Marcella Purnama: Berbagi Kisah Hidup Lewat Tulisan
Keinginan awalnya untuk bidang Komunikasi berangkat atas saran salah satu guru SMA yang memuji dia sebagai anak yang piawai dalam memberi opini dan menyarankan untuk masuk jurusan komunikasi. Dengan itu, seorang Marcella memutuskan untuk mengikuti saran gurunya dan mengambil jurusan Komunikasi di University of Melbourne.
Ia melihat bahwa perjalanan kuliah dalam tahun pertama pun tidak berjalan mulus dan menuntut dirinya untuk berusaha. “Tahun pertama itu susah banget, when you can’t communicate with everyone else, it’s very hard for you to live day to day in general. Jadi waktu tahun pertama aku paksa banget, mau gak mau harus dibiasakan ngomong Inggris, nonton TV tanpa subtitle, baca buku yang semuanya Inggris,” ujarnya. Mantan jurnalis Meld Magazine ini juga sempat merasa dirugikan karena keberadaannya sebagai minoritas, warga Indonesia yang harus berkompetisi dengan orang lokal di bidang menulis.
Ia merasa dirinya tidak akan sebaik penulis lokal namun akhirnya. Singkat cerita ia sadar bahwa ia memiliki gaya penulisan yang khas. Berbeda dengan penulis lokal, latar belakang dan perjalanan hidup yang juga berbeda, dimana itu bisa menjadi keunikannya dalam menulis. Ia belajar dari Meld Magazine bahwa ia juga bisa punya pembaca yang berbeda dengan orang lokal, yaitu para mahasiswa internasional, non-lokal yang mengalami konteks yang sama dengan cerita yang ia tulis. Usaha memang tidak mengkhianati hasil, dalam proses tersebut, Marcella berhasil untuk membiasakan dirinya berbahasa Inggris dan pada akhirnya bisa fasih untuk menulis dan berinteraksi, bahkan menulis buku menggunakan bahasa keduanya itu.
Kegemaran Bercerita
Cerita kehidupan seorang Marcella dari tahun ke tahun pun mengisi setiap posting membanjiri blog miliknya tersebut. Tak disangka, ternyata salah seorang temannya pun melihat blog lalu mengirimnya kepada karyawan salah satu perusahaan penerbit terkenal di Indonesia. Dengan itu, ia mendapat tawaran untuk menulis dan menerbitkan buku dari cerita yang telah ia sampaikan di blog.
Perempuan yang hobi masak ini mengaku bahwa inspirasinya dalam menulis datang dari berbagai macam peristiwa umum yang ia jalani dalam kehidupan. Dari tentang hubungan, sampai pengalaman mentorship. Lantas, tema mid-life crisis, hidup di umur 20an yang berdasarkan kisah hidup yang dialaminya menjadi topik besar yang Marcella ceritakan di buku What I Wish I Had Known. Tujuannya menulis adalah agar setiap pembaca bisa relate dengan cerita yang ia sampaikan, “Aku juga lihat teman-teman banyak alami hal yang sama dengan aku, cuma we just don’t share it,” ucapnya. Ia sadar bahwa tantangan dan masalah anak muda sekarang mungkin beda dengan apa yang dialami generasi orangtua dahulu kala, dimana anak sekarang lebih fokus dalam mencari fulfilment, passion, dan ia mengangkat ceritanya dalam menjajaki tantangan ini dalam bukunya.
Pertanyaan di komentar blog nya tentang topik tersebut juga menjadi tujuan dia untuk menjawab dan bercerita. Sesederhana memberi pandangan yang memberi tahu orang kalau mereka tidak sendirian dalam menghadapi tantangan yang ada.
Pesan Marcella bagi Mahasiswa Indonesia
Zaman sekarang, kebanyakan artikel dan tulisan di media seputar karier apalagi untuk Millennials, seringkali dikaitkan dengan satu kata, yaitu; ‘passion’. Apa yang menjadi passion Marcella dan bagaimana ia melihat hal ini dalam pekerjaannya sebagai penulis? Baginya, passion adalah hal yang membuat dia excited. Tanpa passion, apa yang menjadi pendapatan finansial dan pekerjaan juga akan merugikan seseorang karena bisa berakibat isu mental dan ketidaksenangan dalam hidup.
Berbeda dari apa yang kebanyakan tersebar di media, Marcella melihat bahwa passion bukan harus menjadi sebuah perasaan kuat yang mendorong seseorang untuk bekerja sangat keras dengan 110% usaha, karena sebagai manusia pasti bakal ada titik jenuh meski suka mengerjakan suatu hal. “If you care about it, want to do something about it. For me it is passion,”
“Pursue your dreams, but be realistic as well. Speaking from experience, aku sudah lewat masa kuliah, kerja,”dan Marcella melihat bahwa masa kuliah menjadi hal dimana seseorang bisa bebas mencari hal yang orang itu minati. Itu adalah masa dimana seseorang bisa memberikan 110% untuk jurusan yang mereka pelajari di bangku kuliah.
Ketika menemukan passion, sebaiknya orang tersebut harus tetap terbuka kepada kesempatan lain dan tidak melihat suatu hal dengan kacamata kuda. “Don’t be afraid to go outside your comfort zone and try different things, you will never know what the future will bring. If you want to explore, now is the time,” tutupnya.
Nara sumber: BUSET/Adisa