Nonton Film Indonesia di Marseille? Pourquoi pas!

Catatan Dara T. Arief

Ini pengalaman baru buat saya setelah dua tahun lebih tinggal di kota ini. Awalnya cukup mengagetkan ada film Indonesia diputar di sini karena jumlah warga diaspora di Marseille, kota kedua terbesar di Prancis setelah Paris, tidak terlalu besar yaitu sekitar 200 orang. Buat saya tentu kesempatan ini tidaklah boleh dilewatkan, walau jujur dan mohon maaf karena keawaman saya, baru tahu jika ada film dengan judul ini.

Di kota Vancouver, Canada kota yang dahulu saya tinggali sempat juga saya menonton film ‘Raid‘ yang dibintangi Iko Uwais dan Yayan Ruhiyan itu sebanyak dua seri (tahun 2011 dan 2014). Film laga ini ternyata menarik banyak penonton. Mungkin bukan saja karena populasi diaspora yang lumayan besar (waktu itu di Greater Vancouver sekitar 2.000-an orang) namun ternyata juga banyak ‘bule‘ yang menonton yang saya kira tertarik karena film ini mempertontonkan aksi laga dengan pencak silat kita yang cukup dikenal.

Kembali ke Marseille. Kami berlima tiba di bioskop setelah berputar-putar mencari bioskop yang berlokasi di tengah kota tua dekat ‘Vieux Port’, sekitar 40 menit sebelum film dimulai. Ternyata kami adalah pembeli tiket pertama, seperti yang disampaikan oleh si mas penjual tiket. Penjual tiket juga menginfokan jika tadi siang ada sekitar 6-7 orang penontonnya.

“Tidak mengapa kan masih lama lagi filmnya diputar dan semoga masih akan datang lagi penonton lain” hibur saya. Oh iya, kami memilih jam pertunjukan ketiga atau yang terakhir karena waktunya lebih leluasa. Ok, baiklah, kita tunggu saja penonton lainnya tiba dan bertanya-tanya apakah kira-kira kita kenal atau tidak ya ?

Bioskop di sini tidak semuanya memberikan nomor kursi seperti di tanah air, jadi siapa cepat akan mendapat tempat yang strategis. Sebelum berangkat sempat kami intip pembelian tiket online-nya, ternyata pembelian online sedikit lebih mahal.

Pada akhirnya ada tiga penonton lainnya yang bergabung dengan kami, pasangan Prancis usia baya dan seorang pria juga orang Prancis. Jadilah bioskop berkapasitas sekitar 60 kursi itu diisi delapan orang. Gatal sih mulut ini ingin menanyakan mengapa mereka memilih menonton film ini, mumpung film belum dimulai. Namun demikian saya cukup sopan untuk tidak mengajukan pertanyaan kepo ini.

Film yang asalnya berjudul ‘Nana’ dan dalam versi Inggrisnya berjudul ‘Before, Now, Then’ serta dalam versi Prancis ditajuki ‘Une Femme Indonésienne‘ (seorang wanita Indonesia) menggunakan bahasa Sunda sepanjang film dan tentu saja disertai teks bahasa Prancisnya.

Film yang berlatar belakang kehidupan masyarakat Indonesia yang berlokasi di Jawa Barat ini lumayan menjadi obat kangen saya ketika melihat suasana pedesaan nan asri serta keindahan kebaya dan jarig batik yang dikenakan pemainnya, si cantik Happy Salma bintang utamanya dan Laura Basuki pemeran pembantunya. Plot ceritanya sendiri menggambarkan tipikal masyarakat kita sekitar tahun 1960an berkisah tentang si Nana seorang perempuan yang kehidupannya terdampak peristiwa besar pemberontakan PKI.

Alur ceritanya buat saya berjalan perlahan dan kadang-kadang tetiba memvisualisasikan mimpi Nana tentang peristiwa yang pernah atau sedang dia alami. Dalam pandangan pribadi saya dalam jalinan cerita yang berasal dari novel “Jais Darga Namaku’ karangan Ahda Imran ada beberapa hal yang tidak biasa bagi masyarakat kita misalnya bagaimana Nana bisa bersahabat dengan Ino simpanan suaminya dan bagaimana dia bisa memutuskan untuk bercerai dan kembali ke suami pertamanya.

Well, namanya juga film ya sehingga harus ada sesuatu yang luar biasanya dong. Saya yang sedikit faham berbahasa Sunda namun tidak fasih, apa lagi mereka menggunakan bahasa Sunda yang halus kadang harus mengintip teks Prancisnya supaya mampu menangkap detil ceritanya walau pun bahasa Prancis saya jauh lebih buruk lagi.

Setelah keluar dari bioskop, penasaran saya buka ‘mbah gugel’ mencari info tentang film yang ditulis dan disutradarai oleh Kamila Andini ini. Oh pantas saja, film ini telah mengikuti beberapa festival internasional serta memperoleh penghargaan pula. Salah satunya ‘Berlin International Film Festival’ pada Pebruari 2022 dan Laura Basuki mendapat penghargaan ‘Silver Bear’ sebagai peran pembantu terbaik. Festival lainnya adalah ‘Asia Pacific Screen Award’ dimana film ini berhasil memperoleh beberapa nominasi dan penghargaan, antara lain sebagai pemenang ‘Best Film’ dan ‘Best Cinematography’ (Batara Goempar). Dan ternyata film ini adalah Film Terbaik Festival Film Indonesia bulan November 2022 lalu. Wah, pantas saja ya film ini sampai diputar di sini, gumam saya dalam hati sembari menahan rasa malu betapa saya tidak ‘updated’ berita perfilman nasional.

Christina Hakim, Ketua Dewan Juri FFI mengatakan film ini secara substil menggunakan rasa tubuh dan unsur sinema dalam mengekspresikan perlawanan di tengah dunia yang serba diam menjadi bahasa tutur personal (tempo.co).

Yah, menonton film kita di luar negeri cukuplah mengobati sedikit kerinduan saya terhadap Indonesia Raya. Saya juga bangga dengan dipilihnya film Indonesia ini sebagai salah satu film asing yang diputar di Prancis khususnya di bioskop seni ini Cinéma Les Variété yang memang kerap memutar film-film asing.

Ayo rekan-rekan diaspora Indonesia di Marseille atau Prancis, yuk ramaikan film kita ini. Selain sebagai obat kangen juga sekaligus upaya menunjukkan kebanggaan kita akan karya anak bangsa serta semoga dapat menambah cinta tanah air.

3 tanggapan untuk “Nonton Film Indonesia di Marseille? Pourquoi pas!

  • 28 Desember 2022 pada 12 h 53 min
    Permalink

    Keren banget film Nana bisa masuk ke berbagai negara. Prancis termasuk susah masuk film Indonesia loh

    Balas
  • 28 Desember 2022 pada 12 h 54 min
    Permalink

    Biar yang nonton sedikit tetap semangat ya mbak Karmila Andini. Top 👍

    Balas
  • 1 Januari 2023 pada 15 h 30 min
    Permalink

    Saya mengajak teman dan keluarga melihat film ini semuanya menyatakan film yang sangat elegan.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *