Keluarga Indonesia Terpaksa Mengungsi Akibat Kebakaran Hutan di Australia
Langit Canberra yang biasanya biru cerah, dengan awan putih yang bergelantungan perlahan berubah warna menjadi abu-abu.
Catatan Perantauan Efa Refnita di Canberra Australia.
Musim panas 2019 di Canberra, diawali dengan suhu yang sangat sejuk berkisar 2-14 derajat celcius. Tidak aneh memang karena sepanjang tahun biasanya suhu Canberra termasuk kategori dingin. Kami pun sering bercanda kalau musim panas di Canberra hanya numpang lewat saja.
Namun ada hal yang berbeda diawal summer ini yaitu asap hasil kebakaran hutan yang berada di kota kecil daerah New South Wales (NSW), kota kecil terdekat Canberra.
Langit Canberra yang biasanya biru cerah, dengan awan putih yang bergelantungan perlahan berubah warna menjadi abu-abu.
Berbagai kegiatan outdoor pun mulai terganggu. Biasanya hampir setiap hari saya mengajak anak-anak bermain di taman yang hanya berjarak 3 menit dari rumah dengan berjalan kaki. Kegiatan tersebut akhirnya terpaksa saya kurangi.
Begitu juga dengan berbagai kegiatan olahraga di luar rumah juga mulai terkendala. Putra sulung saya pun terpaksa harus bersabar ketika jadwal latihan bolanya terganggu. Sebagai pecinta sepak bola yang tergabung dalam club premier league dibawah 1 tahun tentunya ia merasa kecewa. Tapi sudah menjadi ketentuan, izin penggunaan pemakaian lapangan tidak diberikan jika kondisi udara dalam tingkat berbahaya.
Tanggal 7 Desember 2019, dalam perjalanan pulang nonton bareng pertandingan sepakbola Sea Games 2019 Indonesia-Vietnam, kondisi asap semakin tebal. Suasananya sih mirip dengan ketika diselimuti kabut yang biasa turun di Canberra. Bedanya saat itu, bau menyengat seperti sedang berbekuan sangat terasa. Bukan saja mengganggu penciuman, asap yang datang sungguh tidak nyaman di mata. Membuat mata gatal dan perih. Satu hal yang membuat saya lega saat itu, si bungsu yang baru berumur 14 bulan, masih tetap bisa ceria seperti biasa.
Tingkat udara Canberra semakin hari semakin jelek. Dari laporan Air Quality Index keadaan udara sekitar 817, sudah memasuki level empat kali dari dasar level berbahaya
Area kebakaran hutan yang meluas, suhu udara Canberra juga ikut meningkat serta kelembaban yang rendah, ditambah dengan hujan yang tidak kunjung turun memperparah keadaan yang ada. Beberapa komunitas muslim canberra mulai mengadakan sholat Istisqo. Sholat untuk meminta ampunan dan pertolongan pada Allah SWT agar berkenan menurunkan hujan yang berkah.
Demikian juga dengan Association Australian-Indonesia Muslim Foundation of the ACT (AIMF-ACT). Pada tanggal 25 desember 2019, berlokasi di Narra Park, komunitas muslim Indonesia mengadakan sholat Istisqo. Alhamdulillah sekitar 100 orang menghadiri sholat Istisqo pada hari itu.
Dalam menyambut tahun baru, mengingat kondisi lingkungan yang sedang tidak bersahabat, pemerintah setempat mengambil keputusan untuk membatalkan pesta kembang api pada malam pergantian tahun. Di tempat-tempat terbuka umum juga diperlakukan larangan penggunaan api. tentu saja larangan sangat tepat dan penting mengingat suhu udara yang bertambah tinggi (sekitar 38-40 derajat celcius) dengan kelembaban dibawah 10 persen memudahkan terjadinya gesekan yang menimbulkan kebakaran.
Sedikit kilas balik waktu itu sekitar tahun 2004, sebagai gambaran rentannya kebakaran terjadi saat musim panas di Australia
Ketika saya dalam perjalanan keluar kota Victoria. Di sisi kanan dan kiri rel kereta, beberapa semak terbakar secara tiba-tiba. Pengalaman tersebut cukup membuat saya menjadi sangat resah dengan situasi kebakaran yang lambat laun mulai mendekat ke wilayah Canberra.
Menjelang akhir tahun kondisi udara semakin tidak sehat. Asap sudah mulai masuk kedalam rumah, pusat-pusat perbelanjaan, rumah sakit dan tempat-tempat umum lainnya.
Siaga satu asap dan kebakaran mulai disebarkan oleh pihak terkait. Act Emergency Service Agency dan media ABC Canberra selalu memberikan berita terkini.
Waktu itu, diperkirakan puncak kebakaran akan terjadi pada hari jumat tanggal 4 januari 2020. Diprediksi kebakaran yang terjadi akan memasuki wilayah Canberra. Dan perkiraan itu pun menjadi kenyataan. Namadgi forest yang merupakan hutan lindung yang berada di pinggir selatan Canberra juga telah terbakar.
Australian Government Bareau of Meteorology terus menerus memberikan update berita. Dapat dipahami karena kebakaran akibat kondisi saat ini, mirip dengan kondisi beberapa tahun lalu. Mengakibatkan kebakaran besar di beberapa daerah perumahan di ACT pada tahun 2003 , Berasal dari sebaran kebakaran hutan.
Pemerintah setempat pun secara sigap mengeluarkan panduan Bushfire Survival Plan.
Panduan bagi warga Canberra menghadapi kemungkinan yang akan terjadi. Disesuaikan dengan kondisi masing-masing keluarga. Dari panduan tersebut, menunjukan kami sekeluarga sebaikanya meninggalkan lokasi secepatnya sebelum terjadi kemungkinan yang lebih buruk.
Jumat 3 januari 2020, dengan mengendarai mobil kami meninggalkan Canberra menuju Melbourne. Pada saat itu, kondisi Melbourne jauh lebih baik dari Canberra. Walaupun Melbourne juga dikepung oleh api kebarakaran hutan dari wilayah Victoria namun hembusan angin tidak terpusat pada kota tersebut. Berbeda dengan Canberra, asap yang memenuhi wilayah Canberra berasal dari kebakaran hutan yang berada di daerah NSW. Arah angin dan kondisi alam Canberra yang diapit oleh pegunungan membuat asap yang datang, sulit untuk beranjak meninggalkan canberra.
Perjalanan Canberra Melbourne biasanya memakan waktu sekitar 6-7 jam. Namun hari itu, kami menempuh waktu yang lebih lama yakni sekitar 9 jam. Perjalanan saat itu, memang bukan perjalanan biasa. Sepanjang jalan kami menjumpai asap dimana-mana. Beberapa ruas Jalan yang sangat berdekatan dengan area kebakaran pun ditutup. Kami melewati beerapa daerah dengan asap yang sangat tebal. Hanya berjarak pandang 300 meter dengan bau asap yang menyengat.
Pemandangan kiri kanan yang biasanya sangat indah menyejukan mata, berganti menjadi suasana kekeringan. Begitu juga dengan hewan-hewan ternak yang biasa terlihat segar saat itu tampak kurus dan kusam, mungkin karena mereka sedang kehausan dan bulu halusnya selalu tertutupi asap. Bahkan dari kejauhan saya melihat sapi yang tergelimpang diantara jerami yang kering.
Jujur saja ada sedikit rasa takut menembus daerah yang penuh dengan asap. Namun hati saya menjadi lebih tenang melihat banyak mobil yang melintas di jalan yang sama. Jalanan dipenuhi mobil-mobil caravan, mobil yang membawa speed boat dan mobil keluarga lainnya. Dari plat mobil terlihat berasal dari plat mobil canberra dan juga Victoria. Kami menduga sebagian dari mereka adalah para wisatawan yang akan menghabiskan waktu didaerah pantai. Hanya saja liburan terpaksa dibatalkan, karena kawasan Bateman bay dan beberapa daerah pantai lainnya menjadi wilayah yang tertimpa musibah kebakaran.
Kondisi udara di Melbourne jauh lebih baik dari Canberra, walaupun asap menghampiri kota bisnis itu namun hujan yang turun selama dua hari berturut-turut, cukup membuat tanah menjadi basah, tumbuhan pun tampak hijau dan sehat
Selama di Melbourne, kami menghabiskan waktu menikmati keramaian yang ada. Keramaian yang tidak akan kami temui di Canberra. Kami juga mengunjungi beberapa sahabat yang ada, menikmati kenangan ketika kami tinggal di kota itu. Yah, Melbourne merupakan kota yang mempunyai sejarah dalam kehidupan kami. Di kota itu kami mendapatkan predikat menjadi orang tua karena putra pertama lahir di sana.
Walaupun begitu, rasa cemas akan kondisi Canberra tetap mengikuti. Saya dan suami selalu memantau perkembangan yang ada. Mulai tanggal 4 Januari suhu udara di Canberra naik dengan cepat. Hingga tembus ke angka mendekati 45 derajat celcius. Sementara kelembaban udara sangat minim, dengan titik terendah sekitar 6 persen. Kondisi seperti itu bertahan sampai waktu menjelang malam. Dari laman Act Emergency Bushfire, diberitahukan ada kebakaran di beberapa titik semak/rumput di Australia Canberra Teritory (ACT). Namun pada waktu itu belum dapat dipastikan apakah penyebabnya karena keganasan alam, atau karena perbuatan manusia. Alhamdulillah kebakaran semak yang terjadi dapat segera diatasi.
Berbeda dengan kebakaran hutan yang berada di NSW atau Namadgi Forest yang berbatas dengan Canberra. Kebakaran yang terjadi bertambah parah dan menjalar dengan cepat.
Informasi yang didapat dari teman-teman, asap mulai memasuki Canberra pada malam hari. Pekat, bau menyengat dan mengandung serpihan yang terasa tajam.
Esok harinya, suhu udara lebih bersahabat namun kondisi udara masih sangat buruk. Sinar matahari terhalang asap pekat, menyebabkan seluruh ruang terbuka menjadi berwarna jingga kekuningan. Bisa dibayangkan bagaimana kecemasan yang ada. Terutama pada orang orang yang rentan dengan gangguan pernapasan, lansia, anak- anak dan juga ibu hamil.
Walau memakan waktu yang cukup lama, kebakaran hutan sudah mulai dapat diatasi. Masih ada kebakaran di beberapa titik, namun suhu udara yang mulai menurun hari demi hari, membantu untuk meredakan kondisi yang ada.
Dari peristiwa bushfire ini, banyak pelajaran yang dapat saya ambil. Diantaranya saya melihat betapa masyarakat Australia ( khususnya Canberra) mempunyai tingkat kepedulian yang sangat tinggi. Orang-orang menunjukan rasa terima kasihnya yang sangat dalam pada para pemadam kebakaran dan juga relawan yang benar-benar telah menjadi pahlawan. Mereka menunjukan semua ungkapan itu dengan berbagai cara. Salah satunya beberapa restaurant menggratiskan makanan bagi pemadam kebakaran.
Demikian juga dengan people power yang membuat grup-grup Facebook untuk mengakomodir berbagai info dan bantuan. Masyarakat seakan akan berlomba-lomba memberikan bantuan kepada para pengungsi yang rumahnya habis terbakar . Juga pengungsi yang berasal dari daerah yang sangat dekat dari wilayah kebakaran.
Satu hal yang pasti semoga kejadian demi kejadian menambahkan keimanan saya pada Allah SWT. Tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa izin-Nya. Perubahan drastis terjadi dari bahaya dan ditengah teriknya musim panas serta gelungan asap tiba-tiba Allah menurunkan hujan yang lebat hampir diseluruh wilayah Canberra. Bukan hanya hujan air namun dibeberapa daerah Allah menurunkan hujan es yang cukup lebat, berukuran lebih besar dari batu kerikil. Suara gemuruh seakan ingin bergegas membasahi bumi, melepaskan dahaga akar pepohonan dan kicau burung
Saya berharap semoga kondisi alam Australia segera pulih seperti sedia kala.
Catatan Efa Refnita perantauan indonesia di Canberra.
Dokumentasi: Pribadi dan foto Ummi K. Video: Merna