Kisah PMI di Arab Saudi, Tidak Bisa Pulang Kampung dan Tidak Dibayar Dengan Layak (bagian 1)

Enam belas tahun lebih bukanlah masa yang sebentar. Siapa pun yang sehat lahir dan batin pastilah memendam rasa rindu jika terpisah dengan keluarga selama itu. Lebih-lebih jika dia seorang ibu yang terpaksa meninggalkan anak dan suami karena harus pergi jauh untuk mengadu nasib di negeri orang.

Seperti yang dialami seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) berinisial AE. Perempuan asal Karawang, Jawa Barat, mengaku berangkat ke Arab Saudi pada 2003. Sejak itu, dia tidak pernah pulang, hingga suatu hari dia kabur ke KJRI Jeddah.

Sekitar tujuh tahun pertama bekerja, komunikasi AE dengan keluarga di tanah air terbilang lancar. Mereka masih leluasa saling bertukar kabar. Namun, beberapa tahun belakangan, jangankan minta pulang, minta waktu menelepon keluarga saja susah.

Pihak keluarga juga sempat mengeluhkan sulitnya berkomunikasi kepada PJTKI yang memberangkatkan AE. Namun, perusahaan tersebut diketahui telah tutup. AE bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) yang sehari-harinya merawat majikan perempuan di Jeddah. Upahnya per bulan hanya 800 riyal. Seharusnya dengan masa kerja 16 tahun 6 bulan, upahnya bisa naik hingga 2 ribu riyal. Sedihnya lagi, gajinya dikemplang majikan hingga 135 ribu riyal.

“Awal enam ratus ya, terus tujuh ratus, terus delapan ratus..,” ujarnya kepada petugas. Saat ditanya mengapa tagihan gajinya ditunda-tunda hingga sebesar itu, apakah tidak diminta tiap bulan ke majikan.

“Capek, capek Bapak. Kalau minta, ..(majikan bilang) ada di bank. Enggak mau kasih tahu sama orang lain. Saya bilang mau telepon ke anak, dianya (majikan) langsung sakit. Saya mau pergi ke luar (kabur), saya takut. Kan, di luar banyak orang. Saya ke Saudi pengen kerja. Pengen membahagiakan anak dan keluarga saya. Saya tinggalkan anak saya waktu tujuh tahun, sekarang 24 tahun. Ini cucu saya nih,” sambung AE kepada petugas sambil menunjukkan anggota keluarganya.

AE mengaku sepuluh tahun belakangan sangat jarang bertemu orang, kecuali majikan yang sudah lanjut usia dan sakit-sakitan. Karena saking jarangnya keluar rumah, keluarga majikan yang tidak serumah mengira AE sudah pulang. Seingat AE dirinya empat kali diajak majikan berlibur ke Mesir. Awalnya dia menolak. Dia bilang hanya ingin pulang ke Indonesia saja menengok keluarga. Namun, karena kasihan melihat majikan yang kesulitan berjalan akibat stroke yang dideritanya, dia akhirnya mau ikut majikan.

Perwakilan RI di Arab Saudi suatu hari menerima surat aduan dari pihak keluarga yang disampaikan melalui kementerian luar negeri di Jakarta. Isinya memohon bantuan pencarian AE yang telah lama hilang kontak.

Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah meneruskan pengaduan tersebut kepada instansi berwenang di Arab Saudi untuk memohon bantuan pelacakan keberadaan AE..Kabur dari rumah majikan. Suatu Ketika, saat majikan masuk rumah sakit, AE kabur atas bantuan ponakan majikan yang mengaku iba melihat nasibnya. AE diantar si ponakan itu ke KJRI Jeddah. Dari penuturan AE kepada petugas, dirinya telah berkali-kali minta kepada majikan agar diizinkan pulang, tapi permintaannya itu tidak digubris..

Bukannya sering lagi. Satu minggu, sebulan, setahun mungkin lima kali, enam puluh kali..tapi majikan bilang maa endi tayyarah.. (tak ada pesawat),” tutur AE kepada petugas. Bukan saja putus kontak dengan keluarga, sulit pulang dan gaji dikemplang majikan, tapi yang memilukan, mata sebelah kanan AE menjadi buta. Mengapa?…

Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *