Indonesia Berkomitmen Memberantas Penangkapan Ikan Secara Ilegal Melalui Kerja Sama Internasional

Kementerian Luar Negeri, berkerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Indonesia Ocean Justice Initiative, gencarkan pembahasan mengenai penanganan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF), melalui seminar daring “Ending IUU Fishing: Exploring Opportunities of International Coalition of Action” pada Selasa 1 Desember 2020.

Kegiatan ini diselenggarakan sebagai wadah diskusi dan pertukaran best practices dalam menghasilkan masukan, guna melengkapi kebijakan pemerintah Indonesia terkait IUUF, khususnya dalam konteks kerja sama internasional yang didasarkan pada dokumen laporan Blue Papers yang dihasilkan oleh High-Level Panel of Sustainable Ocean Economy (Ocean Panel).

Seminar menghadirkan lima orang narasumber yaitu Febrian Alphyanto Ruddyard (Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral, Kemlu), Peter Thomson (UN Secretary General’s Special Envoy for the Ocean), Prof. Sjarief Widjaja (Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, KKP), Gunnar Stolsvik (Policy Director on Transnational Organized Crime, Norwegian Ministry of Trade and Fisheries), Mas Achmad Santosa (CEO, Indonesia Ocean Justice Initiative), dan Per Erik Bergh (Coordinator, Stop Illegal Fishing). Kegiatan diikuti oleh lebih dari 800 peserta.

Dalam pidato pembukanya, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral menyampaikan bahwa aktivitas IUUF telah mengakibatkan kerugian ekonomi bagi masyarakat dan mengancam ekosistem laut di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sehingga isu pemberantasan IUUF menjadi salah satu fokus kebijakan maritim pemerintah Indonesia saat ini. Mengingat, praktek IUUF erat kaitannya dengan Transnational Organized Fisheries Crime (TOFC), untuk mengakhirinya dibutuhkan dukungan dan kolaborasi antar negara-negara dunia, khususnya yang wilayahnya memiliki garis pantai.

Para narasumber turut aktif menyuarakan pandangannya mengenai IUUF, antara lain terkait pentingnya rujukan terhadap SDG 14 (Life Below Water) dalam menyusun kebijakan terkait pemanfaatan sumber daya laut dan pencegahan tindak IUUF. Kerja sama internasional dan regional dalam penanganan IUUF juga harus dijajaki secara adil dan proporsional dalam berbagai bentuk seperti joint monitoring and inspection dan exchange of information.

Ocean Panel diprakrasai oleh Perdana Menteri Kerajaan Norwegia bersama 13 Kepala Negara/Pemerintahan lainnya, termasuk Presiden Joko Widodo, di tahun 2018 sebagai upaya mendukung tercapainya sustainable ocean economy dan sustainable ocean management, serta diharapkan dapat menjadi wadah pertukaran informasi dan best practices untuk mencapai agenda Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, terutama SDG 14 yang memiliki keterkaitan erat dengan penanganan overfishing.

Pada perkembangannya, Ocean Panel meluncurkan sebuah dokumen berisi serangkaian laporan dan penilaian yang disebut Blue Papers yang diharapkan menjadi rujukan bagi pemangku kepentingan dalam pembentukan kebijakan mengenai agenda kelautan dunia.

Selain itu, Ocean Panel juga akan menerbitkan dokumen acuan rekomendasi kebijakan dalam konteks sustainable ocean management dan sustainable ocean economy dengan judul “Transformations for a Sustainable Ocean Economy – A Vision for Protection, Production and Prosperity”, yang akan diluncurkan pada tanggal 3 Desember 2020 mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *