Coklat VS Sanjai. Coklat Di Luar Negeri Banyak Dari Indonesia

Catatan Zeynita Gibbons

Biasa nya kalau orang Indonesia jalan-jalan ke Eropa tidak lupa membawa oleh-oleh coklat. Padahal kalau mereka tahu justru coklat berasal dari tanah air.

Tanpa disadari ternyata Indonesia kaya akan buah coklat sama hal nya dengan kopi maupun teh. Hal itu disampaikan ibu Priska yang menemani kami saat berkunjung ke Museum dan merangkap cafe chocolate di jalan Thamrin tidak jauh hotel Grand Zurih Padang.

Ibu Priska ibunda Prisilia yang menjadi pengusaha coklat dan cafe serta dilengkapi dengan museum menunjukkan betapa kayanya Sumatera Barat akan buah coklat dan bahkan perusahaan milik nya bersama suami sejak lama sudah mengekport coklat ke berbagai negara di seluruh dunia.Sama hal nya minum hot Coklat, Teh di Inggris juga sangat terkenal bahkan ada acara high tea minum teh di sore hari sambil menikmati kue-kue kecil seperti scon dan lain-lain.

Kembali ke coklat. Kami biasa di Inggris setelah dinner selalu diakhiri dengan minum teh atau kopi dengan ditemani sepotong coklat biasa nya dengan rasa mint. Apalagi menjelang Natal yang namanya coklat biasa kami yang bekerja di panti jompo mendapat berkotak-kotak coklat dengan berbagai rasa dan merek.

Pertama kali saya tertarik untuk mendalami coklat saat saya menetap di Paninjawan meliat di depan rumah banyak di jemur buah coklat begitu pun pohon coklat banyak terdapat dimana mana di Paninjawan. Pada saat bertemu dengan lelaki kecil Mika di rumahnya di daerah Agam yang tengah meliat tayangan youtube how to make a chocolate akhirnya mengantarkan Mika tinggal buat liburan di Paninjawan padahal anak ketek ini sangat tertutup dan jarang bergaul namun mau diajak ke paninjawan kebetulan Mika suka membaca buku Bhs Inggris yang banyak terdapat di Taman Ilmu Paninjawan. Saya dan Mila berencana akan membuat kue coklat mulai dari buah coklat yang kami jemur dan di sangrai di kuali laludi kupas menjadi bahan coklat. Sayang sampai saat ini rencana kami belum terlaksana.

Sebelumnya saat di bandara BIM Padang saya melihat ada counter coklat dan saya pun bertanya dengan gadis penjaga menyebutkan bahwa di Padang ada museum Coklat dan juga toko khusus menjajakan kue serba coklat. Kemarin sore bersama uni Nani, saya sempat kan datang ke toko Coklat dan ingin meliat museum dan sekaligus belajar how to make chocolate from the tree to bar. Saat kami tiba oleh penjaga disebutkan museum nya tutup dan kami berencana akan kembali dan sebelumnya kami pun tertarik untuk minum teh dengan sepotong kue coklat. Tidak lama seorang ibu menghampiri kami yang ternyata ibu Priska ibunda Prisilia pemilik museum dan cafe coklat. Beralamat di Jalan Thamrin No 39 Kota Padang, L’ile Chocolate sejak dua tahun lalu hadir dan menyuguhkan tempat dan makanan serba coklat. Selain makanan dan minuman serba coklat, tempat yang disebut dengan Instagrammable L’ile Chocolate, terkesan estetik.

L’ile yang dalam bahasa Perancis berarti pulau. Coklat ‘hand made‘ pertama kali dibuat Priscilla Partana, pemilik L’ile Chocolate yang ingin menyuguhkan coklat lokal Sumatra Barat menjadi cemilan berkelas dengan berbagai varian rasa bahkan ada coklat rasa rendang. Memiliki ide unik dengan mengolah coklat dengan varian rasa tak biasa membuat L’ile Chocolate disukai masyarakat. Di Bandara Internasional Minangkabau juga terdapat counter coklat L’ile Chocolate menjadi salah satu oleh-oleh yang dibawa wisatawan sepulang dari Kota Padang.

Ibu Priska menyebutkan ide membuat chocolate factory oleh putrinya Priscilla didapatkan saat ia menempuh pendidikan di Prancis.Menurut Priska, Priscilla Partana, lulusan University Reading, Inggris dan University Le Cordon Bleu, Paris, Prancis tertarik untuk mengembangkan coklat yang ada di Sumatera Barat. Tahun 2007 Priscilla Partana kuliah jurusan kuliner yang berkaitan dengan produk makanan di Le Cordon Bleu. Salah satunya adalah cokelat. Bersama kedua orang tuanya Priscilla Partana menanam pohon cokelat hingga tujuh hektare, kemudian mendirikan pabrik dan museum cokelat di Padang, Sumatera Barat. Biji cokelat diekspor ke Eropa, kemudian di Eropa diolah menjadi produk cokelat kemudian kembali dijual lagi ke Indonesia dengan harga mahal.

Kenapa tidak diolah saja di Indonesia? Setelah mempelajari teknik pengolahan cokelat, Prisilia bercita-cita mendirikan pabrik cokelat sendiri sehingga biji cokelat tidak perlu diekspor ke luar negeri. Indonesia adalah penghasil cokelat ketiga di dunia. Namun kenyataannya 99 persen diekspor ke luar negeri dan hanya satu persen diolah sendiri di dalam negeri. Harga coklat bar dengan bungkus motif kain songket itu dijual hanya Rp 40.000 per kemasan berat 70 gram dengan jenis dark cokelat 69 dan 54 persen cokelat serta milk 48 persen cokelat dengan berbagai rasa seperti rasa kopi, susu dan juga ada rasa dihatimu. Setelah membuka L’ile Chocolate Factory & Museum Priscilla Patarna juga mempraktikkan sendiri cara menanam cokelat. Sejak di Perancis dia sudah mempelajari cokelat, mulai dari sejarah, jenis hingga cara menanam dan mengolahnya. Saat mempelajari cokelat Priscilla mengumpulkan berbagai macam literasi. Semua literasi itu akhirnya dipajang dalam sebuah ruangan yang dia sebut sebagai museum cokelat.

Di museum itu berisikan berbagai macam literasi seperti sejarah cokelat, jenisnya, teknik menanam dan mengolah cokelat. Cita-cita jadi produsen cokelat pengusaha muda Priscilla Partana memiliki cita-cita agar Indonesia menjadi produsen hasil olahan cokelat di dunia. Apalagi Indonesia merupakan penghasil biji cokelat di dunia sehingga bahan baku sudah tersedia. Kalau saja pengolahan cokelat sudah menjamur di Indonesia, ia yakin biji cokelat Indonesia tidak lagi diekspor tapi sudah diolah di dalam negeri.

Satu tanggapan untuk “Coklat VS Sanjai. Coklat Di Luar Negeri Banyak Dari Indonesia

  • 29 Maret 2022 pada 7 h 23 min
    Permalink

    Indonesia itu coklatnya bagus hanya pengolahannya yang kadang masih kalah saing.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *