Mahasiswa Indonesia ikut teliti vaksin COVID-19 di Oxford Inggris
Mahasiswa Indonesia Indra Rudiansyah (28 tahun) ikut terlibat dalam penelitian dan bergabung dengan tim Jenner Institute Uni of Oxford yang membantu uji klinis Vaksin Covid-19 yang tengah berlangsung di Universitas tertua di dunia.
“Saya tentunya sangat bangga bisa tergabung dalam tim untuk uji klinis vaksin Covid-19 ini, meskipun ini bukan penelitian utama untuk thesis saya,” ujar Indra Rudiansyah yang menempuh pendidikan D.Phil in Clinical Medicine, Jenner Institute, University of Oxford, Kamis (23/7).
Uji coba vaksin Covid-19 di Pusat Vaksin Oxford dilaksanakan Jenner Institute dan Oxford Vaccine Group. Tim bekerja mengembangkan vaksin untuk mencegah Covid-19 sejak 20 Januari lalu dipimpin Prof. Sarah Gilbert, Prof. Andrew Pollard, Prof. Teresa Lambe, Dr Sandy Douglas, Prof. Catherine Green dan Prof. Adrian Hill.
Menurut anak kedua dari tiga bersaudara itu, penelitian utama untuk thesisnya adalah vaksin malaria. Namun keikutsertaannya dalam tim ini merupakan kasus nyata dari penelitian vaksin untuk menyelamatnya banyak nyawa orang.
Indra Rudiansyah yang mendapat beasiswa dari LPDP itu mengaku keterlibatannya dalam uji klinis tersebut adalah menguji respons antibodi dari para volunteer yang sudah divaksinasi. Indra merupakan mahasiswa S3, di Program Clinical Medicine, Jenner Institute Uni of Oxford yang berasal dari Bandung.
Menurut dia, meski meneliti vaksin malaria, ketika wabah Covid-19 terjadi awal tahun ini, beberapa kolega mulai mendesain vaksin tersebut. Setelah wabah mengalami eskalasi menjadi pandemi, semua aktivitas di kampus ditutup kecuali untuk bidang yang terkait dengan Covid-19. Pada saat yang sama ketua program menawarkan bagi siapa saja yang bekerja dengan non-Covid jika ingin bergabung akan diperbolehkan. Dari situ Indra bergabung dengan tim untuk membantu uji klinis.
Menurut Indra yang meraih S1 di bidang Mikrobiologi ITB, sebenarnya tidak ada duka dalam keterlibatannya di tim. Namun, tentunya ada tantangan tersendiri dalam bekerja dengan tim tersebut.
Indra yang meraih S2 Bioteknologi ITB dengan Fast Track Program, mengatakan proses pengembangan vaksin sangat cepat hanya dengan enam bulan sudah menghasilkan data uji preklinis dan inisial data untuk safety dan immunogenisitas di manusia.
“Biasanya untuk vaksin baru paling tidak memerlukan waktu lima tahun hingga tahapan ini,” ujar Indra yang lahir tanggal 1 September 1991 lalu. Sehingga, dia dan tim dituntut untuk selalu bekerja dengan baik dan cepat dan siap dengan perubahan rencana yang ada karena kondisi serba dinamis. (Antara) (Doc Pribadi)