Melestarikan Wastra Uluan Sumatera Selatan: Sebuah Upaya Menghidupkan Kembali Kain-Kain yang Telah Hilang
Wawancara oleh Dini Kusmana Massabuau – Surat Dunia bersama Ilham, Pemilik Zhuliansyah Songket
Di balik kemegahan songket Palembang, masih tersembunyi ratusan motif kain tradisional dari daerah uluan Sumatera Selatan yang telah lama punah dan terlupakan. Seorang pelestari wastra bernama Ilham, pemilik usaha Zhuliansyah Songket, berjuang merevitalisasi kain-kain kuno tersebut melalui replika yang dikerjakannya secara telaten.

Wawancara ini menggali lebih dalam proses kreatif, tantangan, dan semangat di balik upaya pelestarian wastra khas Sumatera Selatan.
1. Apa yang menjadi alasan utama dibuatnya replika kain-kain Palembang yang kini sudah berpindah tangan?
Sebenarnya, fokus kami bukan hanya pada songket Palembang. Masih banyak kain songket dari daerah uluan Sumatera Selatan seperti Komering, Pasemah, Ogan, dan Musi yang kini sudah punah, rata-rata berusia lebih dari 85 tahun. Awal mula saya tertarik karena rasa kagum pada kain-kain tua yang tampak lusuh tapi memiliki motif khas yang tidak ditemukan pada songket Palembang. Saya merasa kagum nenek moyang kita dulu bisa menciptakan kain-kain yang begitu etnik dan unik. Dari situ saya merasa tertantang untuk membuat replikanya.
2. Bagaimana awal mula ide untuk mereproduksi kain-kain kuno yang sebagian besar sudah tidak berada di Palembang lagi?
Awalnya saya mencoba membuat replika kain Perelung Pasemah karena kebetulan saya menyimpan kain aslinya. Alhamdulillah hasilnya sangat memuaskan. Kemudian saya lanjutkan dengan kain Bidak Galah Napuh dari Komering, yang asli kainnya kini dimiliki oleh kolektor di Malaysia. Saya dapat foto detail motifnya dan hasil replikanya juga memuaskan. Proses ini terus berkembang ke berbagai kain lain.


Kain ini replika dari kain tua koleksi pribadi Ilham. Ditenun kembali setelah punah lebih dari 80 tahun yang lalu

Kain ini udah punah hampir 100 tahun lebih. Kain ini replika dari salah satu kolektor kain di Malaysia. Kain ini sangat unik dengan motif khas ikat Limar uluan dengan motif songket khas Komering
3. Apakah ada dorongan untuk mengembalikan identitas budaya yang sempat “hilang” karena kain-kain aslinya tersebar ke luar daerah atau luar negeri?
Tentu saja. Kami rutin membagikan dokumentasi hasil replika di media sosial seperti Facebook dan Instagram. Banyak komunitas Wastra Nusantara yang merespon positif, bahkan ada pesanan dari Malaysia, Singapura, dan Brunei. Di dalam negeri, banyak yang tertarik dari Jakarta. Kami ingin menunjukkan bahwa kekayaan wastra Sumatera Selatan bukan hanya songket Palembang. Bahkan, beberapa dosen dan guru besar dari UITM Malaysia pernah datang ke rumah untuk penelitian tentang kain-kain ini.


4. Siapa yang pertama kali memprakarsai proyek reproduksi ini? Apakah perorangan, komunitas, atau lembaga budaya? Apakah anda mengajarkan kepada generasi muda?
Saya sendiri memulainya secara mandiri sejak 2009, atas dasar hobi dan kecintaan terhadap wastra. Zhuliansyah Songket adalah usaha rumahan yang saya dirikan, dan hingga kini masih saya jalankan bersama beberapa karyawan. Saya selalu memberikan banyak pelatihan dengan senang hati dan harapan kedepannya kain tenun Palembang akan terus berkembang dan regenerasi.


5. Dari mana sumber referensi kain kuno tersebut diperoleh?
Sumber referensinya berasal dari koleksi pribadi, teman kolektor, serta arsip dari museum baik dalam maupun luar negeri. Kami kumpulkan data, lalu pelajari dengan mendalam sebelum memulai proses reproduksi.

Kain ini duplikat dari kain yang berapa di Museum London. Kain ini pemberian hadiah oleh penguasa daerah Pengandonan untuk pengembara Inggris yang telah berkunjung pada abad pertengahan ke 19

6. Bagaimana proses penelitian dilakukan untuk memastikan keaslian motif dan teknik dari kain-kain tersebut?
Kami meneliti karakteristik kain terlebih dahulu, untuk menentukan apakah itu termasuk kain dari daerah uluan atau Palembang. Jika diketahui itu kain uluan, kami cek motif dan ciri khasnya, lalu identifikasi dari suku atau wilayah mana, misalnya Komering, Pasemah, Ogan, Musi, dan lainnya.
7. Tantangan apa yang dihadapi ketika mencoba menyalin kain yang sudah tidak bisa diakses secara langsung?
Tantangan terbesar adalah pada prosesnya yang memakan waktu. Banyak foto dan data hanya saya simpan di HP atau media sosial. Dulu, apresiasi dari pemerintah daerah masih sangat minim. Tapi sekarang, Alhamdulillah, dukungan dari Dekranasda Provinsi Sumatera Selatan sangat besar, khususnya dari Ibu Feby Herman Deru sebagai ketua.
8. Bagaimana para pengrajin menafsirkan ulang detail seperti warna, benang emas, atau teknik tenun agar tetap setia pada versi aslinya?
Ini juga tantangan tersendiri. Benang emas atau perak zaman dahulu sudah tidak diproduksi lagi. Kami menganalisa kain tua untuk melihat jenis benang apa yang digunakan. Kadang, kami menggunakan benang emas “jabutan”, yaitu diambil dari kain-kain kuno yang rusak. Karena benang tersebut masih mengandung unsur emas, hasil replikanya bisa mendekati versi aslinya.
9. Apa saja kain klasik yang sudah berhasil direproduksi oleh Zhuliansyah Songket?

Beberapa yang sudah kami angkat kembali antara lain:
- Songket Limar Palembang
- Kain Bidak Galah Napuh (OKU Timur)
- Kain Perelung Pasemah (Pagaralam)
- Kain Limar Sulaman Teked (Palembang)
- Kain Perelung (Lahat)
- Kain Sungkit Ughan (OKU)
- Dan beberapa lainnya yang kini sedang dalam proses.
10. Bagaimana pengalaman Anda dalam membagikan pengetahuan tentang wastra ini?
Saya pernah dipercaya menjadi instruktur di berbagai daerah, di antaranya:
- Tenun Bidak di OKU Timur (2022)
- Sulaman Angkinan di OKU Timur (2022)
- Tenun Perelung di Pagaralam (2023)
- Sulaman benang emas Ranau di OKU Selatan (2021)
- Tenun Kawai Kanduk di OKU Selatan (2022)
- Tenun di Lhokseumawe (2023–2024)
- Tenun serat nanas di Subang (2024)
- Sulaman Angkinan Palembang (2024)
- Pengurus Dekranasda Sumatera Selatan (2025–2030)


Saya juga selalu siap untuk berdiskusi mengenai sejarah wastra Palembang kepada siapa saja, karena hal ini sangat penting membagikan ilmu mengenai budaya dan sejarah Indonesia.

11. Siapa saja yang Anda ingin sampaikan terima kasih atas dukungannya dalam perjalanan ini?
Saya mengucapkan terima kasih kepada orang tua, istri, dan keluarga besar yang sudah mendukung dari awal. Juga teman-teman diskusi seperti Cetik Irawan, Dandy Naufal, Mas Aryo, John Ang, Alfarizi, dan Torang Sitorus.

Yang paling luar biasa adalah Ibu Feby Herman Deru selaku Ketua Dekranasda Sumatera Selatan, Prof. Dr. Norwani dari UITM Malaysia, Ibu Okke Hatta Rajasa, Ibu Syamsidar Isa, Ibu Sri Meliana, serta para ketua Dekranasda kabupaten/kota di Sumatera Selatan. Terima kasih atas motivasi dan dukungan yang luar biasa.
Harapan ke Depan
Ilham menutup wawancara ini dengan harapan besar terhadap masa depan wastra Sumatera Selatan, khususnya kain-kain dari daerah uluan yang mulai diperkenalkan kembali lewat karya replikanya.

“Semoga semakin banyak masyarakat Sumatera Selatan yang peduli dan bangga terhadap kekayaan wastra daerahnya sendiri. Kami ingin kain-kain uluan ini bisa memperkaya khazanah Wastra Nusantara, bahkan menembus panggung nasional dan internasional. Selama ini kami baru bergerak di Palembang saja, dan berharap ke depannya ada dukungan, termasuk sponsor, agar kami bisa ikut serta dalam event-event wastra berskala lebih besar.”
Tak hanya sebagai bentuk pelestarian budaya, Ilham juga menekankan bahwa upaya merevitalisasi wastra tradisional membuka ruang ekonomi dan keterlibatan sosial yang luas.
“Dalam proses pelestarian ini, banyak pihak yang terlibat: ibu rumah tangga, remaja, bapak-bapak—semua ikut andil dalam berbagai tahapan, mulai dari pencelupan benang, penghanian, menyucuk suri, pembuatan motif, menenun hingga finishing. Jadi, ini bukan sekadar melestarikan kain, tapi juga menghidupkan ekosistem budaya dan ekonomi lokal.”
Profil Usaha:
Zhuliansyah Songket
Pemilik: Ilham
Berdiri Sejak: 2009
Alamat: Perumahan Demang Mas II No. B2
Jalan Tanjung Raya, Kelurahan Lorok Pakjo, Palembang
Fokus: Reproduksi kain-kain songket, tenun, dan sulaman khas Sumatera Selatan yang telah punah