HARIMAU SUMATERA HEWAN BERADAT VI (92C)
Aku heran tiba-tiba berada di dalam ruangan seperti balon transparan. Sejenak aku mengingat kejadian sebelumnya. Iya, aku habis bertarung mati-matian menghadapi paguyuban dukun santet yang marah karena penolakanku bersekutu dengan mereka. Lalu terjadi pertarungan sengit antara aku dan mereka. Selanjutnya tubuhku tiba-tiba lunglai dan duniaku gelap!
Tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Kembali aku memandang bola tipis tapi alot ini. Aku baru sadar, jika aku dikurung. Akhirnya aku menenangkan diri sejenak, fokus pada kekuatan bola kurungan ini. Aku tidak mau gegabah. Hanya lawan jahat saja yang berani menjegal dan mengurungku. Jika teman tidak mungkin akan memperlakukan aku seperti ini.
Setelah kudeteksi, kekuatan lapisan yang megurungku ini luar biasa. Pasti yang melakukannya memiliki ilmu yang sangat tinggi. Tapi siapakah dia? Apakah komplotan paguyuban dukun santet itu? Aku tak mampu menembusnya. Berkali-kali aku mencoba untuk mengenali siapa yang membokongku, namun berkali-kali pula gagal. Terbersit juga rasa khawatir, bagaimana jika aku tidak bisa ke luar, atau dibiarkan di dalam ini dalam waktu yang tidak jelas. Ngeri!
Setelah agak lama aku menyadari jika ini sihir. Hal ini setelah berkali-kali aku mencoba menghubungi kakek Andun, Kakek Njajau, Eyang Putih, Puyang Pekik Nyaring, Puyang Purwataka, Puyang Ulu Bukit Selepah, Macan Kumbang, Nenek Ceriwis, Paman Raksasa. Semuanya gagal. Tidak ada sela sedikit pun untukku bisa menghembuskan angin mengirim kabar pada mereka. Akhirnya aku pasrah.
Aku berusaha tenang setelah tahu ini sihir. Kutarik nafas agar tidak panik lagi. Cukup kubaca doa, syalawat, dan zikir, aku yakin semuanya bisa lebur. Aku mulai berpikir apa yang harus kulakukan lebih dulu. Akhirnya aku memilih untuk bermain-main dulu dengan ilmu iblis ini. Aku ingin tahu bagaimana kedasyatannya. Sebab ilmu sihir warisan dari Timur Laut Banyuwangi belum pernah kucoba. Dulu aku pernah menolak ilmu ini, tapi Nini Ratu mengatakan ini ilmu warisan. Akhirnya kukunci agar tidak dipakai samasekali. Namun kali ini aku akan buka kuncinya. Kemampuan ini akan kupakai unguk melawan sihir juga. Dalam hati, aku berdoa semoga cukup kali ini saja aku menggunakan ilmu warisan ini. Sebab aku tidak suka ilmu sihir.
Aku mulai mengayunkan tangan. Tiba-tiba bola seperti karet transparan yang membalut berubah persis seperti tubuhku. Hal ini memudahkan aku bergerak meski tidak bisa melihat sekeliling. Apalagi untuk melihat lawan. Dengan sigap kubuat lingkaran di tanah, lalu kukeruk, kukumpulkan menjadi sebuah gundukan. Sekali hentak debu tanah yang kugundukkan berubah menjadi busur panah melesat ke seluruh penjuru. Seketika suara menciat-ciat kerepotan seperti menghindari mata panah yang kukirimkan. Kutajamkan instingku, kembali kuhentakkan kaki, dan tanah kembali menjadi busur melesat, memberondong sumber suara.
“Iblis betina! Darimana kau dapatkan ilmu ini ha? Siapa kau sebenarnya?” Suaranya membentak membuat ruangan bergetar. Tidak terbayang, berapa besar tubuhnya. Belum lagi tenaga dalamnya. Aku jadi ingat Paman Raksasa yang memiliki suara menggelegar seperti suara sosok lawanku ini. Apakah aku sedang berhadapan dengan raksasa? Aku membatin.
Aku belum juga bisa memecahkan bagaimana lepas dari kurungan. Tubuhku masih berbalut. Meski aku dapat menajamkan insting untuk mengetahui arah lawan, namun posisi seperti ini cukup berbahaya. Aku tidak bisa leluasa mengeluarkan kemampuanku. Dalam keadaan seperti ini, aku berharap di antara puyang, eyang, nenek, dan kakekku ada yang terbersit hendak mengetahui keberaadaanku. Tiba-tiba aku butuh pertolongan mereka.
Sejak tadi diam-diam aku sudah mencoba membaca mantra dan kemampuanku untuk melepaskan diri. Tapi kekuatan itu justru berbalik padaku. Aku diserang oleh kemampuanku sendiri. Aku heran. Aneh sekali. Ilmu apa pula ini. Akhirnya aku tidak berani mengeluarkan kemampuanku selain sihir.
Usai mengubah debu menjadi busur panah, kali ini kucoba berubah menjadi api. Lalu dengan cepat panah api melesat menyerang lawan. Kudengar gerutu lawan sambil sesekali berteriak seperti anak kecil takut api. Tak berapa lama aku mendengar seperti desis air menyerangku, akhirnya kubalut sekelilingku dengan pasir. Air justru membersihkan aku dari pasir yang menempel, lalu kembali kuhentakan kaki. Pasir berubah menjadi busur panah melesat kembali.
Pada satu kesempatan aku mencoba memecah diri, dengan maksud untuk menyerang lawan. Lagi-lagi aku kecewa. Aku gagal. Aku mulai istighfar berkali-kali untuk menutupi rasa putus asa. Lalu menyebut asma Allah. Aku mulai pasrah. Efeknya bagi makhluk di ruangan terasa panas. Lawan mulai selonjotan. Dia kembali berteriak-teriak menghentamkan kaki ke mana-mana.
“Hei setan betina! Berhenti! Siapa kau? Mengapa kau bisa mengimbangi ilmu sihirku? Sepanjang tanah Jawa, bisa dihitung dengan jari yang memiliki ilmu sihir tinggi. Mengapa ilmu yang kau miliki mirip dengan ilmu perempuan yang kucintai dulu. Apa hubungan kau dengan perempuan Timur Laut Banyuwangi? Aku sudah berkelana ke mana-mana. Seluruh tanah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai Papua, tidak satu pun gunung dan bukitnya yqng tidak kusinggahi. Ribuan tahun aku berguru ke tempat-tempat itu. Tapi dari sekian banyak sihir yang kupelajari, aku tahu tingkat daya dan kualitasnya. Ceritakan siapa kau” Ujarnya sambil menghembuskan hawa racunnya. Aku segera mengubah sihir racunnya menjadi kuntum bunga melati. Aku yakin ruangan ini telah berubah menjadi harum meski aku tidak menciumnya.
Mendengar celotehannya aku diam saja. Hal ini sengaja kulakukan. Agar dia berpikir mengapa aku diam . Benar saja, tak lama dia terbahak-bahak.
“Aku lupa membuka pagar yang mengurungmu iblis betina. Bagaiman kita bisa berbicara? Tapi kalau sudah kulepas, jangan coba-coba menyerangku. Kecuali kalau kamu mau mati sia-sia di sini” Ujarnya lagi dengan nada mengancam.
Tak lama seperti asap ke luar dari tubuhku. Pandanganku menjadi terang. Benar, di hadapanku berdiri jin bertubuh besar tinggi, bagian atas kepalanya botak, namun di sekeliling kepala ditumbuhi rambut panjang sebatas pinggang. Jenggot dan kumisnya pun nyaris sama panjangnya dengan rambut. Aku tertarik dengan kalung yang dikenakannya. Dua tengkorak manusia tergantung di dadanya. Aku memperkirakan kemampuannya ada pada dua tengkorak itu. Belum lagi gelang tangan, kakinya persis seperti ular yang melilit. Tongkatnya juga seperti ular.
Setelah udara terasa bersih, sekilas aku mengamati ruangan ini. Aku tidak bisa memperkirakan berada di mana. Apakah di gunung, bukit, atau di bawah tanah. Yang jelas aroma pengap menjadi aneh ketika berbaur dengan aroma melati. Oh! Aku berada di dalam gua. Di langit-langit gua ratusan sukma manusia terkunci. Aku semakin yakin jika makhluk di hadapanku ini makhluk jahat. Tumpukkan tengkorak manusia tersusun rapi menyeruapi bukit. Di sampingnya ada semacam belanga. Aku mencium aroma darah di dalamnya. Hanya saja aku tidak bisa memastikan itu darah hewan atau darah manusia. Mataku terhenti ketika menatap di samping belanga ada daging yang masih merah berdarah-darah. Bahkan darahnya masih terlihat segar. Lalu ada seperti usus yang melilit-lilit. Aku penasaran dengan benda itu. Masya Allah, nyaris aku menjerit. Ternyata yang bertumpuk itu adalah janin manusia. Banyak sekali! Darimana makhluk ini mendapatkannya? Untuk apa? Batinku bergetar. Rupanya ini tempat ritual makhluk menjijikan satu ini. Demi melihat janin dijadikan santapan dan ritual, darahku mendidih. Aku sudah bertekat akan menghancurkan tempat ini. Belum lagi melihat ratusan sukma yang terkurung. Aku harus membebaskannya.
Sambil tetap mengawasi kondisi gua, aku berusaha berinteraksi pada Puyang Pekik Nyaring. Memberitahu keberadaanku. Meski mataku sudah berkeliling menyapu ruangan, tapi aku belum menemukan pintu untuk ke luar.
“Nah setan kecil. Kamu sudah kubebaskan dari kurungan itu. Sekarang jelaskan siapa kamu” Ujarnya menyebutku setan. Bukankah setan itu sebangsa dia sendiri? Aneh sekali makhluk ini.
“Aku bangsa manusia, namaku Putri Selasih. Bukan bangsa setan sepertimu. Mengapa kamu menahanku di sini?” Tanyaku penasaran. Sebab tiba-tiba saja aku berada di ruang anyir ini. Andai makhluk ini membunuhku, mungkin tidak ada yang tahu kecuali Allah dan malaikatnya.
“Lama aku mengawasimu ketika kau bertarung dengan bangsaku. Semua dukun itu bisa kau tumbangkan. Makanya aku mengincarmu, ingin tahu!” Lanjutnya lagi. Rasanya sepele sekali ingin tahu aku lalu payah-payah sosok ini membawaku ke sarangnya, mengurungku di tempatnya yang tidak terlihat dan tak terjangkau ini.
“Aku melihat bagaimana ganasnya kamu memusnakan bangsaku. Tapi aku tidak peduli dengan mereka meski kami satu golongan. Ilmu mereka jauh dibawahku. Aku hanya tertarik padamu. Kau bukan bangsaku meski aku tahu darah harimau gunung Dempu ada padamu. Tapi dari mana kau dapatkan ilmu tapak segoro, dan panca segoro? Ilmu itu hanya dimiliki oleh seseorang yang kukenal dulu. Ilmu itu tidak ada tandingannya. Termasuk ilmu sihir yang kau pamerkan. Ilmu sihir langka yang hanya dimiliki oleh orang yang menolak cintaku dulu” Suaranya berat bertenaga. Aku ingin tertawa ketika mendengar kata cinta ditolak. Ternyata, makhluk satu ini pernah juga kecewa dan patah hati.
“Untuk apa aku bercerita dapat dari mana.? Aku tidak perlu pamer padamu. Aku hanya mengimbangimu saja dengan ilmu sihir itu. Justru aku yang hendak bertanya siapa perempuan yang kau cintai itu?” Jawabku.
DuuuaRR!!
Tongkatnya dihantamkanya ke lantai. Seketika bumi serasa berguncang Aku kaget. Hanya satu kali hentakan bumi serasa gempa. Dalam hati aku mengagumi keilmuannya.
“Seumur hidup tidak ada yang berani membantahku. Ini anak manusia, iblis kecil, berani melawanku. Aku hanya bertanya. Jawablah sebelum kau kumakan, kujadikan kau santapanku malam ini.” Tatapan matanya menyala. Aku mulai waspada. Iblis yang menyebutku iblis betina ini bukan lawan bisa diajak main-main. Suaranya saja mampu menggetarkan dan seperti senjata menekan lawan. Apalagi jika dia mengeluarkan kemampuannya.
Akhirnya kembali kupancing, apa kepentingannya menanyakan ilmu yang kumiliki. Kukatakan aku cucu Nini Ratu. Ilmu segoro dan sihir adalah warisan beliau. Mendengar penjelasanku, sosok menyeramkan ini tertawa terbahak-bahak.
“Tidak kusangka, gagal memiliki eyangnya, sekarang bertemu cucunya. Aku yakin, ilmu Eyangmu telah kau kuasai semua. Kalau kita bertarung, tidak akan ada yang kalah, tidak ada yang menang” Ujarnya lagi.
“Masak iya Ki, kalau kita bertarung tidak ada yang kalah dan menang? Mengapa bisa demikian?” Ujarku sengaja meremehkannya. Sosok yang menjijikkan ini kembali tertawa. Tawanya yang menggelegar menyakitkan telinga. Melihat tubuhnya bergoyang-goyang dan nampak lucu, membuatku ikut tertawa. Tawanya kuimbangi dengan tenaga dalam pula. Akhirnya kami saling serang lewat tawa. Sosok aneh ini terpingkal-pingkal, aku pun ikut terpingkal-pingkal. Agar tawaku ikut menggelegar, kuhimpun kekuatan guruh. Akhirnya kekuatanku berlipat ganda. Kulihat gelombang tawa kami berdua seperti angin yang bergulat. Kadang mendesak ke arahku, kadang mendesak ke arahnya. Gua yang luas ini serasa akan runtuh. Baru kali ini aku melawan kekuatan dengan cara ini. Aku seperti bercermin. Kami sama-sama seperti orang gila.
“Sudah! Sudah cucu kekasihku! Hentikan. Benar bukan? Di antara kita tidak ada yang menang dan kalah? Kita sama-sama kuat. Kau cucu kekasihku yang hebat. Bangga rasanya mengenalmu. Aku tidak jadi memakanmu” Aku serasa ingin kembali tertawa mendengar ‘cucu kekasihku’. Padahal tadi beliau mengatakan cintanya ditolak. Sekarang bilang kekasih hatiku. Sayang sekali Nini Ratu tidak bisa kuhubungi lagi. Andai beliau masih ada.
“Di mana aku bisa menjumpai kekasih hatiku, Eyangmu” Katanya lagi. Sikap liarnya berubah jinak. Dalam hati aku kagum pada Nini Ratu. Ternyata cinta makhluk ini abadi hingga sekarang. Buktinya mendengar nama Nini Ratu saja, sosok di hadapanku seperti sudah memeluknya. Semula begitu ganas, sekarang sedikit melunak.
“Nini Ratu tidak bisa ditemui lagi Aki. Beberapa bulan lalu beliau menghilang meninggalkan aku. Dan tidak bisa dijumpai lagi. Hingga kini, jika ingat beliau aku sangat sedih, selalu ingin menangis” Ujarku sedikit dramatis.
“Apa? Beliau menghilang? Moksa? Oh kekasih hatiku, tunggulah aku. Aku akan menemuimu, kan kucafi dirimu” Lagi-lagi aku ingin tertawa melihat sosok besar di hadapanku menangis sambil nungging-nungging. Tak lama tubuhnya seperti nangka masak gedebak-gedebuk terlempar ke sana ke mari. Lagi-lagi gua ini seperti hendak runtuh.
“Sudah Aki, sudah. Kita sama merasa kehilangan dan sedih. Aku percaya Aki sangat menyayangi Eyangku. Aki sosok makhluk astral yang hebat, sakti luar biasa, namun ternyata mempunyai perasaan yang lembut, kesetiaan yang tidak terkalahkan. Eyangku pasti sangat bahagia karena cucunya berjumpa dengan Aki” Ujarku mulai menjeratnya. Sengaja itu kulakukan karena aku ingin ratusan sukma yang ditahannya bisa bebas tanpa syarat. Mendengar pujianku, beliau bangga bukan main.
“Nini Ratu, ilmunya juga tinggi seperti Aki ya. Sungguh bahagia sekali aku bisa kenal Aki” Lanjutin lagi. Meski aku tidak sedikitpun melihat aura lembut, namun ada sisi lain nampaknya seperti menerimaku. Entahlah, aku melihatnya tidak ikhlas.
“Iya! Bahkan kami sering belajar bersama-sama. Di situlah aku pertama kali jatuh cinta padanya. Tapi dia selalu menolakku. Dialah kekasih hatiku” Kembali dia menyebut Nini Ratu kekasihnya. Aku seperti membuka ruang memorinya. Akhirnya aku bertanya bagaimana beliau bisa tinggal di sini. Selintas beliau menceritakan siapa dirinya. Beliau mengaku raja kegelapan. Ribuan bangsa manusia setiap hari meminta tolong padanya. Ribuan pula yang membuat perjanjian dan harus menyerahkan sesembahan dan tumbal darah dan daging bayi yang belum lahir. Setiap kali dia ritual memakan janin dan minum darah segar itu, maka kekuatannya makin bertambah. Mendengar penuturannya aku berusaha tetap tenang sambil memikirkan berbagai hal untuk menakhlukkannya. Cintanya pada Nini Ratu terlihat benar-benar murni meski tidak bisa memilikinya.
Saat aku masih berpikir banyak hal tiba-tiba Puyang Pekik Nyaring menyusup di hatiku. Beliau mengarahkan mataku ke atas. Di atas ada semacam batu yang menonjol, di situlah pintu ke luar. Lalu Puyang Pekik Nyaring membisikkan beberapa ayat yang harus kubaca. Terakhir beliau mengingatkan, supaya aku jangan percaya dengan sikapnya. Dia adalah semacam jin yang menyembah dan takhluk dengan dajjal. Sejuta akal dia lakulan untuk melemahkan manusia. Selanjutnya kata Puyang aku bisa mengalahkannya dengan kalimat Allah. Aku mengangguk-angguk paham. Sebelumnya memang sudah terpikir olehku ketika dia katakan aku dan dia jika bertarung tidak akan ada yang kalah dan menang, hendak kuserang dengan ayat-ayat Allah. Namun entah bagaimana justru akhirnya saling serang dengan ilmu sihir, terakhir saling menertawakan.
Puyang masih berada di hatiku. Aku bertanya bagaimana caranya menyelamatkan ratusan sukma yang dikurung di langit-langit gua. Beliau langsung mengulang ayat-ayat Allah yang harus kubaca, bersamaan dengan itu aku diminta membentangkan selendangku secepatnya. Maka sukma-sukma itu akan tertarik semuanya. Dan aku harus melakukannya dengan gerakan cepat.
Akhirnya setelah mendapatkan petunjuk, aku kembali berbicara dengan sosok besar di hadapanku.
“Aki, kekasih Nini Ratu Eyangku. Jika boleh tahu, siapakah nama Aki? Pasti nama Aki gagah seperti sosok Aki yang perkasa” Ujarku Kembali memujinya dan Langsung disambutnya dengan tawa.
“Namaku Ajo Argo Satrio” Dia menepuk dada. Aku mengangguk-angguk mendukung kepongahannya. Selanjutnya kukatakan bagaimana caranya jika aku sewaktu-waktu hendak main ke mari. Jika aku rindu pada kekasih hati Eyangku, apakah aku diizinkan? Spontan saja beliau menjawab tentu saja boleh kapan saja aku mau sambil membuka pintu batu di langit-langit gua dengan gerakkan telunjuknya saja.
“Wow…Aki luar biasa. Tidak salah jika Eyangku menjadi kekasih Aki. Aku ingin melihat ke luar Ki. Nampaknya indah dan tersembuyi sekali tempat Aki” Ujarku melesat ke luar sembari membentangkan selendangku secepat kilat. Aku membaca ayat-ayat Allah sembari mengayunkan tangan gerakan mengunci pintu pintu gua dengan kalimat Allah. Aku hanya mendengar sekilas suara Aki Aji Argo Satrio marah, berteriak dan menyerang. Ketika gabtu terkatup suaranya tidak terdengar lagi bersamaan kukunci pintu guanya dari luar, kuikat dengan ayat-ayat Allah.
Baru saja aku hendak membuka selendangku untuk melihat sukma-sukma yang kutarik, tiba-tiba Puyang Pekik Nyaring menampakan diri. Beliau kembali memeriksa pintu gua lalu dengan kemampuannya, aku melihat beliau mengeluarkan tali berupa api yang lilitkannya menutupi area gua. Selanjutnya beliau baca beberapa ayat sebagai pengunci terakhir.
Sekarang aman. Iblis itu sudah terkurung Selamanya hingga kiamat tiba. Dia tidak bisa lagi berinteraksi dengan bangsa mana pun. Termasuk dengan manusia yang bersekutu dengannya. Sekarang biar puyang kembalikan sukma-sukma ini ke jasadnya. Yang jasadnya sudah meninggal, biar Puyang letakkan di masjid-masjid saja” Ujar Puyang sambil mengayunkan tangan. Tak lama aku melihat seperti awan tipis ketika sukma-sukma itu dikirim Puyang Pekik Nyaring ke jasad masing-masing selebihnya di letakkannya di masjid-masjid. Entahlah aku tidak tahu masjid apa saja dan di mana.
Setelah semuanya usai, Puyang Pekik Nyaring tersenyum padaku.
“Pengalaman barumu luar biasa, Cung. Puyang bersama yang lain melihat pertempuran dasyatmu dari jauh. Semua panik ketika tiba-tiba dirimu hilang dan tidak bisa kontak lagi. Rupanya iblis yang mengaku kekasih Nini Ratu menghendakimu. Kau tahu Cung, dirimu hendak ditumbalkannya. Dia rayu dirimu dengan cara manusiawi. Padahal dia pemuja dajjal. Sekarang pulanglah. Puyang juga akan kembali ke Besemah” Kata Puyang Pekik Nyaring.
Berkali-kali aku mengucapkan syukur dan menarik nafas lega serasa lolos dari maut. Akhirnya setelah mencium tangan Puyang Pekik Nyaring, aku mohon diri. Beliau menatap kepergianku dengan senyum. Kami berpisah setelah fajar mulai menyingsing menyambut semesta dengan tersenyum jingganya di lengkung langit Timur.
Bersambung…