Webinar Para Pelaku Bisnis di Prancis yang Terkena Dampak Lockdown

Beberapa pelaku bisnis indonesia di Prancis mengaku selama masa lockdown usaha mereka mati total namun bagi beberapa pengusaha lainnya yang melakukan bisnis via e-commerce dan dibidang restoran masih bisa melakukan usahanya walaupun masih di bawah 50 persen keuntungan yang didapat.

KJRI Marseille dengan tema ‘Bincang Wirausaha Indonesia di Selatan Prancis’ mengajak para pelaku bisnis indonesia untuk diskusi dan berbagai pengalaman dampak usaha mereka selama masa lockdown.

Webinar ini dipimpin oleh Erie Bawono sebagai Acting Konjen KJRI Marseille.

Usaha restoran indonesia di Prancis rupanya lebih bisa bertahan selama masa lockdown. Hal ini dikarenakan Pemerintah Prancis masih memberikan kelonggaran kepada para pengusaha restoran untuk tetap berjualan namun hanya dengan sistim take away atau delivery dengan syarat mematuhi peraturan kesehatan secata ketat.

Beberapa pengusaha restoran seperti Sugi di Marseille, Susie di Ardèche dan Iwan di Toulouse ketiganya menyatakan sistim ini masih bisa membuat perekonomian usaha mereka berjalan.

Walaupun menurut Sugi, keuntungan yang didapat pada awal lockdown hanya 20% saja dan berangsur naik hal ini kemungkinan dikarena masih banyak orang yang takut untuk membeli makanan dari luar. Iwan di Toulouse juga merubah sistim restoran menjadi take away saja. Sebaliknya dengan Susie yang memiliki snack usahanya malah disaat pendemi berjalan lebih baik dan bisa menutupi kerugian dibidang usaha lainnya yaitu penginapan kamping yang mati total.

Pengusaha lainnya Toko Bu Yati yang menjual berbagai bahan pangan dari Indonesia menyatakan pada awal bulan pertama lockdown memilih untuk tutup usaha. Meskipun mereka lebih banyak berjualan dengan sistim e-commerce namun karena faktor usia yang dianggap cukup riskan dan adanya hambatan dalam pengiriman di mana kantor pos prancis selama masa lockdown tidak berjalan seperti biasanya dan pengiriman yang mereka pakai juga ikutan tutup.

Namun bulan kedua, karena pengiriman mulai berjalan semi normal, mereka membuka kembali usahanya. Tak disangka, kerugian satu bulan akibat usaha tutup langsung terganti dengan 2 minggu dimana pesanan melimpah. Bahkan hingga keluar Prancis. Toko Bu Yati mengaku usahanya memang lebih banyak dengan sistim e-comerce dan ini salah satu kelebihan disaat karantina kemarin.

Escale à Java nama toko yang dimiliki oleh pengusaha Agus di kota Palavas yang terkenal sebagai kota turis karena pantainya, selama masa lockdown mati total. Agus bahkan mengaku dirinya sangat mengalami kesulitan untuk hidup sehari-hari karena sama sekali tidak adanya pemasukan dan yang ada kerugian hingga boleh dibilang 200 persen begitu tuturnya. Ia mengaku dirinya dan keluarga bisa tertolong pada akhirnya setelah mendapat bantuan dari Pemerintah Prancis yang datang hanya 3 hari setelah dirinya mengajukan permohonan untuk ditolong.

Agus kurniawan
Agus Kurniawan pengusaha artisanal indonesia

Bantuan sebesar 1500 euros dari Pemerintah Prancis itulah yang membuatnya bisa bertahan untuk mencukupi kehidupan kesehariannya walaupun dengan pas-pasan. Toko Escale à Java ini menurut Agus memang masih memiliki kekurangan yaitu tidak melakukan penjualan secara e-commerce yang membuatnya menjadi kehilangan mata pencaharian.

Eka Moncarre, sebagai direktur VITO ( Visit Indonesia Tourisme Officer) Prancis menyatakan jika salah satu usaha yang paling terkena dampak panjang adalah justru dibidang pariwisata. Jika usaha lainnya masih bisa berjalan dengan sistim lainnya, tidak bagi pariwisata karena wisata berkaitan dengan berpergian. Menurutnya kalaupun setelah lockdown akan masih banyak orang yang belum berani untuk berpergian dan hal ini tidak bisa ia perkirakan hingga kapan.

Namun selama masa lockdown Eka sebagai direktur VITO tetap melakukan diskusi secara online dengan berbagai pihak travel di Prancis dan Indonesia dan ia mendapatkan jika ternyata wisatawan Prancis yang telah membeli tour ke Indonesia memilih untuk menyimpan tiket mereka karena tetap berkeinginan untuk wisata ke Indonesia. Lebih mengejutkan lagi ia mendapatkan ada 30.000 wisatawan prancis jumlahnya yang hingga kini masih tetap memilih untuk menyimpan tiket perjalanan wisata mereka ke Indonessia. Jumlah yang luar biasa menurut Eka Moncarre.

Menanggapi berbagai masukan dari wirausaha indonesia di Prancis, KJRI Marseille mengambil kesimbulan jika saat ini dan untuk mendatang bahwa e-commerce memang usaha yang lebih fleksibel dalam berbagai situasi bahkan bisa keluar dari kesulitan selama masa pendemi. KJRI juga mengajak para pelaku bisnis indonesia di Prancis untuk saling mendukung sesama pengusaha. Misalnya dengan memakai jasa, olahan makanan, kopi, produk kerajinan dan lainnya dari sesama wirausaha indonesia hal ini bisa menjadi salah satu cara untuk memperkuat perekonomian diaspora indonesia di Prancis.

KJRI Marseille juga menyambut baik ide dari Eka Moncarre untuk memperkuat usaha para wirausaha indonesia dengan membuat sebuah jaringan sistim online. KJRI juga siap membantu pengusaha indonesia yang ingin melakukan ekspor ke Prancis namun untuk hal ini ditegaskan harus dengan ketentuan yang sudah berlaku. Salah satunya setiap barang atau makanan harus sudah memiliki sertifikat yang ditentukan oleh Pemerintah Prancis. Dengan sertifikat inilah KJRI bisa membantu para wirausaha di Indonesia untuk memasarkan produk mereka. Tanpa adanya sertifikat ini, KJRI Marseille menyatakan produk indonesia akan sulit untuk tembus dipasaran dan mendapatkan pembeli.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *