Seniman Indonesia Tampilkan Karya Kontemporer di Art Biennale Venice

Paviliun seluas 500m2 ini adalah bekas gudang senjata tua di tepi laut yang diisi dengan serangkaian instalasi terdiri dari lima komponen karya. Buaian raksasa dari kayu yang berputar/ Meja Runding/ Susunan Kabinet/ Ruang Merokok/ dan Mesin Narasi. Di sini para penikmat seni berkesempatan untuk memiliki interpretasi masing-masing terhadap karya yang ditampilkan.

Untuk Art Biennale ke 58 di Venice ini, paviliun Indonesia yang bertempat di kawasan Arsenale tidak lagi menampilkan karya seorang seniman tunggal namun merupakan akumulasi visi dari beberapa seniman yang bergabung dalam satu tim. Terdiri dari seniman Syagini Ratna Wulan dan Handiwirman Saputra dengan kurator Asmudjo Jono Irianto dan ko-kurator Yacobus Ari Respati.

Kedua seniman Syagini Ratna Wulan dan Handiwirman Saputra menyatakan tema lost verses yaitu akal tak sekali datang runding tak sekali tiba, yang merupakan pribahasa minang memang mereka merupakan proses dan interaksi dalam menghasilkan karya mereka.

“Dari judulnya sendiri itu sebenarnya menggaris bawahi proses kita dari awal, dari awal kita sudah mencari runding dengan tim kita sendiri dan terus berdiskusi, sampai prosesnyapun kita banyak sekali diskusi dan berunding dengan berbagai pihak jadi ya seperti doalah”, tutur Syagini Ratna Wulan kepada Surat Dunia.

Handiwirman Saputra sebagai koloborasi dan juga seniman Indonesia yang karyanya justru sudah lebih dikenal di Venezia ini lebih menekankan jika karya yang mereka buat memang disengaja dirancang untuk mendapatkan interaksi kepada pengujung, menurutnya bagaikan sebuat wahana.

Paviliun Indonesia yang diresmikan oleh kepala Bekraf Indonesia Triawan Munaf, menegaskan pentingnya dukungan pemerintah untuk memajukan kesenian di tanah air yang memiliki beragam seni budaya.

“Tidak saja mereka berkreasi dengan gagasan-gagasan baru tapi juga mengawinkan gagasan baru mereka yang kaya dengan tradisi-tradisi yang ada di Indonesia, jadi modal tersebut kalau kita tidak kelola dan membantu dalam mempromisikan secara maksimal disayangkan akan terbuang percuma sedangkan seperti yang kita lihat di sini, karya seniman indonesia sudah sangat bernilai dan dihargai, bagi saya tidak ketinggalan dengan seniman dunia lainnya”.

Kurator Asmodjo sendiri menilai agar sarana kegiatan seperti ini harus didukung untuk para seniman indonesia baik untuk ke luar negeri dan juga di tanah air itu sendiri agara para seniman memiliki dan bisa menyalurkan refleksi kritisnya.

Banyak pengamat seni yang datang dari berbagai negara menyatakan kekagumannya atas karya seniman indonesia karena dinilai unik dan nilai presentasi tinggi. Pameran kali ini memang mencermikan keunikan Indonesia akan perbedaan budaya yang ada. Berbagai benda seni yang diperlihatkan selalu memiliki makna atas sebuah rundingan dan refleksi diri. Salah pengunjung yang datang Elisabeth dari Paris misalnya mengaku jika Paviliun Indonesia menjadi salah satu stand favoritnya di Arsenale dan yang terbaik dari beberapa stand yang telah ia kunjungi.

Festival seni kontemporer yang bertema May You Live in Interesting Time diikuti oleh 90 negara ini belangsung untuk umum mulai tanggal 11 Mei hingga 24 November.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *