PMI Asal Cianjur Lolos dari Hukuman Mati di Arab Saudi
Adewinda binti Isak Ayub, 43 tahun, seorang PMI asal Cianjur selamat dari hukuman mati setelah majikan membatalkan gugatannya.
“Adewinda dinyatakan lepas dari hukuman mati setelah orang tua korban sebagai pemilik hak qisas secara sukarela dan tanpa syarat apa pun menyatakan “tanazul”, yakni pembatalan tuntutan hukuman mati pada sidang lanjutan Maret 2021 di Pengadilan Pidana Riyadh,” kata Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, dalam keterangan tertulis, Senin, 24 Mei 2021.
Menurut Duta Besar Maftuh, pihaknya baru menyampaikan kabar gembira ini karena memastikan sampai mendapat salinan putusan Pengadilan dan memastikan dari semua aspek bahwa Adewinda binti Isak Ayub telah benar-benar bebas dari hukuman mati (qisas).
Bukan hanya itu, untuk membaca dan memahami amar putusan yang terdiri 9 halaman tersebut, dibutuhkan pemahaman komprehensif tentang Fiqih Jinayat (Hukum Pidana Islam).
Setelah pembatalan tuntutan hukuman mati ini, Adewinda artinya hanya akan menjalani hukuman 5 tahun penjara dipotong 2 tahun. Dengan begitu, Adewinda hanya tinggal menjalani sisa satu tahun ke depan masa tahanannya jika putusan ini disahkan secara inkrach oleh Pengadilan Kasasi yang sedang berjalan.
Kasus hukum yang terjadi pada Adewinda terjadi pada 3 Juni 2019. Ketika itu, dia ditahan oleh Kepolisian Distrik Aziziah, Riyadh atas tuduhan membunuh anak perempuan majikan berusia 15 tahun, yang mengalami keterbelakangan mental.
Dalam tuduhan itu, Adewinda disebut memukul berkali-kali pada bagian kepala sang anak sampai meninggal. Pengadilan juga memutuskan bahwa Adewinda terbukti melakukan pembunuhan.
Ketika melakukan perbuatan tersebut, Adewinda sendiri diduga dalam kondisi depresi. Pasalnya, selama 5 tahun terakhir dia dikurung berdua dengan korban dalam suatu ruangan dan tidak mendapatkan akses dunia luar.
Hal tersebut oleh KBRI Riyadh lalu dilihat sebagai salah satu celah penting untuk membebaskan Adewinda dari hukuman mati.
Pernyataan “tanazul” (pembatalan tuntutan qisas) oleh orang tua korban tidak lepas dari keberhasilan pendampingan intensif yang dilakukan KBRI Riyadh, termasuk pendekatan persuasif kepada orang tua korban guna meyakinkan bahwa kejadian tersebut tidak dapat dilepaskan dari kesalahan dan tanggungjawabnya akibat mengurung Adewinda dan anaknya selama bertahun-tahun.
Yang menarik, proses pendampingan kasus ini tidak melibatkan jasa pengacara sama sekali.
Dengan bebasnya Adewinda dari hukuman mati, maka ini menambah daftar keberhasilan KBRI Riyadh dalam menyelamatkan WNI di Arab Saudi dari ancaman hukuman mati.
”Ini adalah takdir diplomatik yang indah, Allah memberikan kemudahan kepada KBRI Riyadh untuk melakukan diplomasi kemanusiaan menyelamatkan WNI yang menghadapi tuntutan hukuman mati,” kata Duta Besar Maftuh.