Idul Fitri di Sabah Malaysia, Dari Open House ke Open House

Prayogi R. Saputra- Malaysia

Ini pengalaman merayakan Idul Fitri kami sekeluarga di Kota Kinabalu (KK), Sabah, Malaysia Timur. Kami tinggal di Malaysia untuk sementara waktu karena saya dan istri sedang menempuh studi doktoral. Sebenarnya, studi saya di Malaysia Barat yang terpisah lautan sejauh 2,5 jam perjalanan udara dengan Sabah, Malaysia Timur. Namun, untuk menemani anak-anak, saya memutuskan tinggal di Malaysia Timur.

Pengalaman pertama berlebaran di luar negeri terasa aneh. Apalagi di kota yang perbandingan muslim dan non muslim lebih banyak non muslim. Meskipun warga Kota Kinabalu sangat toleran dan tebuka, tapi merayakan Idul Fitri di KK tetap terasa sepi. Tidak ada alunan suara takbir dari masjid dan surau, tidak ada pawai takbir keliling, tidak ada perayaan kultural yang meriah seperti di Jawa. Semua seperti hari-hari biasa, bahkan jauh lebih sepi.

Suasana Idul Fitri yang khidmat kami rasakan ketika melaksanakan sholat Id di Konsulat Jenderal Republik Indonesia Kota Kinabalu. Bertemu dengan para perantau yang bekerja di Sabah cukup membuat hati bahagia. Tapi, selepas sholat, kami kembali pulang ke apartemen. Dan kembali sepi. Tidak ada anjangsana ke tetangga atau keluarga yang wajib kami kunjungi.

Maka di hari kedua, kami pergi ke Tambunan, sebuah kota kecil berjarak 80 km dari Kota Kinabalu, di pedalaman Sabah. Dua pertiganya adalah rute yang melintasi hutan lindung dan jalan berkelok. Kami beranjangsana ke salah satu tetua masyarakat Indonesia sekaligus tokoh muslim di Sabah yang sudah kami anggap sebagai orang tua kami sendiri: Ustaz Ismail.

Di Tambunan, muslim juga bukan mayoritas. Tapi, kami bisa merasakan pengalaman Idul Fitri dengan lebih hangat. Kami diajak menghadiri open house di rumah warga muslim Tambunan.

Beberapa warga muslim yang memiliki rezeki mengundang semua orang, siapa pun saja, kenal maupun tidak, untuk makan-makan di rumahnya. Menunya pun sungguh membuat lidah bergoyang. Hampir seperti menu pesta pernikahan. Ada ayam kecap, ayam goreng, satai, rendang, cap jay, nasi goreng, bakso, aneka kue, dan aneka minuman.

Usai pulang dari open house di rumah pertama yang besar, megah, dan luas, kami menuju open house rumah kedua. Rumah panggung sederhana berbahan kayu yang cantik di tepi Sungai Tambunan. Pekarangannya luas. Di pekarangan itu didirikan tenda-tenda kecil tempat para tetamu bisa makan dan minum sambil duduk-duduk.

Sebagai perantau, kami sangat menikmati moment itu. Bukan hanya soal makanannya, tapi juga orang-orangnya, dan suasananya yang khas, unik, serta lingkungan yang cantik. Tiga hari kemudian, setelah kami kembali ke Kota Kinabalu, kami juga diundang menghadiri open house di rumah seorang kenalan. Kali ini, open house nya di sebuah flat kecil dan sederhana. Di lantai 3. Kalau di Indonesia, mungkin seperti rumah susun sederhana. Sehingga, kami makan sambil duduk-duduk di sepanjang lorong.

Tapi, lagi-lagi menunya membuat lidah bergoyang. Aneka makanan, kue, dan minuman disediakan. Meskipun pilihannya tidak sebanyak pada open house di Tambunan, namun masakannya terasa sangat Indonesia. Usut punya usut, ada kerabat dari kenalan yang mengundang kami menikah dengan orang Jawa. Dialah yang memasak sebagian masakan hari itu.

Bahkan keesokan harinya, kami diajak oleh kenalan itu untuk berkunjung ke rumah saudaranya di Kota Belud, 70 km dari Kota Kinabalu, untuk menghadiri open house. Setelah hampir 2 jam perjalanan, kami menemukan sebuah rumah panggung tua menghadap sungai hampir di ujung jalan kecil. Atap rumah itu dari seng yang sudah lapuk. Dinding-dindingnya dari tripleks, papan, dan banner seadanya. Rumah itu jauh dari tetangga. Hanya satu rumah tersisa di ujung jalan.

Sebagai tamu yang diajak beranjangsana, kami ikut saja dengan kenalan yang mengajak kami. Rupanya siang yang panas itu, hanya rombongan kami, 4 mobil sedan yang berkunjung. Baru saja tiba, langsung sesi makan. Tidak banyak menu yang disajikan. Hanya ayam bumbu kuah, ikan, dan air es sirup. Namun, kami kaget begitu mencicipi rasanya, luar biasa enak. Kami tidak menyangka masakannya begitu enak. Seperti kelas Bintang 5.

Selama Idul Fitri, kami menghadiri 9 open House di Sabah. Termasuk di Wisma Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia Kota Kinabalu. Juga open house di Sabah International Convention Center (SICC) yang diselenggarakan oleh Kerajaan Negeri Sabah. Open House itu terbuka untuk umum. Sehingga, ribuan orang dari seluruh penjuru Sabah tumplek blek di SICC. Termasuk kami bertemu dengan warga dari pulau-pulau kecil di Sabah. Mereka menyediakan makan, minum, dan hiburan.

Rupanya, di Sabah tidak ada tradisi saling berkunjung ke tetangga, kecuali bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di Sabah. Sabahan -orang-orang Sabah- hanya berkunjung ke rumah-rumah yang menyelenggarakan open house, kecuali memang keluarga dan kerabat. Makan-makan memang menjadi bagian dari Idul Fitri di Sabah. Tapi yang lebih penting dari itu adalah saling maaf memaafkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *