Bakat seninya membuat banyak permintaan orang untuk menjadi guru melukis

Sejak usia lima tahun, Jessy sudah pandai memainkan pinsilnya membuat sebuah gambar. Hanya rasa belum percaya diri yang membuatnya tidak terlalu meneruskan bakat ini dibidang melukis secara murni. Awalnya wanita berdarah Menado ini, malah lebih percaya untuk bekerja di bidang advertising sebagai Art Director. Ketika ia berpindah ke negara lain inilah, Jessy mulai kembali mencoba bakat terpendamnya di Chili. “Untuk memperdalam jiwa seni saya, maka saya kembali menimba ilmu di Akademi Art Valparaiso”.

“Disinilah saya mulai banyak melukis diatas kanvas, dan dari sinilah saya mulai merasakan keasikan dan jiwa seni saya yang sebenarnya yang dulu pernah ada namun tak saya kembangkan karena ada keraguan”. Bakatnya membuat ia dengan cepat meraih hati para penggemar seni dan banyak yang memintanya untuk menjadi guru melukis, namun saat itu dirinya yang baru menyelesaikan ilmu di akademi seni, belum merasa yakin bisa menjadi guru.

Hingga ia kembali berpindah negara, mengikuti suaminya ke La Réunion. Di sanalah, ia menemukan kepercayaan diri untuk pameran dan mengajar. Awalnya karena desakan dari seorang pelukis lain, yang selalu terpukau dengan karya lukisan Jessy, untuk mencoba mengajar di sebuah asosiasi ‘Amical’.

Pada awalnya Jessy ragu apakah mungkin ia bisa menjadi guru seni? namun desakan dari seorang pelukis yang berkata “mengapa kamu punya bakat tapi tidak  dibagikan kepada orang lain ?”. Dari situlah mulailah ia mencoba mengajar di asosiasi Amical.

“Awalnya tentu saja saya sedikti gugup, tapi siapa yang sangka dugaan teman saya ternyata benar, selain pengajaran bisa berjalan lancar juga ternyata memberikan ilmu saya kepada orang lain membawa kepuasaan tersendiri bagi saya…”

Kepercayaan diri inilah yang membuat saya akhirnya meneruskan untuk mengajar atau memberikan atelier kepada beberapa asosiasi.

“Saya memang lebih senang ketika atelier yang ditawarkan sifatnya banyak mengandung sisi kemanusiaan, misalnya untuk para penderita kanker, di situ saya bisa melihat bagaimana mereka asik dalam dunia seni selama beberapa waktu, mencoba berkarya dan melupakan apa yang sebenarnya sedang mereka derita, sangat menyentuh bagi saya ketika melihat mata mereka memiliki pancaran harapan ketika kuas mereka bermain, itu adalah sebuah karunia bagi saya sebagai seorang guru”.

Karya lukisan Jessy, beberapa kali di pamerkan di La Réunion. Selama tiga tahun berturut-turut, ia dipercaya untuk mengadakan pameran atas permintaan dari kota setempat. COULEURS DE CHINE, EN PASSANT PAR L’ART, COULEURS D’ASIE dan pameran lainnya.

“Pameran yang paling berkesan bagi saya adalah di kota St. Denis. Karena tidak hanya dihadiri para atase dari negara lain, juga di sanalah saya bisa berkenalan dengan banyak seniman lainnya. Hingga ratusan orang yang datang untuk pembukaannya saja, itu pengalaman yang melekat di saya, karena itu adalah salah satu nilai lebih yang membuat saya semakin yakin dengan bidang lukis yang saya ambil dan sebagai guru untuk berbagai ilmu”.

Sebagai seorang guru, Jessy tak pernah melupakan muridnya. Beberapa pameran yang pernah di lakukan, karya muridnya ada beberapa yang ia ikut sertakan bersama.

“Murid-murid saya sangat bangga dan bahagia sekali. Karena saya bisa membagikan kebersamaan inilah yang membuat saya lebih bahagia lagi melihat kebanggaan mereka”. Meskipun di akui oleh pelukis wanita ini menjadi guru asia di Prancis saat ini bukanlah hal yang mudah, karena ia merasakan sejak dirinya kembali ke Prancis sejak tahun lalu. Namun, semangatnya sebagai guru selalu yakin jika wanita Indonesia juga bisa berkarya di luar negeri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *