Saintifik Muslimah Indonesia Menjadi Peneliti Di Lembaga Bergengsi Australia

Awalnya kembali ke Autralia karena mengikuti suami. Jenjang S3 yang pernah dilakukan di negara Kangguru ini rupanya kembali memberikan peluang kepada Dina Yulia, PHD untuk mengembangkan ilmunya dalam sebuah lembaga bergengsi di Australia. Wanita yang hobi jalan kaki, yoga dan tentunya berkutat dengan tanaman ini berbagi dengan Surat Dunia mengenai dirinya sebagai seorang saintifik dan diaspora muslimah Indonesia di Benua Autralia.

Surat Dunia (SD) : Halo Ibu Dina, sehat ya. Kita mulai oborlan kita seputar perjalanan karir dan kegiatan anda ya. Nama anda saat ini menjadi pembicaraan sejak muncul di media tentang kiprah anda di bidang saintifik. Anda juga menjadi peneliti di sebuah lembaga riset sains nasional paling bergengsi di Australia. Bagi yang belum mengenal kiprah anda bisakah anda menceritakan kembali bagaimana memulai karir anda di sana?

Dina Yulia (DY) : Sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa. Setelah kepulangan saya ke Indonesia selepas studi, saya kembali lagi ke Australia karena mengikuti suami yang bekerja di sini. Pendek cerita, ketika saya melihat di job advertisement, ada posisi yang sesuai dengan skill set yang saya punya, saya melamar dan diterima. Itu di awal tahun 2011. Alhamdulillaah, saya merasa bersyukur sekali. Karena saya bisa bekerja dengan salah satu saintis klas dunia yang sangat mumpuni di bidangnya, Dr Filomena Pettolino. Dia mengajari saya banyak hal, tidak hanya bidang keilmuan yang kami tekuni, tetapi juga “work ethic” dan “team work”. Dan juga, bekerja di institusi seperti CSIRO memberikan peluang untuk tumbuh dan berkembang, tidak hanya dari sisi keilmuan, tapi juga pengetahuan yang lain, seperti bagaimana berinteraksi dengan orang dari berbagai latar belakang, tentang regulasi yang ada yang berhubungan dengan penelitian yang kita lakukan, tentang keselamatan kerja, dan sebagainya.

SD : Tadi anda menyinggung soal penelitian. Penelitian apa yang saat ini sedang anda kerjakan? Mengapa dan tujuannya untuk apa? Ada sangkutpautnya kah dengan masalah atau untuk kemajuan di Indonesia.

DY : Hemm, bidang yang saya tekuni saat ini adalah bioteknologi tanaman. Saat ini saya tergabung dalam penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan serat kapas dengan kualitas yang lebih baik dengan cara memodifikasi dinding sel serat kapas tersebut.

SD : Bisa anda jelaskan lebih rinci soal ini?

DY : Baiklah, kita tahu bahwa untuk membuat pakaian dengan berbagai fungsi misalnya pakaian olah raga, jacket atau baju kantor dan lain sebagainya, kita perlu serat tekstil dengan berbagai karakter, seperti yang bisa melar atau stretchy, mudah menyerap keringat, tidak mudah berkerut sehingga tidak perlu disetrika, dan menghangatkan, karena bisa menahan panas. Tidak hanya itu, harga bahan-bahan ini juga harus murah. Saat ini banyak bahan serat tekstil yang terbuat dari sintetik dalam arti dari petroleum karena memenuhi kriteria ini. Masalahnya, material ini tidak ramah di lingkungan. Setiap kali kita mencuci, banyak serat-serat kecil akan keluar dan menimbulkan polusi bagi lingkungan.

Sementara dengan kapas, seratnya alami dan tidak membahayakan lingkungan karena mudah terdegradasi. Akan tetapi, karakter serat kapas yang ada saat ini belum seperti karakter serat sintesis. Karenanya para peneliti masih berusaha mengetahui apa saja yg bisa membuat serat kapas lebih panjang, kuat, tebal serta terasa lembut. Mudah2an suatu saat kita akan bisa memakai baju berkualitas yang seperti kita inginkan tapi juga ramah lingkungan! InsyaaAllah.

Kebetulan penelitian yang dimana saya terlibat di dalamnya ini tidak ada kolaborasi dengan Indonesia. Akan tetapi, masalah penggunaan serat sintetik dan bahayanya adalah masalah global, tidak terkecuali Indonesia.

SD : Luar biasa sekali penelitian yang sedang anda dan rekan kerja anda teliti. Semoga penelitian ini bisa juga nantinya membawa manfaat bagi Indonesia. Kami mendapat dan mendengar jika kontribusi anda banyak juga yang tidak hanya sebatas bidang ilmu di pekerjaan anda, tapi rupanya banyak yang mengenal anda dari sisi sosial. Kiprah apa saja yang anda sering lakukan dan menjadikan anda sebagai sebuah kebutuhan?

DY : Alhamdulillah, Allah memberi kekuatan dan kesempatan bagi saya untuk bisa melakukan beberapa kegiatan sosial. Kegiatan sosial bagi saya adalah kebutuhan, seperti halnya kegiatan profesional. Kalau kegiatan profesional itu untuk memenuhi kebutuhan jasmani, kalau kegiatan sosial itu adalah kebutuhan rohani.

Saya pernah aktif di perkumpulan Muslim Indonesia yang tinggal di Canberra (Australia Indonesia Muslim Foundation in ACT (AIMF-ACT), sebagai sekretaris dan juga anggota di divisi Women and Family Affairs (WAFA). Organisasi ini (dan divisinya) sangat aktif dengan berbagai kegiatannya.


Sebagai migran, saya sangat sadar seringkali kita sangat suka untuk berkumpul dengan kelompok kita sendiri, misalnya sesama orang Indonesia atau sesama Muslim atau bahkan lebih sempit lagi, sesama orang Muslim Indonesia. Ini hal yang sangat wajar karena di rantau, kita sangat rindu suasana Indonesia dan rindu makanan-makanan Indonesia. Ini zona comfort kita.

Akan tetapi, saya juga sadar bahwa kita tinggal di Australia. Sangat penting bagi kita untuk secara jujur membangun jembatan dengan kultur lain, bersosialisasi, dan saling membantu. Berbagai kegiatan yang saya lakukan misalnya ikut terlibat dalam pilot project nya Departement of Human Services (DHS) dalam meningkatkan multicultural awareness. Saya diminta untuk berbicara di depan staff sebagai seorang muslimah berhijab yang tinggal di Australia dan berbagai tantangannya.

SD : Anda juga kami dengar aktif sebagai relawan diberbagai lembaga sosial?

DY : Betul sekali, Alhamdulillah saya mendapat kesempatan untuk menjadi relawan di lembaga-lembaga non profit yang bertujuan untuk membantu orang yang kurang beruntung. Di sini kita banyak belajar. Kita mendapat training tentang banyak hal termasuk kondisi masyarakat, bagaimana kita harus berhubungan dengan mereka dan bagaimana apa yg kita lakukan akan berimbas ke mereka. Saya pernah menjadi relawan di Communities@work, Red Cross Australia, Cancer Australia dan saat ini dengan Barnados Australia. Dan semua ini semakin memperkaya pengalaman hidup saya.

SD : Keberhasilan dan aktivitas ini tentunya ada faktor pendukung yang penting. Sebagai istri dari Imam Malik dan seorang ibu dari Faza Muhammad Bijaksana, faktor apa saja yang membuat anda bisa melakukan semua ini?


DY : Alhamdulillaah wa syukurilah, saya menjadi seperti saya sekarang tentu karena seizin Allah dan karena dukungan banyak pihak, keluarga salah satunya yang terpenting. Dukungan lain dari luar keluarga juga saya dapatkan, seperti dari tetangga, teman, guru, dan tentu pemimpin-pemimpin saya.

Seperti yang saya sebutkan tadi keluarga adalah salah satu faktor terpenting dalam hidup saya, maka suami dan anak saya adalah motivator terbesar dan insyaaAllah selamanya saya akan bersyukur mempunyai mereka.

SD : Bisakah anda ceritakan sedikit mengenai maksud dari Motivator ini ?

DY : Ketika anak saya masih kecil, suami dan saya saling membantu di rumah. Kami adalah keluarga yang tidak mempunyai pembagian jadwal yang ketat atau spesialisasi khusus. Semua dikerjakan bersama-sama. Kalau salah satu sibuk, ya satunya yang mengerjakan. Alhamdulillah sama-sama mengerti dan tidak ada yang suka memanfaatkan. Ada lah waktu-waktu konflik, tapi kan biasa ya itu. Seperti para perantauan di negri lain juga ya. Ah ya anak juga sangat mandiri di sini. Dari kecil kami ajari dia membantu pekerjaan rumah dan sebisa mungkin menjadi orang yang rapi, sehingga tidak perlu sering beberes, lebih efisien.

Ketika anak lebih besar, alhamdulillah kemandirian fisik sudah semakin baik, tetapi tantangan non fisik menjadi lebih banyak. Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting. Sebagai orang tua, kita dituntut untuk lebih kreatif mencari berbagai teknik pendekatan yang sesuai dengan usia mereka. Sholat malam dan doa juga menjadi andalan sekali ketika anak dalam tahap-tahap ini.

SD : Sebagai Diaspora Indonesia di Autralia, seberapa penting kah Indonesia bagi anda, apakah rasa cinta anda kepada Indonesia bisa anda ceritakan dalam kesehariannya?

DY : Indonesia was, is and will be part of my identity, tidak pernah lepas. Walaupun identitas saya bertambah sekarang. Dalam arti sebagai perempuan Indonesia, muslimah juga ibusekaligus istri, sebagai peneliti, dan migran yang tinggal di Australia. Tapi Indonesia menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan saya. Saya merasa Indonesia sudah berperan besar membentuk saya menjadi saya saat ini.

Jika orang itu cinta terhadap sesuatu, pasti dia itu ingat terus terhadap sesuatu itu, pengin bertemu, pengin membuatnya senang, pengin selalu sigap jika dibutuhkan dan sejenisnya. Demikian juga kalau kita cinta Indonesia. Indonesia tidak pernah lepas dari ingatan saya, jika liburan datang (sebelum masa Covid), kita selalu merencanakan untuk berkunjung ke Indonesia. Walaupun pekerjaan saya sekarang ini tidak berhubungan langsung dengan Indonesia, saya terbuka ketika diminta untuk mengajar mahasiswa. Dan juga, kita sebagai masyarakat Indonesia, sering melakukan penggalangan dana jika Indonesia sedang dirundung duka.

SD : Bagaimana dalam keseharian dalam keluarga, apakah tetap berbahasa Indonesia?


DY : Di keseharian, memang saya dan suami berbahasa Indonesia di rumah dan seringnya memasak dengan menu Indonesia. Tapi ini agak sulit dikatakan sebagai bentuk kecintaan terhadap Indonesia, karena saya yakin banyak teman-teman yang dengan kondisi yang berbeda, misalnya kesehariannya tidak berbahasa Indonesia atau tidak memasak masakan Indonesia, tapi mereka adalah true indonesian dan cintanya buta terhadap Indonesia.

SD : Bagaimana anda menampilkan diri anda sebagai diaspora Indonesia dalam lingkungan kerja misalnya?


DY : Baju batik adalah baju favorit saya, selain suka motifnya, saya suka beberapa warnanya yang sangat cocok di kulit yang sawo matang. Dan memakai batik atau baju tradisional Indonesia yang lain ke kantor adalah juga salah satu bentuk cinta kita kepada Indonesia!

2 tanggapan untuk “Saintifik Muslimah Indonesia Menjadi Peneliti Di Lembaga Bergengsi Australia

  • 13 September 2021 pada 17 h 23 min
    Permalink

    MashaAllah, bangga sebagai wanita muslimah membacanya

    Balas
  • 19 September 2021 pada 17 h 26 min
    Permalink

    Sering2 lah tampilkan Diaspora prestasi kaya gini. Bikin bangga jangan kaya media lain isinya artis ngk jelas.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *