Sekelumit Kisah Kehidupan di Kyiv (Ukraina) Pasca Invasi
‘Pindah ke Ukraina?’ demikian kebanyakan ujaran dari teman-teman dengan wajah terkejut dan tidak percaya ketika mendengar negara tujuan penugasan suami saya kali ini. Respon yang cukup dimengerti di tengah maraknya berita-berita televisi dan media sosial yang mempertunjukan keras dan sulitnya situasi yang dihadapi Ukraina karena invasi Rusia. Pada awalnya hal serupa itu lah yang ada di dalam kepala saya mengenai situasi dan kondisi negeri ini, termasuk wilayah ibu kotanya, Kyiv, di mana Kedutaan Besar Republik Indonesia berada.
Perlahan saya mulai mengenali sedikit-sedikit perkembangan kondisi Ukraina pasca invasi Rusia yang terjadi di penghujung Februari 2022. Tentu saja bagi suami saya ia tidak akan ragu melangkah ke negara ini untuk menjalankan penugasannya. Saya, insyaAlloh mantap memutuskan untuk mendampinginya bertugas. Harapan saya tentu saja agar situasi dan kondisi akan baik-baik saja serta semakin aman dan kondusif. Namun bila seandainya memburuk, saya yakin akan ada solusi terbaik untuk menjaga keselamatan dan keamanan kami serta seluruh warga.
Kami tiba di negeri Putri Olga -pemimpin wanita Kyiv zaman ‘Kievan Rus’ yang terkenal pada abad ke-sepuluh- pada awal bulan Agustus 2023 ketika musim panas sedang garang-garangnya di Eropa. Ketika memasuki tanah Ukraina, kami disambut dengan lautan ladang bunga matahari yang luas dan massif. Tidak rela rasanya untuk mengedipkan mata saat menyaksikan salah satu rahmat Tuhan pada negeri ini yaitu sebagai salah satu produsen biji bunga matahari terbesar di dunia. Sejauh mata memandang tampak hamparan bunga raksasa kuning keemasan yang padat dan hampir tidak ada celah. Memang Ukraina dikenal dengan kesuburan tanah hitamnya sehingga sangat mudah ditanami oleh berbagai tumbuhan. Tidak heran jika harga sayuran seperti kentang dan wortel relatif rendah bahkan jika dibandingkan dengan negara kita sekali pun.
Selama tinggal di sini, saya mulai berkenalan dengan beberapa orang mulai dari warga lokal, para mahasiswa Bahasa Indonesia di Universitas Nasional Taras Shevchenko dan sampai warga kita yang umumnya adalah para wanita yang menikah dengan warga Ukraina. Buat saya, pengalaman yang mereka ceritakan khususnya pada saat awal terjadinya invasi Rusia Februari 2022 lalu serta bagaimana mereka menangani situasi sulit dan mencekam yang terjadi selama invasi berlangsung, termasuk kesulitan energi yang dialami sepanjang musim dingin yang berlangsung 4-5 bulan sejak Oktober tahun lalu itu-, sangat mencengangkan.
Karena penyerangan Rusia ditujukan pula untuk menghancurkan pusat-pusat sumber energi Ukraina, kota Kyiv khususnya mengalami pemadaman listrik berulang kali dan gangguan penyaluran air bersih, sementara serangan udara ke ibu kota relatif semakin sering terjadi. Mereka bercerita bagaimana aliran listrik tidak menyala selama berjam-jam yang mengakibatkan juga pemanas berenergi listrik tidak berfungsi di tengah suhu Ukraina yang sangat dingin yang bisa mencapai 10-20 derajad Celcius di bawah nol. Oh iya, saya tidak akan berbicara masalah pertarungan politik antara kedua negara namun lebih tertarik pada masalah kemanusiaan yang terjadi pada warganya. Bagaimana invasi yang terjadi ternyata sangat mampu merubah sikap, pola pikir, suasana psikologis serta pola perilaku dan relasi sosial seseorang.
Kami tinggal di kota Kyiv, yang menurut saya kota yang cukup besar dan cukup modern dengan jalan-jalan raya yang panjang dan cukup lebar. Saat pertama saya menjelajahi kota di awal bulan Agustus lalu, kehidupan kota tampak berjalan seperti biasa, layaknya kota-kota besar lainnya di dunia. Di musim panas itu ramai penduduk berjalan-jalan menikmati hangatnya sinar mentari dan saling bercengkrama. Mungkin juga terjadi keramaian ini didukung oleh kondisi keamanan Ukraina yang relatif lebih kondusif dari masa-masa sebelumnya.
Kita juga dengan mudah menjumpai rombongan keluarga dengan anak-anak kecil yang memadati tempat wisata seperti taman dan arena bermain karena saat itu memang sedang libur musim panas. Sulit dibayangkan pada saat invasi mulai terjadi, di wilayah yang sama sangat lah sepi manusia dan hanya orang yang berseragam tentara serta kendaraan militer lah yang berlalu lalang. Penduduk dihimbau untuk tetap tinggal di dalam rumah demi keamanan. Pada saat itu kepanikan dan eksodus manusia besar-besaran terjadi dimana banyak penduduknya yang mengungsi, termasuk warga Indonesia yang memilih kembali ke tanah air atau pindah ke negara lain.
Seorang warga kita, ibu muda dengan satu anak yang bersuamikan warga Ukraina juga ikut evakuasi yang difasilitasi oleh KBRI Kyiv awal tahun 2022 itu. Melihat perkembangan situasi yang dirasa makin membaik, beberapa bulan ini ia kembali ke Ukraina dan berkumpul lagi dengan sang suami. Namun banyak pula yang belum kembali, termasuk mahasiswa Indonesia yang belajar di sini. Tidak semua warga kita yang bersedia untuk ikut dievakuasi ke luar negeri walau pada saat itu suasana sangat mencekam. Mereka memilih untuk tinggal di Ukraina dan tetap berkumpul bersama suami atau keluarganya. Para pria warga Ukraina usia produktif tidak diperkenankan meninggalkan negaranya dan harus bersiap-siap sebagai tentara cadangan bila negara memerlukan. Memang bukan lah suatu keputusan yang mudah…
Sampai saat ini suara sirene peringatan dari pemerintah untuk waspada karena serangan sedang udara berlangsung dan instruksi untuk mencari tempat berlindung bagi warga, masih kerap terdengar. Frekuensinya tidak menentu, bisa 1 sampai 3 kali dalam sehari atau bahkan tidak ada dalam 1-2 atau beberapa hari. Peringatan ini bisa berlangsung selama 10-20 menit, 1 sampai 2 jam atau lebih lama. Kita sendiri tidak tahu dimana terjadi serangan tersebut sampai kita mendapat infonya dengan mencarinya di media sosial tertentu. Yang saya ketahui selama saya berada di sini, bisa saja serangan di wilayah Ukraina itu terjadi ratusan kilometer jauhnya atau bisa di dalam ibu kota Kyiv sendiri. Bulan Agustus lalu terjadi serangan sekitar 6-7 kilo meter dari kediaman kami. Bahkan beberapa bulan lalu sebelum kami tiba, misil yang terdekat jatuh sekitar 1.5 kilometer dari kantor KBRI. Seorang karyawan lokal KBRI warga Ukraina bercerita ledakan yang terjadi kala itu berada sekitar 500 meter dari kediamannya yang menimbulkan suara keras luar biasa serta memecahkan kaca jendela rumah tetangganya.
Pemerintah Ukraina telah menempatkan pengeras sirene di banyak lokasi sehingga dapat kita dengar langsung. Kami juga mengunduh aplikasi sirene ini di telepon genggam sehingga akan berbunyi pada saat terjadinya serangan. Memang shelter atau bunker yang sesuai standar dengan dinding yang tebal itu tidak banyak tersedia. Namun subway/ruang bawah tanah kereta api atau ruang bawah tanah rumah/gedung dinilai cukup memadai untuk digunakan sebagai tempat berlindung. Dari kediaman kami saya pernah menyaksikan langsung di kejauhan pecahan atau bola api yang terbang meluncur serta asap membubung tinggi bekas ledakan yang terjadi. Tampak cukup jelas karena selain cukup dekat jaraknya juga saat waktu subuh itu langit masih gelap. Cukup mencekam.
Hal seperti ini tentu saja semakin lama membuat warganya menjadi terbiasa dan menjadi lebih tangguh. Hidup harus terus berjalan. Seorang warga kita berkata bahwa kejadian ini memecut mereka tidak boleh ‘cengeng’, karena banyak orang lain yang mengalami kejadian yang lebih menakutkan dan menyedihkan. Saat ini sekolah sudah dilaksanakan secara bertatap muka, walau pun tidak sepenuhnya (baik secara bergantian mau pun hibrid) karena juga bergantung pada kapasitas ruang perlindungan yang tersedia di sekolah.
Suatu ketika saat kami sedang mengikuti group walking tour di dalam kota bersama warga asing lainnya, sirene peringatan berbunyi. Pemandu tour menawarkan apakah akan melanjutkan atau menghentikan tour ini. Ternyata hampir semua peserta memilih agar tour tetap berlangsung. Seorang peserta warga asing berujar sambal tersenyum ‘Saya memutuskan akan jalan terus seperti halnya yang dilakukan warga Ukraina’. Betul, mungkin karena sudah lelah dan terbiasa dengan situasi seperti ini sementara the life must go on, banyak warga tetap melanjutkan kegiatannya walau di tempat terbuka di tengah peringatan waspada tersebut.
Saat ini pusat-pusat belanja umumnya sudah dibuka kembali, walau ada beberapa toko terutama yang merupakan jaringan internasional masih ditutup. Barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk pakaian dan produk makanan tidak lah terlalu sulit didapat walau tidak terlalu banyak pilihannya. Kita juga harus selalu siap membuka google translate di telepon genggam karena lebih banyak produksi dalam negeri atau walau produksi luar namun pada kemasan keterangannya menggunakan bahasa dan alfabet kiril Ukraina. Selain sebuah supermarket jaringan Prancis, banyak ditemui pula supermarket lokal. Tersedia pula pasar-pasar tradisional yang menyediakan sayur-mayur segar dan produk hewani, termasuk toko-toko penjual daging halal. Penganut agama Islam di Ukraina umumnya dari suku Tatar dari Crimea di wilayah tenggara negara, juga ada dari etnis Turki, Azeri dan Uzbek.
Banyak cerita yang menyentuh dapat kita dengar langsung dari warga Ukraina. Bagai mana orang tua yang melepas anaknya berangkat ke medan perang, atau ayah yang tidak pernah kembali ke rumah karena gugur dalam membela tumpah darahnya, atau keluarga yang terpisah karena perang yang masih berkecamuk di kampung halamannya serta ribuan kisah kemanusiaan lainnya yang menguras emosi. Ketika saya berkunjung ke Universitas Nasional Taras Shcevchenko, dipajang sebuah foto seorang dosen muda ahli drone di aula terbuka untuk memberikan penghormatan kepada almarhum yang gugur dalam perjuangan sukarelanya di medan tempur…
Satu setengah tahun lebih telah berlalu sejak invasi diluncurkan Rusia dan status darurat masih diterapkan di negera yang dijuluki ‘keranjang roti Eropa’ ini. Walau pemerintah telah berupaya secepatnya membangun kembali fasilitas yang rusak dan hancur, namun khususnya di ibu kota Kyiv di beberapa tempat masih dapat kita saksikan gedung-gedung tanpa atap atau bagian bekas terbakar karena terkena serangan udara. Juga banyak terlihat tumpukan barikade bekas penghalang tank tempur teronggok di pojok-pojok jalan. Sulit dibayangkan bagaimana lebih parahnya situasi yang terjadi di wilayah bagian timur Ukraina yang justru menjadi medan-medan tempur perang ini. Ini adalah bukti nyata bahwa negara ini sedang mengalami peristiwa yang luar biasa. Mungkin tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana hal ini akan berakhir. Terkesan bahwa pada sebagian warganya kesadaran akan jati diri dan jiwa berbangsa meningkat serta semangat besar mereka untuk tetap dapat melakoni kehidupan secara normal di bawah kondisi yang tidak nyaman ini. Entah apa yang sebenar-benarnya terjadi di puncak elit kedua pemerintah tersebut, namun selayaknya setiap warga negaranya dapat menjalani hidup dengan aman, tenang, damai dan sejahtera sebagai mana idaman setiap manusia di muka bumi, seperti halnya bunga matahari yang indah tumbuh subur di bawah hangatnya sinar mentari musim panas di padang-padang negeri Ukraina…
Kyiv, Awal Oktober 2023
Luar biasa terimakasih sudah berbagi cerita Dara Arief. Ditunggu selalu tulisan2 mengenai pengalaman anda di sana .
Baca tulisannya serasa ikut berada di sana.
Ada berapa wni ya yang masih tinggal di Ukraina ?
Bagaimana cara orang bisa masuk ke Ukraina saat ini ?
Terimakasih
Dear Dara… tulisannya keren bgt. Seolah2 kt jg ikut berada disana. Sering2 ya share cerita selama di Kyiv. Semoga situasi disana semkn kondusif. Peluuk😍