Evi Siregar, Pejuang Bahasa Indonesia Di Meksiko

Awalnya hanya berniat tinggal 1 tahun di Meksiko sebagai pengajar Indonesia, kini sudah 25 tahun dirinya berada di negara berbasis bahasa Spanyol ini sebagai dosen penuh di El Colegio de México. Dini Massabuau dari Surat Dunia melalui korespondensi mewawancari Ibu Evi Yuliana Siregar, untuk mengetahui bagaimana awalnya dirinya bisa merantau di Meksiko dan apa yang membuatnya bertahan hidup di sana.

Surat Dunia (SD) : Salam Diaspora Ibu Evi Siregar, terimakasih atas waktunya. Nama anda sepertinya sudah tidak asing di kalangan para Diaspora Indonesia di Meksiko, bagaimana awal mulanya perjalanan anda bisa ke sini?

Evi Siregar (ES) : Terimakasih juga Dini dari Surat Dunia sudah tertarik dengan perjalanan saya. Baiklah, awalnya pada tahun 1997, Direktur BIPA-FSUI (Dekan FSUI) Sapardi Djoko Damono memberikan informasi tentang tawaran mengajar Bahasa Indonesia di sebuah universitas di Meksiko. Saya tertarik dan hari itu pula saya kontak dengan Kedutaan Meksiko di Jakarta. Di hari yang sama, saya diwawancarai oleh Dubes Meksiko dan langsung ditawari berangkat ke Meksiko. Keesokan harinya saya sampaikan kepada Dubes Meksiko bahwa saya menerima tawaran itu. Namun, saya mengatakan bahwa saya akan berada satu tahun saja (dari 3 tahun yang ditawarkan). Sampai waktu itu, saya belum menjadi PNS, saya tidak memiliki keterikatan kerja dengan FSUI. Saya menerima tawaran Meksiko, karena pada waktu itu saya berpikir bahwa dengan pergi ke Meksiko, pengalaman saya akan bertambah. Saya mengatakan 1 tahun di Meksiko, karena pada waktu itu saya sudah mempunyai rencana untuk pergi ke Jepang juga mengajar Bahasa Indonesia di satu universitas di Tokyo.

September 1997 saya berangkat ke Meksiko. Setelah tiba di Mexico City, saya baru tahu bahwa saya akan bekerja di Pusat Studi Asia dan Afrika (area studi Asia Tenggara), El Colegio de México. El Colegio de México sebuah universitas bergengsi di Meksiko maupun di Amerika Latin, dan Pusat Studi Asia dan Afrika (S2 dan S3) di institusi itu merupakan program studi Asia dan Afrika terlengkap di seluruh Amerika Latin.

Tahun 1998 karena adanya pergantian politik membuat saya memutuskan untuk meneruskan kontrak di El Colegio de México. Rencana ke Tokyo pun terlupakan. Sementara di Meksiko, saya melihat mayoritas masyarakat Meksiko tak mengenal Indonesia. Saya jadi terpanggil untuk memperkenalkan budaya Indonesia di Meksiko dan Amerika Latin lebih jauh. Dan hingga kini rasa ketertarikan itu masih kuat dan tak terasa sudah 25 tahun saya merantau di Meksiko.

SD : Apa yang memotivasi Ibu Evi terus memperkenalkan Bahasa Indonesia di Meksiko, kalau secara akademis memang sudah pasti ya, tapi secara pribadi?

ES : Pada awal-awal saya tiba di Meksiko, saya menawarkan diri membantu KBRI memberikan kelas Bahasa Indonesia kepada umum (gratis), karena saya ingin agar Bahasa Indonesia dikenal di Meksiko. Namun, setelah saya melihat situasi, saya berpikir untuk berkonsentrasi pada promosi kebudayaan Indonesia, agar dapat menjangkau masyarakat lebih luas lagi. Kegiatan kelas Bahasa Indonesia di KBRI diberikan kepada WNI lainnya.
Saya mulai mengembangkan diri, memperdalam ilmu pengetahuan pada budaya Indonesia dan penerjemahan karya sastra Indonesia ke dalam bahasa spanyol.

Saya mulai memberikan ceramah tentang budaya Indonesia. Ada banyak undangan dari berbagai kalangan tentu saja ini di luar kegiatan akademis saya. Menurut saya, dengan memberikan ceramah tentang segala yang berhubungan dengan budaya Indonesia, dampaknya akan jauh lebih luas dibanding dengan memberikan kelas Bahasa Indonesia, karena tidak semua orang tertarik untuk belajar bahasa. Dari situlah, akhirnya saya memutuskan untuk menjadi indonesianis. Berguna untuk karir saya pribadi dari sisi akademisi juga bisa bermanfaat luas untuk promosi budaya Indonesia, bukan hanya di Meksiko, melainkan juga di negara-negara lain di Amerika Latin). Perlu diketahui bahwa di seluruh Amerika Latin hanya ada dua akademisi Indonesia, saya bekerja dalam tema-tema sosial dan satu dosen-peneliti wanita di kota lain di Meksiko, di bidang biologi.

SD : Berarti Ibu Evi sangat aktif dalam berbagai kegiatan yang memang berhubungan langsung dengan bahasa dan budaya Indonesia, apa saja yang Ibu Evie lakukan ?

ES : Selain bekerja di El Colegio de México, saya juga memberikan jasa layanan terjemahan Bahasa Indonesia – Spanyol, tetapi sangat selektif, karena waktu saya juga tidak banyak. Lebih kepada terjemahkan dokumen resmi memang seperti untuk World Bank, Ford Foundation, dan dokumen pemerintah. Saya juga membantu untuk teman-teman WNI saya yang membutuhkan penerjemahkan dokumen andministrasi, dan biasanya itu saya berikan secara cuma-cuma. Kegiatan lainnya adalah di kampus kadang saya membuat kegiatan ekstra. Saya mendukung penuh program kebudayaan KBRI, kapan saja mereka minta, saya usahakan untuk penuhi.

Sesudah terbentuk Indonesian Diaspora Networking Chapter Mexico dan saya terpilih sebagai ketua pertama, kegiatan saya otomatis jadi ikut bertambah juga dalam promosi budaya Indonesia. Sekarang saya berpartisipasi di Indonesian Diaspora Networking Global. Selain itu, kalau ada orang atau institusi yang meminta saya untuk memberikan kelas
atau ceramah tentang Indonesia, pasti saya terima dan semua biasanya saya kerjakan secara sukarela, walaupun kadang misalnya pihak KBRI memberikan tanda jasa tentu saja dengan senang hati saya terima, karena saya anggap sebagai bentuk dharma sekaligus tanda terimakasih saya pada Indonesia.

Kini saya juga mulai aktif menulis di blog atau media. Saya ingin berbagi tentang apa yang saya tahu lewat tulisan-tulisan itu, terutama tentang Meksiko dan negara-negara Amerika Latin lainnya. Persentase orang Indonesia yang memiliki akses ke dalam bahasa spanyol kan kecil sekali. Buat saya, ini merupakan bentuk terima kasih saya pada Meksiko. Sebagai WNI yang bertempat tinggal di Meksiko, saya ingin menjadi jendela kedua negara: Indonesia dan Meksiko. Sebagai penerjemah, saya juga ingin menjadi la voz de dos mundo.

SD : Pengalaman apa saja yang bisa Ibu Evi ceritakan selama mengajar Bahasa Indonesia?

ES : Pertanyaan ini agak susah untuk dijawab nih karena banyak sekali. Kelas Bahasa Indonesia yang diberikan di Pusat Studi Asia Tenggara untuk program S2 sangat intensif. Sekarang “hanya” 192 jam/semester, total 4 semester, tetapi pada awal saya datang mencapai 320 jam/semester, total 6 semester. Sudah pasti baik dosen maupun mahasiswanya klenger. Untungnya pada umumnya, mahasiswa yang kami terima pintar-pintar dan sangat baik untuk belajar bahasa. Saya bahagia kalau mereka akhirnya memiliki kemampuan yang begitu tinggi dalam Bahasa Indonesia. Mahasiswa program studi Asia Tenggara yang belajar Bahasa Indonesia paling baik dalam kemampuan bahasa.

Di antara yang membuat saya bangga adalah ketika saya mengetahui mahasiswa didikan saya berhasil mendapatkan kontrak dari PBB ketika jajak pendapat Timtim. Dia berhasil mengalahkan banyak kandidat, keunikannya, karena memiliki kemampuan Bahasa Indonesia yang tinggi. Kini ia menjadi salah satu pejabat di PBB.

Kemudian ada juga mahasiswa saya yang kini sudah menjadi diplomat dan bertugas di Jakarta, menurutnya banyak yang kagum dengan kemampuannya dalam Bahasa Indonesia.

SD : Harapan Ibu Evi kepada sebagai pengajar ?

ES : Mahasiswa-mahasiswa kami datang dari berbagai negara di Amerika Latin ada juga dari luar Amerika Lain. Ketika mereka kembali ke negara mereka, pada umumnya menjadi dosen-peneliti. Saya berharap, ketika mereka menjadi pejabat di universitas mereka, dapat membuat keputusan untuk memasukkan pengajaran Bahasa Indonesia ke dalam kurikulum mereka. Oleh karena mereka juga memiliki kemampuan yang sangat baik dalam bahasa, dalam kurikulum pengajaran Bahasa Indonesia, saya memasukkan materi penerjemahan. Pada semester akhir, kami bersama-sama menerjemahkan sebuah karya sastra Indonesia ke dalam
bahasa spanyol. Hasil dari pekerjaan itu saya perbaiki lagi dan saya publikasikan nama mereka juga ada. Mereka sangat bangga melihat nama mereka tercantum di buku itu. Ini seperti simbiosis mutualisme, bermanfaat bagi kedua belah pihak.

Publikasi terjemahan karya sastra Indonesia ini membuat saya menjadi pionir dalam penerjemahan karya sastra Indonesia, dari Bahasa Indonesia ke dalam bahasa spanyol di dunia. Buku terjemahan itu telah tercatat dalam Ensiklopedi Kesusastraan di Meksiko. Dapat angka-angka tinggi dari para pembaca.

Tentu saja hal ini membuat saya bahagia sekali. Namun, saya harus terus bekerja keras, agar kesusastraan Indonesia terus dikenal masyarakat
Amerika Latin. Tidak mungkin kan mereka harus belajar Bahasa Indonesia dulu untuk bisa membaca karya-karya sastra Indonesia. Jadi, kegiatan menerjemahkan karya-karya sastra Indonesia ke dalam bahasa spanyol merupakan juga salah cara yang efektif dalam mempromosikan kebudayaan Indonesia secara masif dan permanen.

Saya juga sangat berharap apa yang saya alami bisa menjadi motivasi bagi adik-adik atau generasi muda yang ingin berkarir dengan Bahasa Indonesia. Namun, jangan mentok pada menjadi guru Bahasa Indonesia. Ada banyak yang bisa digali. Saya tidak bermaksud mendiskriminasikan predikat guru Bahasa Indonesia. Yang saya ingin tekankan adalah agar kita mau mengembangkan diri, mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau ilmu pengetahuan kita bertambah, aktivitas kita berkembang, berarti kita telah maju.

Bahasa Indonesia bisa menjadi sarana untuk berkarir dengan baik di luar negeri. Saya generasi pertama pengajar BIPA yang lengkap dengan pengetahuan tentang metode pengajaran dan kurikulum. Pengetahuan Bahasa Indonesia saya sudah cukup dalam, istilahnya, udah mentok. Itu sebabnya saya mengembangkan diri pada dunia penerjemahan, lalu studi
gender-kesusastraan. Sekarang sedang berfokus pada tema pendidikan tinggi di Indonesia S3 saya bidang Pendidikan. Saya sedang mempersiapkan publikasi buku tentang Perguruan Tinggi di Asia Tenggara. Semua itu berawal dari mengajar Bahasa Indonesia…

3 tanggapan untuk “Evi Siregar, Pejuang Bahasa Indonesia Di Meksiko

  • 12 April 2022 pada 16 h 42 min
    Permalink

    25 Tahun merantau masih cinta Indonesia dan berbahasa Indonesia, salut dengan ibu ini!

    Balas
  • 12 April 2022 pada 16 h 43 min
    Permalink

    Keren pokoknya…Salam kenal bu Evi.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *