daging babi, karena tidak pernah memasak atau menyajikan daging yang diharamkan tersebut di rumah.
MK: Sejak pertama saya tinggal di Jerman yang saya cari adalah toko muslim, alhamdulillah saya menemukan toko Turki dekat rumah yang menjual daging halal, itupun saya meminta sertifikat halal-nya.
SD: Apakah ada tantangan tertentu dalam menjalankan usaha bakso di negara Anda, terutama terkait dengan kultur makanan lokal?
DT: Karena target pasar saya adalah untuk orang-orang Indonesia yang kangen makan bakso selama tinggal di Benua Eropa khususnya di Prancis, maka hingga saat ini belum ada kendala dengan kultur makanan lokal.
MK: Alhamdulillah tidak ada karena target saya adalah konsumen Indonesia di Eropa dan Jerman khususnya.
SD: Apakah Anda mencoba menciptakan rasa bakso yang sedikit berbeda untuk menyesuaikan dengan selera warga setempat, atau tetap mempertahankan resep tradisional Indonesia?
DT: Cita rasa Bakso yang saya buat tetap saya pertahankan rasa otentik Bakso pedagang kaki lima dalam hal ini resep tradisional Indonesia. Contohnya merica yang saya gunakan tetap menggunakan merica putih, tidak menggunakan merica hitam atau merica abu-abu yang sering digunakan di dapur Prancis/negara eropa lainnya.
MK: Saya tetap memilih mempertahankan resep tradisional khas Indonesia
SD: Sejak kapan Anda mulai membuat bakso, dan bagaimana respons dari orang-orang di sekitar Anda, baik yang berasal dari Indonesia maupun warga Prancis dan Jerman?
DT: Saya mulai membuat bakso sejak Oktober 2022. Adapun untuk respon positif pertama yang saya terima adalah dari suami saya. Menurutnya, bakso saya lebih enak daripada bakso yang disajikan dimasakan Vietnam di Prancis. Teman dan keluarga Prancis dari suami saya pun juga menyukai cita rasa unik bakso Indonesia ini. Selain itu, beberapa teman Indonesia yang melihat di akun media sosial saya pun tertarik dan penasaran ingin mencobanya. Alhamdulillah mereka menyukainya dan menyarankan saya untuk berjualan bakso di Prancis.

Lalu saya mulai membuat akun Instagram khusus untuk berjualan Bakso untuk target pasar orang-orang Indonesia di Eropa, dengan nama Bakso Kaki Lima Eropa.
Dari testimoni di media sosial oleh teman-teman baik yang di satu departemen, di Komunitas Majelis Pengajian Prancis, di Komunitas Indonesia Prancis di Facebook, serta pelanggan orang Indonesia yang tersebar di eropa, akhirnya makin menyebar luas dari mulut ke mulut hingga sekarang seperti halnya bola salju. Testimoni yang membuat saya terharu saat pelanggan Indonesia menyajikannya untuk orang eropa seperti teman, kerabat dan keluarga dari pasangannya. Merekapun sangat menyukai bakso buatan saya.
MK: Saya memulai usaha bakso rumahan sejak 8 tahun lalu. Alhamdulillah tanggapan mereka sangat baik, mereka suka dan kebanyakan jadi pelanggan tetap.

SD: Adakah bahan khas Indonesia yang sulit ditemukan di negara Anda tinggal? Bagaimana Anda mengatasinya?
DT: Bahan khas Indonesia yang saya gunakan sangat mudah ditemukan di Prancis. Saya biasanya membeli dari orang Indonesia yang berjualan produk-produk Indonesia di Prancis atau di toko asia di Prancis.
MK: Ya dulu memang awal-awalnya saya sering membawa berbagai bumbu dari Indonesia ketika saya pulkam karena masih sulit didapatkan di sini. Tapi alhamdulillah kini sudah ada toko Indonesia dan biasanya saya membeli dengan jumlah besar untuk di stok, karena terkadang stok mereka cepat habis.
SD: Apa yang membedakan bakso buatan Anda dengan bakso yang ada di pasar Prancis?
DT: Berdasarkan testimoni dari para pelanggan untuk bakso buatan saya bahwa cita rasa dari bakso saya, yang berani bumbu dan memiliki rasa otentik seperti bakso abang kaki lima di Indonesia. Selain itu bakso buatan saya tidak menggunakan bahan tambahan makanan khusus untuk pengenyal dan perenyah bakso.
MK: Testimoni yang sering saya dapatkan adalah, rasa baksonya gurih karena memang dagingnya sangat terpilih ya, tanpa bahan pengawet dan teksturnya kenyal secara alami karena saya sangat selektif memilih dagingnya dan ini sangat mempengaruhi rasa daging bakso.

SD: Apakah Anda juga menghadirkan varian bakso yang lebih modern atau inovatif, misalnya dengan variasi isian atau rasa?
DT: Varian bakso yang saya hadirkan cukup bervariasi supaya pelanggan mempunyai banyak pilihan untuk bisa menikmati varian bakso yang mereka rindukan dan sukai, seperti bakso polos, bakso ayam, bakso gepeng, bakso tahu, bakso telur, bakso jamur, bakso keju, bakso isi cincang pedas dan tidak pedas, bakso rawit. Selain varian bakso, saya juga menghadirkan varian pangsit rebus dan pangsit goreng. Namun yang menurut saya inovatif adalah paket bakso campur yang berisi 16 bakso berbagai varian yang saya sebutkan sebelumnya. Jadi untuk pelanggan baru dapat langsung mencoba semua varian dengan harga ekonomis, ringan untuk biaya ongkos kirim dan tidak membutuhkan banyak tempat penyimpanan di dalam kulkas mereka.
MK: Tentu saja saya selalu update bakso-bakso yang sedang trend di Indonesia, bahkan kini saya merambah dengan menawarkan cuanki dan mie ayam dengan resep dan bumbu-bumbu segar tradisional, saya tidak pernah menggunakan bumbu instan. Bakso saya beraneka ragam jenisnya, bakso biasa, bakso rawit, bakso tahu, bakso klenger (isi tetelan dan rawit) bakso beranak, bakso ayam dan bakso tumpeng.
SD: Apa tantangan utama dalam menjaga kualitas dan cita rasa bakso agar tetap autentik saat membuatnya di luar Indonesia?
DT: Sejak awal membuat resep adonan bakso ini, saya memutuskan hanya menggunakan bahan-bahan sederhana yang mudah didapat di Prancis untuk mempermudah saya kedepannya dalam menjaga kualitas dan cita rasa bakso agar tetap konsisten.
MK: Menurut saya di rasanya (seasoning). Prinsip saya harus menggunakan bumbu segar berdasarkan resep Indonesia, jadi semuanya masih original.
SD: Bagaimana Anda melihat perkembangan usaha bakso rumahan Anda ke depannya, apakah ada rencana untuk memperluas pasar atau membuka restoran?
DT: Harapan saya melalui usaha “Bakso Kaki Lima Eropa” ini, Insya Allah bisa berkembang menjadi offline, yaitu bisa memiliki kedai bakso di Paris, di kota-kota besar lainnya di Prancis maupun negara-negara Uni Eropa sehingga penggemar bakso kaki lima baik orang Indonesia yang berada di Eropa maupun warga lokal eropa dapat menikmati salah satu jajanan kuliner favorit Indonesia.
MK: Insyaallah memang sudah ada niat membuka restoran, saya berdoa semoga mendapatkan petunjuk mana yang terbaik menurutNya.
SD: Siapa saja yang mendukung dalam usaha ini?
DT: Suami saya memberikan dukungan sepenuhnya untuk saya memiliki kesibukan lain di rumah selain mengurus keluarga. Dalam hal ini, waktu yang saya luangkan tiap akhir pekan digunakan untuk memasak orderan bakso supaya dapat dilakukan proses pengiriman pada hari Senin.
MK: Suami dan anak-anak tentunya ya pendukung utama saya. Mereka sangat mendukung kegiatan saya dibidang kuliner rumahan ini.
Kerennya para muslimah ini, biarpun sudah merantau tetap jaga makanan halal. Bangga 👍
Bakso memang makanan paling enak, bahkan di eropa pun masih jadi favorit orang2 Indonesia ya.