Kisah Inspiratif: Sania, Pelukis Indonesia di Prancis dengan Proyek Besarnya

Catatan Dara Arief

Kami mengenal Sania -lengkapnya Sania Gilang Hati- sejak pertama kami tinggal di Marseille yaitu tahun 2020, ketika ia masih menetap di Salon-de-Provence. Pelukis lulusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung tahun 2008 ini menggunakan cat minyak, cat air dan mix media lainnya dalam lukisan-lukisannya. Menghasilkan cukup banyak karya, baik sejak di Indonesia mau pun setelah tinggal di Prancis, pelukis yang kerap menggunakan warna-warna cerah dan terang ini beberapa kali menyelenggarakan pameran lukisan bersama pelukis lain di berbagai negara.

Sania dengan lukisan terbarunya berjudul L’esprit Dans Tes Yeux

Tahun 2009 Sania mengadakan pameran tunggal di Guangzhou, China berthemakan ‘global warming’ yang menjadi kepeduliannya. Didukung oleh KJRI Marseille, pada tahun 2021 mojang Priangan cantik berwajah oriental ini menyelenggarakan pameran lukisan karyanya selama satu minggu sekaligus sebagai ajang memamerkan seni dan budaya Indonesia di kota Salon-de-Provence, Prancis Selatan. Pembukaan pameran ini dihadiri oleh Konjen RI di Marseille Arief Basalamah, Wakil Walikota Salon-de- Provence dan pejabat pemerintah setempat serta warga Prancis dan Indonesia lainnya.

Menikah dengan Nicolas Noel -dipanggil Nic-, pria asli Prancis yang kemampuan berbahasa Indonesia dan gayanya menurut pandangan saya sudah ‘sangat Indonesia’. Setelah menikah mereka sempat menetap di Indonesia untuk waktu cukup lama dan memiliki 2 anak, putri dan putra yang fasih berbahasa Indonesia berkat ketekunan Sania menerapkan penggunaan bahasa Indonesia di dalam keseharian mereka di rumah.

Sejak tahun 2022 kami tidak bertemu mereka lagi karena mereka pindah ke kota kecil Saint-Genest-d’Ambière yang masuk wilayah Departemen Vienne di Region Nouvelle-Aquitaine, belahan barat Prancis yang berjarak sekitar 800 km dari Marseille.

Kami berfoto bersama

Pada saat perjalanan ‘road trip’ singkat kami -dalam rangka memanfaatkan ‘long weekend’- ke wilayah Prancis bagian tengah dan bagian barat, kami mencuri kesempatan untuk dapat mengunjungi mereka. Selain ingin mendengarkan kabar keluarga muda ini, kami juga ingin menyaksikan langsung proyek besar yang sedang mereka tangani.

Suatu sore di awal bulan Juni ini kami mendarat di kediaman mereka yang menurut Sania sedang ‘acakadul’. Mereka membeli sebuah rumah besar, megah, indah dan antik namun merupakan bangunan tua yang membutuhkan banyak perbaikan. Gedung rumahnya ini berlantai tiga serta memiliki dua bangunan ‘annex’ yang juga cukup besar. Pada lobby berlantai motif kotak terdapat sepasang tangga putar yang unik.

Rumah tampak depan

Kami disambut hangat dan penuh keakraban layaknya seperti teman lama oleh keluarga muda ini. Dengan bersemangat, Sania -yang saya kenal sangat energik dan kreatif- bercerita tentang proyek yang sedang mereka kerjakan untuk menyulap bangunan tua ini menjadi penginapan, rumah sewa dan rumah tinggal yang menarik dengan tetap mempertahankan gaya klasiknya namun nyaman dan modern. Lokasi yang mereka pilih ini memang sudah diperhitungkan, berada tidak jauh dari Futuroscope, yaitu sebuah wahana permainan terkenal di Prancis Barat yang menggunakan multi media, sinematografi, ‘futuroscope’ dan teknik audio visual untuk permainannya. Para pengunjung ‘theme park’ yang membutuhkan tempat menginap ini lah yang menjadi target utama pasar mereka. Ya, sebuah rencana bisnis yang komprehensif. Kagum kami mendengarkan rencana kerja mereka untuk 2-3 tahun ke depan dilengkapi dengan desain arsitektur yang detil dan menarik. Kami juga diceritakan tentang pengalaman mereka bekerja dengan tukang dan kontraktor Prancis yang kerap menghadapi situasi tidak mudah dan kurang menyenangkan.

Di samping itu ada saja beberapa masalah yang mereka temui dalam merealisasikan keinginan mereka ini. Saat rumah sudah diserah-terimakan, mereka menemukan kondisi atap rumah yang tidak sesuai dengan pernyataan penjual karena perbaikan yang dilakukan sebelumnya ternyata kurang maksimal. Tapi bukan lah Sania jika hal ini tidak diselesaikannya. Ia menyampaikan keluhan dan berhasil menerima penggantian atas ketidaksesuaian itu, walau tidak memperolehnya secara penuh. Masalah lain adalah ketika ditemukan sarang lebah yang sangat besar yang berusia ratusan tahun di cerobong asap gedung ini.

Hal yang tidak kalah menarik ketika bersih-bersih, Sania menemukan lembaran koran lama di dalam lemari ‘build in’ rumah tersebut. Koran bertahun 1962 itu ternyata memuat berita tentang Sukarno dan Indonesia! ‘Mungkin karena rumah ini berjodoh dengan saya ya…’ ungkap Sania. Iya, mungkin sekali bukan hanya sekedar kebetulan biasa… Begitu detilnya rancangan desain proyek yang mereka buat yang tentu saja akan menghasilkan nilai seni/arsitektur yang tinggi, mengingat latar belakang di bidang seni yang mumpuni dari pemiliknya ditambah minat yang besar di bidang interior dan arsitektur. Pada sisi lain tentu akan berakibat biaya yang besar dan waktu penyelesaian yang lebih lama.

“Apakah kalian tidak mau mengorbankan detail-detail ini supaya proyek bisa diselesaikan lebih cepat?” tanya saya penasaran. Sania menertawakan pertanyaan lugu saya. Untuk alasan kepraktisan, mereka sekeluarga tetap tinggal di tempat yang sedang dibangun tersebut bersama Candy (12 tahun) dan Carl (7 tahun), demikian nama sang buah hati. Tentu saja menjalani situasi ini tidak lah gampang mengingat Sania tetap berkegiatan sebagai ibu rumah tangga yang mengurus dan melayani keluarganya.

Walau dana yang mereka miliki tidak berlimpah, Sania dan Nic optimis dapat menyelesaikan proyek ini. Latar belakang keahlian dan pengalaman Nic dalam bidang perkayuan memang sangat membantu di tambah hasil belajar otodidaknya di bidang konstruksi. Ia pernah bekerja di perusahan perlengkapan rumah merk Prancis yang terkenal dalam jangka waktu cukup lama. Mereka menjelaskan tentang banyaknya ilmu pengetahuan di bidang bangunan yang bisa dipungut dari berbagai tempat berkat kemajuan teknologi saat ini. Ternyata banyak dari pekerjaan tersebut yang mereka selesaikan lewat kedua tangan mereka sendiri! Saya sampai memegangi dan mengelus kedua telapak tangan Sania untuk membuktikan kerja keras yang sudah ia lakukan. Memang tidak semua bisa mereka lakukan sendiri karena beberapa pekerjaan membutuhkan keahlian dan spesialisasi tinggi seperti pengerjaan pemipaan air, kelistrikan, atap dan lain-lain.

Rumah tampak dari halaman dalam (inner court)

Di bagian tengah/belakang bangunan ini terdapat sebuah lahan terbuka cukup besar yang direncanakan akan dijadikan sebagai taman (‘inner court’). Sania menjelaskan desain yang diimpikannya yaitu taman khas model Prancis dengan kolam air mancur di tengahnya dikitari kebun bunga. Ia memang penggemar tanaman dan bertanam selain memasak. Wanita multi-talenta ini ternyata punya energi besar di dalam tubuhnya yang super langsing.

Penuh keramahan keluarga ini menjamu kami. Menu makan siang lengkap disajikan di halaman belakang di bawah pohon bunga wisteria, persis seperti gambar yang bisa dijumpai dalam kartu pos. Makan siang ala Prancis (sedikit difusikan dengan gaya Indonesia karena dilengkapi kehadiran nasi putih plus sambal!) dibuka dengan salad berupa irisan tomat merah tua (‘black beef tomato’) yang segar dilapisi irisan keju mozarela dengan siraman ‘balsamic vinegar’ serta potongan melon manis dalam piring terpisah. Masuk ke menu utama, disajikanlah ayam saus madu yang dibakar dalam oven dengan irisan terung dan sayuran lainnya serta diberi bumbu ala ‘provence’ yang khas. Sambal hijau dan terasi sengaja dihadirkan untuk lidah Indonesia walau dalam bentuk kemasan. Semua ‘c’est bon’ alias enak sekali. Sebagai penutup ‘pie lemon’ yang segar serta ‘mousse’ dengan siraman buah aneka jenis berry cantik dan serpihan speculaas menjadi pilihan. Paduan yang luar biasa untuk musim semi yang sudah mulai menghangat di Prancis…

Jamuan makan siang dari nyonya dan tuan rumah

Sambil menyantap hidangan, Sania dan Nic bercerita banyak hal, tidak hanya sekitar masalah membangun/merenovasi, namun juga tentang perbedaan budaya dan tata krama Prancis-Indonesia, kegiatan melukis yang sekarang Sania lakukan, sampai berkisah bagaimana Bali jauh lebih dikenal dari pada Indonesia bagi masyarakat Prancis. Bahkan di kota tempat mereka tinggal saat ini masih ada orang yang belum kenal Indonesia! Mereka juga berbagi ilmu khususnya bagaimana mengambil peluang bisnis di Prancis di bidang property walau tidak memiliki modal besar serta akan menghadapi regulasi yang cukup rumit. Kami dapat melihat betapa besar semburan semangat dari pasangan muda kawin campur ini serta bagaimana kerja keras yang mereka lakukan untuk menggapai mimpi agar memperoleh kehidupan lebih baik dan lebih berarti, bukan hanya untuk diri sendiri dan keluarga tapi juga untuk masyarakat yang lebih luas lagi.

Time flies so fast… kami harus pamit mengakhiri kunjungan dan melanjutkan ‘road trip’ kecil kami ke ujung barat Prancis. Sungguh terharu melihat dan mendengarkan kisah inspiratif mereka. Sebagai orang tua terselip rasa bangga dalam hati akan kiprah warga kita di negara sebesar Prancis ini dalam situasi medan yg tidak mudah. Terselip doa akan kesuksesan Sania dan Nic dalam mengejar cita-cita besar mereka, seperti yang mereka katakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin dalam kehidupan ini asal tetap berupaya dengan optimis. Semoga semakin banyak lahir generasi muda kita yang mampu bersaing secara global dengan keahlian, latar belakang dan cara mereka masing-masing.

Satu tanggapan untuk “Kisah Inspiratif: Sania, Pelukis Indonesia di Prancis dengan Proyek Besarnya

  • 14 Juni 2023 pada 19 h 20 min
    Permalink

    Bacanya asik sekali serasa membaca cerita. Kisah2 seperti ini diperbanyak ya Admin.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *