Ramadan Dua Keluarga Kawin Campur Di Prancis, Harus Banyak Sabar.
Bukan hal mudah tentunya saat terbiasa dengan Azan, suasana ramai bulan Ramadan, media dan lingkunganpun ikut mendukung dengan berbagai siraman rohani, tiba-tiba semuanya tidak bisa lagi didapatkan. Ramadan di Prancis, adalah layaknya hari biasa tidak ada yang berubah. Semuanya melakukan aktivitas secara normal. Bagaimana kedua keluarga pasangan kawin campur Indonesia-Prancis ini mempersiapkan Ramadan mereka? Dan apa saja tantangannya ? Mari kita simak pernyataan Husnul dan Madinah.
Pertama kali datang ke Prancis, tantangannya lebih mudah dibandingkan saat ini setelah saya memiliki dua anak. Dulu tantangan di awal hanyalah bagaimana dapat berpuasa selama kurang lebih 18 jam di saat musim panas, lebih terkonsentrasi kepada diri sendiri. Namun, saat ini dengan dua anak tentunya tantangan bertambah, yaitu bagaimana mengenalkan ramadan kepada anak-anak.
Agak sulit, karena keluarga suami bukanlah keluarga muslim yang menjalankan Ibadah Puasa, dan ini menjadi pertanyaan kepada anak sulung saya kenapa nenek dan tantenya misalnya tidak berpuasa seperti orang tuanya. Terlebih lagi kami tinggal di desa, sehingga otomatis tidak banyak teman di lingkungan sekolah anak saya yang beragama islam.
Tentunya saya tidak menyerah begitu saja dengan keadaan, saya berusaha mengenalkan islam dan ramadan adalah dengan membawa lingkungan islam itu sendiri kepada anak saya. Tahun lalu saya mengajaknya mengikuti ramadan ceria yang digelar oleh Perhimpunan Masyarakat Islam di Prancis (PERMIIP), saya juga mendaftarkannya anak saya kursus mengaji dan bahasa arab ditambah dengan tentunya atelier-atelier Ramadan untuk anak2. Selain itu, saya juga mengajak anak-anak saya untuk saling bersilaturahmi dengan anak-anak dari teman-teman Indonesia saya. Hal ini saya lakukan agar mereka tidak merasa sendiri sebagai seorang muslim.
Cara lain adalah mengenalkan dengan cara-cara yg disukai olehnya, seperti menonton kartun, membaca cerita Islam dan sistem kado. Maksud sistem kado adalah apabila ia berpuasa setengah hari, atau melakukan sholat selama bulan ramadan maka dia akan mendapatkan hadiah besar pada waktu lebaran. Jadi tergantung seberapa besar effortnya selama bulan ramadan. Untuk si bungsu yg masih kecil, papanya membiasakan membawanya ke Masjid agar dapat familiar dengan Masjid dan lingkungannya.
Buat saya sendiri, untuk menjaga semangat dalam bulan ramadan adalah dengan mengikuti kajian Majelis Pengajian Prancis dan PERMIIP. Sedangkan suami menjaga semangatnya dengan mengikuti kajian Tarekat Rajabiya secara online (komunitas sufi di Prancis), beliau juga mendaftar kelas memorisasi Al Qur’an dengan teman-temannya yg sempat belajar agama islam di sebuah institut islam bernama Ifesi, serta tak lupa sebisa mungkin pergi ke masjid dan bersilaturahmi dengan komunitas muslim yang berada di dekat rumah.
Lingkungan dan teman-teman yang mengajak dalam kebaikan merupakan hal yang sangat penting untuk kami sekeluarga dalam menjalankan agama selama di Prancis khususnya di bulan Ramadan. Karena seperti yang kita ketahui bahwa bulan Ramadan ini adalah bulan dimana umat islam dapat mempererat kembali hubungan silaturahmi antara sesama muslim.
Intinya, memang kitalah yang harus mencari agar bisa selalu istikomah. Tidak mudah memang, namun berkat dukungan suami dan teman-teman juga pada akhirnya saya merasa lebih hangat dan ada udara segar setiap kali melewati Ramadan yang sangat berbeda ketika kita berada di Prancis ini.
Alhamdulillah puasa Ramadan bukanlah hal yang baru bagi kami, terutama suami yang sudah memeluk Islam lebih Dari 10 tahun. Saya bersyukur juga dengan Ramadan waktu kami berkumpul jadi lebih banyak, yaitu diwaktu sahur dan berbuka karena biasanya kalau bukan Ramadan, sarapan dan makan siang jarang bisa bersama. Terlebih dengan bulan suci sholat kamipun jadi lebih banyak jama’ahnya sholat Subuh dan Tarawih bersama.
Ramadan bagi anak-anak kami sejauh ini tinggal di Prancis lancar-lancar saja, bahkan si sulung di sekolahnya diberikan surat penjelasan untuk tidak masuk kantin karena menjalankan Ramadan. TV national juga banyak mengucapkan selamat menjalankan Ramadan. Hanya memang untuk anak kedua kami masih saya biarkan berbuka jam 7 malam karena esoknya ada sekolah dan harus tidur pukul 21.00. Tetapi memang diakhir pekan dia bisa penuh berpuasa. Maklum hingga saat ini waktu berpuasa masih cukup malam, tahun ini di mulai dari pukul 20.05 hingga nanti bisa menjelang pukul 22.00. Bungsu yang masih balita tentu saja belum ikutan, kecuali bikin heboh suasana Ramadan kami saja, bikin hangat jadinya, hehehehe
Tantangannya bulan Ramadan memang kita harus jadi lebih sabar, terhadap lingkungan yang memang tidak ada sedikitpun suasana puasanya dan juga terhadap mertua, yang kerap masih menginginkan kami datang di akhir pekan untuk makan bersama dengan mereka seperti kebiasaan setiap akhir pekan di luar bulan Ramadan. Mertua memang bukan pasangan muslim. Alhamdulillah sejauh ini sih mereka masih bisa menerima karena kami mintakan gantinya jadi datang makan malam. Semua dijalankan secara santai sambil menikmati setiap keadaannya saja…Jadi dibawa ringan agar kitanya bisa fokus sama ibadah Ramadhan nya
Kerinduan selain makanan adalah kebersamaan keluarga besar saat berbuka puasa bersama, mendengarkan kumandang Adzan yang saling bersautan dari satu mesjid ke mesjid satunya, itu yang tidak dirasakan di Prancis. Namun sama sekali tidak mengurangi kebahagiaan Ramadan bagi kami Di Prancis ini. Salah satu cara yang kami lakukan adalah membuat suasana buka puasa dengan memasang suara adzan magrib dari youtube misalnya. Anak-anak kami juga kami ikutkan acara Ramadan Ceria dari perkumpulan Islam di Prancis, dan saya sendiri sangat tertolong dengan mengikuti kajian-kajian melalui Majelis Pengajian Prancis (MPP). Selain kajiannya kami para anggota sangat kompak dan saling support.
Saya bersyukur karena memang dari MPP ini tidak hanya saya anak-anakpun jadi bisa ikut bemajar kelas Iqro, dan sayapun ikutan belajar kembali. Alhamdulillah bahkan kini MPP pun hadir khusus kajian untuk anak-anak dan remaja (MPP anak&remaja). Semua berawal dari pengenalan saya dengan seorang teman yang kini bagaikan kakak bagi saya, MashaAllah, Alhamdulillah, kami masih terjaga karena Allah dekatkan Kami dengan MPP. Memang benar, bila ingin istikomah maka lingkunganpun sangat berperan besar terhadap kehidupan kami, khususnya untuk mendukung kami agar tidak merasa sendiri.
Saya jadi ingat kalimat ibu saya, ditanah manapun kamu berada, disitulah kaki berpijak. Yang dimaksudkan ibu adalah agar kami mampu menjalankan kebiasaan kami sebagai seorang Muslim dengan menjalankan ke Islaman kami dimana saja kami berada. Menyesuaikan diri dengan kepribadian kuat dalam agama.
Mungkin ini yang menjadi salah satu kekuatan saya pribadi tetap senang bahagia di negara Prancis dengan keluarga kecil kami. Terimakasih dengan teknologi juga yah, Karena kajian-kajian ini semua secara online, bisa jumpa dengan nara sumber hebat dari Indonesia lewat MPP juga.