Pesta Akbar Olah Raga Internasional yang Luar Biasa

Catatan Sita Phulpin

Tak catur tahun sekali Paris mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pesta olah raga akbar Olimpiade. Sebelumnya, 100 tahun yang lalu Paris menjadi tempat digelarnya Olimpiade modern rekaan pria Prancis Pierre Coubertin tahun 1924, terakhir kali Olimpiade musim panas di Paris

Tidak salah jika Prancis mati-matian membuat Olimpiade ini sukses dan tak terlupakan.

Meskipun kabinet baru pemerintahan belum terbentuk sebagai buntut dari kekosongan kursi perdana menteri setelah pembubaran parlemen oleh presiden Macron 9 Juni lalu, Olimpiade Paris berjalan sukses, penuh gairah. Supporter dari berbagai negara tumpah ruah memenuhi Paris. Jalanan dan tansportasi Paris yang biasanya sepi pada bulan Agustus, pada periode Olimpiade ini selalu penuh. Yang paling heboh tentu suporter Prancis. Gegap gempita menjagoi para atlet Prancis yang terus melaju menggondol medali, emas, perak dan perunggu di berbagai bidang olah raga. Tim Olimpiade Prancis berhasil melampaui target yang ditetapkan. Sejenak masyarakat Prancis melupakan masalah politik dalam negeri.

Olimpiade Paris 2024 lain dari pada yang lain. Panitia menyelenggarakan berbagai pertandingan di udara terbuka berlatar belakang monumen-monumen dan di dalam gedung-gedung ikonik Prancis. Selain karena alasan lingkungan hidup, tentu saja ide ini menghemat dana yang tak sedikit. Prancis tak perlu membuang uang untuk membangun insfrastruktur baru untuk menggelar Olimpiade. Village Olimpique atau desa Olimpiade tempat para atlet menginap juga didesain sedemikian rupa hingga ramah lingkungan, dan terlebih lagi, bakal bisa digunakan sebagai rumah tinggal seusai pesta olah raga internasional ini.

Contohnya, kompetisi berkuda digelar di halaman Istana Versailles, pertandingan anggar dilakukan di Grand Palais di kawasan Champs Elysées, panahan digelar di lapangan depan Les Invalides. Les Invalides adalah makam Napoleon Bonaparte dan museum bersenjata yang dulunya adalah asrama dan rumah sakit para veteran perang jaman raja Louis ke-14. Avenue Champs Elysées dan Sungai Seine menjadi tempat lomba triathlon (gabungan balap sepeda, lari dan berenang).

Dok. JO 2024

Seremoni pembukaan Olimpiade Paris 2024 yang digelar Jumat malam minggu lalu (26/07) pun sangat istimewa, dan menjadi viral! Panggung seremoni tak hanya dipusatkan pada satu titik. Seremoni pembukaan digelar di sepanjang 6 km di sungai Seine dan antarannya. Para atlit berparade di atas kapal menyusuri sungai Seine. Penonton di sepanjang sungai Seine tetap bergairah menikmati acara meskipun hujan deras mengguyur sepanjang malam.

Bangga melihat Timnas Indonesia lewat di layar kaca

Panitia memainkan rasa penasaran penonton dengan menjaga ketat kerahasiaan bentuk pertunjukan yang akan disajikan hingga detik terakhir sebelum seremoni dimulai. Gladi bersih bersama di sungai Seine bagi para seniman ditiadakan. Masing-masing kelompok penampil berlatih terpisah di hari yang berbeda-beda. Tak ada yang tahu siapa saja yang juga akan tampil mengisi seluruh rangkaian acara pembukaan, termasuk siapa saja tokoh yang akan membawa obor Olimpiade.

Montgolfière, balon terbang yang mmbawa api olimpiade, di Jardin de Tuilerie. Malam hari membumbung tinggi

Penampilan Lady Gaga dan Céline Dion menjadi kejutan indah. Sebelum keduanya tampil di panggung, para wartawan hanya menduga-duga saja kedua super star internasional setelah beberapa hari sebelumnya memergoki keduanya tiba di bandara Charles de Gaule.

Diva Céline Dion di Olimpiade. Dok. JO 2024

Thomas Jolly, sang sutradara sekaligus direktur artistik acara pembukaan berhasil dengan gemilang menampilkan seluruh aspek masyarakat Prancis yang lekat dengan sastra dan seni budaya. Selama empat jam penonton disuguhi seluruh aspek yang lekat dengan citra Prancis. Nyaris tak ada yang luput. Tikus Paris pun tampil! Revolusi Prancis, tari French Can can, kisah Pangeran Cilik, film kartun Les Minion, metro, lorong saluran air di bawah tanah, Catacombe (tempat meyimpan tulang-tulang manusia dari makam-makam tua), museum, perpustakaan, industri barang mewah, atap gedung-gedung di Paris, para pahlawan wanita Prancis, Zizou (Zinedi Zidane), pesepak bola kesohor kesayangan masyarakat Prancis dan masih banyak lagi.

Pesan yang ingin disampaikan pada dunia adalah masyarakat Prancis terdiri dari berbagai ras, seni, budaya, dan menerima semua orang, apa pun orientasi seksualnya.

Polemik

Seperti peribahasa, tak ada gading yang tak retak. Meskipun acara pembukaan tersebut dinilai sukses, ada beberapa panggung yang ditampilkan menuai kritik tajam, utamanya dari kalangan internasional. Dari dalam negeri Prancis, kritik dilontarkan oleh beberapa tokoh politik, terutama dari komunitas Kristiani. Walau tetap memuji keberhasilan panitia menyajikan pentas yang luar biasa dan menebar suka cita ke seluruh dunia, Konferensi Uskup Katolik Prancis menyayangkan parodi yang dimainkan oleh komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) dianggap meledek kristianisme.

Menjawab tuduhan tersebut, Thomas Jolly, sang sutradara sekaligus direktur artistik acara pembukaan, dalam jumpa persnya menyatakan tak berniat menyinggung kelompok agama tertentu. Dia menjelaskan bahwa pentas tersebut sesungguhnya bukan memparodikan lukisan “Perjamuan Malam Terakhir” karya Leonardo da Vinci, yang menggambarkan makan malam terakhir nabi Isa Al-Masih bersama para rasulnya sebelum ditangkap dan disalibkan. Parodi yang kontroversial itu berdasarkan lukisan bertajuk ”Pesta Para Dewa” karya Jan Van Bijlert, pelukis Belanda abad ke-17. Pentas itu terinspirasi dari sebuah pesta para dewa mitologi Yunani di Olimpia, kota Yunani tempat digelarnya kompetisi olah raga jaman Yunani kuno. Karena Prancis dikenal sebagai negeri anggur, dihadirkan pula Dyonosos, dewa anggur yang ditampilkan nyaris telanjang  dengan seluruh tubuh dicat biru.

Foto screenshots Eurosport

Untuk meredam kemarahan masyarakat dunia, juru bicara panitia Olimpiade Paris, Karine Deschamps dalam sebuah jumpa pers meminta maaf atas pentas parodi yang tanpa disengaja ternyata menyinggung umat Kristiani seluruh dunia. Beberapa teman yang beragama Katolik sendiri menyatakan tak punya pikiran bahwa yang ditampilkan adalah parodi lukisan “Perjamuan Malam Terakhir” saat melihat pembukaan tersebut. Baru ‘ngeh’ justru ketika membaca beberapa kritik yang berseliweran di Facebook tentang parodi tersebut.

Sebenarnya, tak sekali ini saja umat Kristiani di Prancis diolok-olok. Namun, paling-paling umat Kristiani di Prancis bisanya cuma menggerutu. Pemerintah Prancis juga tak akan bisa berbuat apa-apa. Ujaran yang bisa membuat orang dipidana adalah ujaran rasis atau menebar kebencian terhadap suatu ras, agama dan orientasi seksual. Sedangkan olok-olok agama masuk dalam kategori kebebasan berekspresi.

Mungkin yang kurang diperhatikan sang sutradara dalam membuat karya pentasnya adalah acara pembukaan tersebut tak hanya ditonton oleh orang Prancis, tapi oleh jutaan bahkan milyaran orang di seluruh dunia, dari berbagai kalangan dan usia termasuk anak-anak yang belum dewasa. Negara-negara anggota IOC (Panitia Olimpiade Internasional) memiliki nilai-nilai, keyakinan dan sistem pemerintahan yang berbeda.

Di beberapa negara, acara pembukaan tersebut kabarnya tak bisa dinikmati ulang.

Di luar kontroversi yang terlanjur merebak itu, jika dicermati, semua itu adalah cermin masyarakat Prancis. Masyarakat yang selalu ingin gebrakan, sesuatu yang berbeda, progresist dan tak pernah takut berpolemik. Inilah yang membuat masyarakat Prancis unik dan menarik dengan pikiran yang terkesan ’nyleneh’. Pola pikir dan selera seni dan humor masyarakat Prancis yang terkadang tidak umum, tak mudah dipahami oleh mereka yang tidak bergaul erat dengan masyarakat Prancis.

Foto judul site JO 2024

2 tanggapan untuk “Pesta Akbar Olah Raga Internasional yang Luar Biasa

  • 15 Agustus 2024 pada 6 h 08 min
    Permalink

    Pro kontra selalu ada ya mbak Sita. Tapi menurut saya sih emang Prancis kadang terlalu memaksakan juga sih, namanya pesta internasional ya terkadang toleransi dan respect pada sesama bangsa mungkin bisa diperhatikan juga.

    Balas
  • 18 Agustus 2024 pada 18 h 17 min
    Permalink

    Toleransi yang kebablasan 🙈

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *