Rudy Wowor Aktor Indonesia Dimata Putrinya, Siti Madinah

Namanya menjadi terkenal di dunia perfilman berkat perannya dalam film Tjoet Nja’Dhien, dimana dirinya juga terpilih sebagai nominasi untuk peran pendukung FFI 1998.

Aktor blasteran Belanda-Manado  ini mengawali karier di dunia seni peran sejak tahun 1970-an. Film-film terkenal yang pernah dibintanginya antara lain Impian Perawan (1976), Aladin (1980), Tjoet Nja’ Dhien (1986) dan Soerabaia ’45 (1990). Pria bernama asli Rudolf Canesius Soemolang Wowor ini, masih tetap berakting dibeberapa film lainnya hingga tahun 2017, seperti untuk film Ayat-Ayat Cinta (2008), Merah Putih (2009), Java Heat (2013), Sweet 20 (2017).

Dirinya meninggal dunia pada 5 oktober 2018 pada usia 77 tahun akibat kanker prostat. Aktor kelahiran Belanda 1941 ini meninggalkan tiga anak, Stephanie, Siti Madinah dan Michael. 

Kepada Surat Dunia, Siti Madinah membagikan kenangan almarhum dimatanya yang tidak sempat mendatangi pemakaman ayah tercinta dikarenakan kewajibannya sebagai ibu dari dua putri dan juga jauhnya tempat keberadaannya di Perancis Selatan. Namun, pada bulan Juli dan Agustus, ia berserta suami dan kedua putrinya, masih diberi kesempatan untuk berbagi banyak cerita bersama sang ayah, meskipun akui Siti Madinah, kondisi ayahnya sangat lemah, namun ia masih bisa melihat semangat dimata sang ayah melihat kehadiran mereka.

“Dimata saya, papa seorang ayah yang protektif, lucu, imaginatif, tegas dan sangat open minded. Waktu anak-anak saya lahir papa datang menunggu proses kelahiran kedua cucunya. Anak pertama saya lahir di DenHaag Belanda, papa datang menemani saya dalam banyak proses kehidupan di negara tersebut. Hal ini sangat berarti bagi saya, dukungan papa, nasihatnya membuat saya menjadi tenang dan lebih kuat. Kemudian anak kedua lahir, saat itu saya berada di Jakarta, dan papa kembali menunggu proses kelahiran. Dalam setiap saat penting almarhum selalu ada untuk saya.”

Putri kedua dari pasangan Rudy Wowor dan Reni Hoegeng ini, juga berwarisi darah seni ayah dan ibunya, Reni Hoegeng adalah seorang pelukis. Darah seni yang mengalir dari kedua orangtuanya, membuatnya tidak bisa mengelak ketertarikan kepada dunia seni dan entertainment. Ia sempat menjadi pembawa acara, bermain teater bersama Happy Salma untuk pertunjukan Nyai Ontosoroh, mengisi siaran radio hingga ikut dalam pementasan arahan EKI dance company. Kepindahannya ke Perancis dengan kesibukannya sebagai ibu dari Beatrice dan Letizia, membuatnya sementara ini lebih fokus kepada keluarga. Namun fashion designer, tetap merupakan salah satunya yang diminatinya hingga kini.

Berkat sang ayah, Siti Madinah mengaku, dirinya bisa beradaptasi dengan mudah di manapun ia tinggal, pesan almarhum selalu diingatnya menjadi pedoman dalam hidupnya.

“Jangan pernah merasa takut atau rendah diri di hadapan orang lain terutama orang asing di perantauan, jangan pernah lihat mereka sebagai orang bule, orang hitam, orang cina, perancis atau sukunya tetapi lihat keutuhan manusianya.” “Saya rasa maksud papa mungkin sebagai manusia kita semua sama. Tidak ada sesuatu apapun bisa menyentuh saya selain se ijin Allah.” Tutur Siti Madinah mengenang nasihat sang ayah.

Putri Rudy Wowor kelahiran tahun 1982 ini, mengaku sangat sedih ketika mendapat kabar ayahnya sakit. Tapi ia mengaku hanya bisa berdoa yang terbaik bagi ayahnya dan ikhlas. “Ikhlas pasrah itu menjadi bagian dari keadaan yang tidak bisa diubah, jujur sayapun masih belajar kata ikhlas ini..”.

Kebahagiaanya yang selalu ia kenang adalah meskipun sang ayah sakit, tapi masih bisa datang menengok dirinya dan keluarga di Perancis oktober tahun lalu. Ia sadar kondisinya lemah, namun dirinya sangat bersemangat untuk mengikuti semua aktivitas kedua cucunya, bahkan mengantarkan les balet, banyak bercerita kepada kedua anak kami mengenai dirinya sebagai penari juga di tahun 60-an bersama para penari perancis.

Saya kadang memanggil dia  “Papu” di depan kedua putri kami, ikutan panggilan sehari-hari dari dua anak kami kepada kakeknya.

“Setiap manusia pasti akan kembali kepada sang Khalik,” tutur Madinah. “Namun tetap saja suatu yang sulit kehilangan orang yang begitu berarti dalam kehidupan saya, walaupun saya tahu betul semua dalam antrian berpulang kepadaNya, tapi tetap rasa saat papa berpulang itu hati ini hancur pecah seperti kristal yang dibanting, dan boleh dibilang saat ini pelan-pelan saya sedang mengumpulkan pecahan tersebut untuk menjadi kuat kembali.”

Siti Madinah menyatakan, dirinya memang harus kuat, karena dimatanya sang ayah adalah seorang yang selalu berjuang dalam hidup untuk memberikan yang terbaik. “Ayah menguasai hingga 6 bahasa, sementara saya masih terus belajar, insyaAllah, saya bisa sehebat beliau karena papa berpesan agar saya bisa menguasai berbagai bahasa, ini adalah pesan terakhir papa kepada saya”.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *