Empat Mahasiswa Doktor Indonesia Raih Prix Mahar Schützenberger 2024

Catatan: Luh Anik Mayani. Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Paris

Tahun 2024 merupakan tahun yang sangat bermakna bagi empat orang mahasiswa doktor Indonesia yang berhasil meraih Prix Mahar Schützenberger–sebuah penghargaan yang diberikan kepada peneliti Indonesia yang sedang menyusun disertasi di Prancis sebagai penghargaan atas kualitas penelitian ilmiah mereka. Keempat mahasiswa tersebut adalah Gusti Ngurah Putu Eka Putra yang sedang meneliti piranti kimia untuk memperbaiki DNA di Institut Curie, Orsay; Acintya Ratna Priwati yang memfokuskan diri pada studi komparatif mengenai identitas nasional antara Indonesia dan Prancis di Université Paris Cité; Achmad Fajar Putranto yang berkutat dengan struktur nano resolusi tinggi melalui litografi kopolimer di Université de Grenoble-Alpes; serta Resa Martha yang tengah berkonsentrasi pada penelitian mengenai teknologi perawatan material kayu di Université de Lorraine.

Keempat mahasiswa tersebut mendapatkan medali serta dana penelitian yang diserahkan langsung oleh Presiden AFIDES dan disaksikan oleh Dubes RI Paris, perwakilan juri, dan Atdikbud KBRI Paris.

Bapak Mohamad Oemar, Dubes RI Paris memberikan ucapan selamat dan apresiasi yang tinggi kepada para penerima penghargaan, sekaligus menyampaikan bahwa Prix Mahar Schützenberger merupakan contoh konkret hubungan bilateral Indonesia-Prancis di bidang pendidikan. Beliau berharap penelitian yang dilakukan oleh putra-putri terbaik Indonesia ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan juga ekonomi di Indonesia.

Sementara itu, Ibu Hélène Schützenberger, Presiden AFIDES, turut menyampaikan ucapan selamat kepada keempat mahasiswa doktor Indonesia tersebut serta berterima kasih atas dukungan KBRI Paris.Acara penganugerahan Prix Mahar Schützenberger terselenggara dengan baik berkat kerja sama antara AFIDES dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan, KBRI Paris pada 12 Juni 2024. Sekitar 50 orang tamu yang berasal dari Yayasan AFIDES, penerima penghargaan beserta keluarga, serta perwakilan pelajar/mahasiswa memenuhi Aula Garuda KBRI Paris. Selain menyaksikan presentasi proyek penelitian dari para penerima penghargaan, para tamu juga menikmati suguhan tari tradisional Indonesia, yaitu tari Gambyong dan tari Jathilan.

Sejarah Prix Mahar Schützenberger

Nama Penghargaan Mahar Schützenberger diambil dari nama putra Profesor Marcel-Paul Schützenberger, yaitu seorang dokter, ahli matematika terkenal di dunia internasional, anggota Académie des Sciences, yang menikah dengan Ibu Hariati Soerosoegondo asal Yogyakarta, Indonesia.

Nama Mahar merupakan kombinasi nama Profesor Marcel (Ma-) dan istrinya, Ibu Hariati (-Har).Mahar Schützenberger adalah mahasiswa sekolah politeknik bergengsi di Paris yang melakukan penelitian mengenai karakteristik warna akrilik di Laboratorium Museum Louvre dan berniat menempuh karier sesuai dengan bakatnya dalam bidang seni dan sains. Namun, takdir berkata lain. Mahar meninggal dunia pada usia 23 tahun akibat kecelakaan pada tanggal 29 Maret 1980.

Gagasan pembentukan Prix Mahar Schützenberger muncul pada tahun 1988 untuk mengenang semangat dan kecintaan Mahar terhadap ilmu pengetahuan. Saat itu Profesor Marcel-Paul Schützenberger diangkat sebagai anggota Académie des Sciences dan mengalihkan hadiah yang didapatkannya menjadi dana untuk membiayai penghargaan tersebut yang kemudian ditambah dengan sumbangan dari Bapak Bustanil Arifin yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Koperasi di Indonesia.

Penganugerahan penghargaan selanjutnya dilaksanakan setiap tahun sejak 1991.Penghargaan tersebut semakin mempererat hubungan Profesor Marcel-Paul Schützenberger dengan Indonesia yang dikunjunginya pertama kali pada tahun 1951 dalam rangka misi Organisasi Kesehatan Dunia untuk pemberantasan penyakit infeksi kronis negara tropis.

Hariati, istrinya, banyak berkecimpung di bidang pendidikan, terutama pendidikan untuk anak perempuan. Di samping untuk memperingati putranya Mahar, penghargaan tersebut juga untuk mengingat kakak Hariati, yaitu Ibu Supartinah Pakasih, seorang tokoh pendidikan di Indonesia.

Karena sejarah tersebut, pada medali Prix Mahar Schützenberger terdapat gambar dengan dua simbol, yaitu puncak gedung Académie des Sciences di Paris dan wajah Ibu Supartinah Pakasi.

Saat ini Prix Mahar Schützenberger dikelola oleh sebuah yayasan yang bernama Association Franco-Indonésienne pour le Développement des Sciences (AFIDES) yang dipimpin oleh Ibu Hélène Schützenberger, putri Profesor Marcel-Paul Schützenberger. Tujuan pendirian yayasan nonprofit yang mengumpulkan dana penghargaan dari sumbangan para anggotanya adalah untuk turut membantu pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *