Para Penari Indonesia Pentas Legong Tapak Dara di Masa Lockdown di Prancis dengan Gemilang
Prancis baru saja membuka secara perlahan lockdown ke 3 yang berakhir pada awal Mei. Namun di masa lockdwon tersebut, Grup gamelan Bali Puspawarna pimpinan Theo Merigeau Tseng Hsio-yun berserta para penari Indonesia, berhasil melakukan pementasan dengan gemilang di sebuah konservatori, padahal larangan pementasan tetap diberlakukan. Bagaimana para seniman Indonesia ini bisa tetap melakukan? Berikut wawancara Surat Dunia dengan Kadek Puspasari Moure, yang berprofesi sebagai seniman tari, penari sekaligus koreografer.
Surat Dunia (SD) : Selamat Kadek atas pementasan yang sukses di masa lockdwon.
Kadek : Merci, terimakasih…
SD : Prancis saat itu masih masa lockdown dan pertunjukan juga ikut dihentikan, bagaimana anda dan grup gamelan tetap bisa menggelar pementasan untuk publik?
Kadek : Ya betul Prancis masih lockdown saat itu, namun pementasan yang kami lakukan adalah kelanjutan dari pengajaran atelier di Konservatori Edgar Varèse yang mana jika pertunjukannya untuk tujuan pendidikan, di mana kalau untuk anak-anak sekolah diperbolehkan. Dan ini betul-betul kami rasakan bagaikan sebuah angin segar di masa lockdown yang sangat panjang bagi kami.
SD : Lockdown ini sangat berdampak untuk berbagai sektor, namun kita akui jika bidang seni sangat terpukul dengan adanya pandemi ini. Karena saat lockdown sempat diakhiri, beberapa sektor diperbolehkan sedangkan bidang seni pertunjukan kebanyakan tetap diminta untuk berhenti. Bagaimana anda, grup gamelan dan para penari menyikapi hal ini?
Kadek : Selama pandemi yang sudah lebih dari satu tahun ya kita tetap melakukan aktivitas, khususnya yang diperbolehkan adalah aktivias profesional jadi kita dengan surat otorisasi tetap berlatih dengan alasan untuk mempersiapkan sebuah karya seni yang mana bertujuan untuk pentas diperbolehkan tapi sayangnya memang atelier untuk pemula tidak diperbolehkan. Yah karena memang gamelan adalah kegiatan yang sifatnya kolektif, namundemikian kita semua tetap semangat untuk latihan terus.
SD : Tentunya bukan hal yang mudah untuk bertahan hingga di masa pandemik dan saat lockdown untuk bisa melakukan pertunjukan, apakah hal ini dikarenakan ada dukungan dari pihak tertentu ?
Kadek : Pentas tarian Bali dari kita itu adalah hasil dukungan dari KBRI Paris yaitu dari Atdikbud Prof. Warsito, juga dari kota Gennevilliers dan tentu saja tuan rumah yaitu Konsevatori Edgar Varèse bersama timnya, juga Bagus Krishna Sutedja sebagai kompositor gamelan yang mana sampai harus pulang pergi Belanda – Paris selama 3 bulan demi kelancaran acara ini dan rekan kami yaitu Ratna Indira Priyadarsini dan tentu saja para penari Ary Drean, Ilse Peralta dan Yoko Sobue yang selalu semangat meskipun dengan kondisi pandemi membuat saya ikut semangat setiap berlatih dan menari bersama mereka. Semuanya bisa terlaksa memang berkat dukungan dan kerjasama yang baik.
SD : Mengapa Memilih tarian Legong Tapak Dara untuk ditampilkan?
Kadek : Karena tarian Legong Tapak Dara adalah sebuah kreasi dari pakem simbolik dan estetik dari jenis tradisi Legong. Terinspirasi dari simbol Tapak Dara di Bali yang berarti tanda silang dan tanda ini dipakai sebagai tolak bala, terutama saat ada bencana atau musibah, sangat pas dengan situasi saat ini, di mana tarian ini juga bermakna ketenangan, keselamatan dan kesehatan.
SD : Lalu bagaimana tanggapan publik khususnya pementasan ini seperti yang anda katakan untuk kalangan muda atau anak-anak sekolah?
Kadek : Kami sangat senang sekali kali para publik muda ini malah sudah bisa mengapresiasi dari mulai atelier hingga pementasan, dan saya sangat menghargai kerjasama ini bagi kami ini adalah setapak maju untuk memberikan wawasan karena memang harus dimulai sejak dini. Bisa saya tambahkan, kalau secara umum sejauh ini kami selalu mendapat penghargaan dari penonton atau mereka yang tertarik dengan seni di sini saya bicara seni Indonesia. Karena memang sudah menjadi tugas kita bagaimana mempresentasikan nilai-nilai universal lewat seni dan budaya Indonesia untuk publik Prancis.
SD : Menurut anda apakah berpengaruh memperkenalkan Indonesia lewat tarian di Prancis ini?
Kadek : Sangat tentu saja! Ketika kita memberikan pendidikan dalam arti apresiasi seni dengan baik saya yakin kita akan mendapatkan timbal balik yang baik juga, di grup Pantcha Indra itu banyak sekali orang-orang Prancis asli bahkan dari negara lain yang belajar musik gamelan, begitu juga untuk tarian. Dari sinilah mereka semakin ingin tahu tentang Indonesia lebih jauh. Anda tahu? Visi dan misi kami adalah memperkenalkan dan mengembangkan seni dan budaya Indonesia secara luas, jadi bukan hanya lewat produk dan ini sedang kami usahakan terus menerus…
SD : Apa harapan anda saat ini mengingat situasi pandemik yang cukup membuat sektor dibidang seni mengalami banyak kesulitan?
Kadek : Harapan kami sebagai seniman adalah tetap berkarya, tetap bersemangat untuk mengisi dan melakukan seni meskipun boleh dibilang sektor seni diperlakukan tidak adil ya karena dianggap bukan kebutuhan utama, padahal justru malah sebaliknya, anda lihat di masa pandemi inilah seni membantu kita untuk tetap hidup, bagaimana menebalkan rasa kemanusiaan kita, menghibur, membantu memberikan arti dalam kehidupan. Jadi ya walaupun kami dibatasi secara ruang namun intelektual kita, pandangan kita, kreativitas kita tidak bisa dibatasi dan lewat seni salah satunya jadi ya kami sangat berharap agar pandemik ini segera berlalu agar kami bisa kembali memberikan karya seni kami lewat pedagogi ataupun lewat pentas-pentas secara normal bagi masyarakat luas kembali.
Hak gambar : Pierre Carrié dan Rose Durfort
Proud of them