Jurnal Visual di Atas Dinding: Cira Bhang dan Cerita yang Tak Pernah Pergi
Dalam kesunyian warna dan komposisi yang ekspresif, Cira Bhang berbicara tanpa kata. Lewat pameran solonya di Café Restaurant SOUL Marseille, seniman visual asal Bandung ini menghadirkan potongan-potongan kehidupan sebagai perempuan, istri, dan pengamat dunia melalui bentuk jurnal visual yang personal dan puitis.


Pameran ini bukan hanya tentang lukisan. Ia adalah jendela menuju hari-hari Cira: apa yang ia lihat, dengar, rasa, dan pikirkan, semua dituangkan dalam tekstur dan warna yang bebas dan tak dibatasi tema. Dalam wawancara bersama Dini Kusmana Massabuau dari Surat Dunia, Cira membagikan proses kreatifnya, tantangan berpameran di ruang yang tak lazim, hingga kenangan masa kecil yang menjadi akar dari karya-karyanya hari ini.
Surat Dunia (SD): Apa yang menjadi tema utama dari pameran Cira kali ini di SOUL?
Cira Bhang: Untuk pameran solo pertama saya ini, tidak ada tema spesifik. Tema utama saya adalah menceritakan kehidupan saya sehari-hari sebagai seorang perempuan, seorang istri yang juga seorang seniman visual. Cerita mengenai apa yang saya lihat, saya dengar, yang saya rasa, yang saya pikirkan, baik yang menyenangkan maupun tidak. Semua itu saya tuangkan secara bebas dan abstrak melalui warna, tekstur dan komposisi. Ini semacam jurnal visual. Dan ketika saya melihat kembali karya tersebut, biasanya saya bisa merasakan kembali emosi saya di hari itu.

SD: Bagaimana berjalannya pembukaan pameran?

Cira Bhang: Vernissage berjalan dengan lancar dan akrab, meskipun cuaca di hari itu sangat panas diakibatkan sedang ada la canicule. Sang chef menyuguhkan minuman dan camilan yang istimewa. Dihadiri oleh kawan-kawan baik seniman maupun bukan, ada yang sambil lewat tetapi tertarik untuk masuk dan mengapresiasi. Pameran solo pertama yang penuh cerita hangat


SD: Bagaimana cara Cira menyusun karya dan instalasi pameran dalam sebuah resto? Apakah ini yang pertama kalinya tipe kerjasama seperti ini?
Cira Bhang: Sebetulnya menyusun karya di ruang publik pada dasarnya sama saja, baik di galeri maupun ruang lainnya yang diperuntukkan untuk seni. Secara teknis, saya menyesuaikan dengan dimensi ruang pamer. Saya memajang karya ukuran kecil sampai medium dengan frame kayu finishing natural supaya tidak mengganggu karya dan juga tidak terlalu menyita pandangan klien resto tersebut. Tetapi tetap artistik dan menarik perhatian tentu saja.


Dan ini kali pertama bagi saya pameran di sebuah restoran. Tetapi sebenarnya pameran karya visual di luar galeri sudah menjadi lumrah di Eropa. Bahkan ketika saya masih tinggal di Donauwörth, Jerman, ada seniman yang berpameran di rumah sakit. Di Perancis saya pernah melihat pameran seni di tempat praktek dokter, di butik-butik terkenal merk kelas atas, di restoran-restoran berbintang dll.
Tentu saja cara seperti ini tidak mengurangi nilai dari karya seni tersebut. Kalau dari sisi kerjasama bisnis justru ini sama-sama menguntungkan. Seniman membutuhkan ruang untuk berekspresi dan yang memiliki ruang mendapatkan “dekorasi artistik”.
SD: Apakah Cira membuat karya khusus untuk pameran di Marseille ini? Bisa ceritakan latar belakangnya?
Cira Bhang: Tidak ada karya khusus. Karya-karya yang dipresentasikan adalah karya-karya di atas kertas dan seni kolase yang saya kembangkan sejak tahun 2022. Dengan tidak meninggalkan berkarya di atas kanvas.
Mengenai latar belakang karya secara umum, sebenarnya ada cerita yang lebih dalam di balik semua itu. Mengapa saya membuatnya seperti sebuah jurnal visual ? Sebenarnya sejak saya kecil, Ayah membiasakan saya dan Kakak-kakak saya untuk menuliskan cerita harian di sebuah buku yang akan beliau koreksi tata bahasanya di akhir pekan. Kami dibebaskan untuk menulis baik secara deskriptif, prosa maupun puisi. Tentu saja disesuaikan dengan tingkat kemampuan berbahasa kami saat itu. Selain menulis, ketika saya kecil, saya juga suka menggambar/melukis dengan medium krayon bersama Ayah. Gaya melukis Ayah ekspresif seperti Affandi. Temanya selalu tukang beca yang berbaring istirahat di bawah pohon rindang. Sedangkan saya menggambar bebas dan lebih tertarik pada warna dan komposisi. Secara pribadi, kebiasaan menulis dan journaling di buku harian berlanjut sampai dewasa meskipun tidak lagi dikoreksi oleh Ayah. Tetapi semua itu terhenti ketika Ayah berpulang di tahun 2004, semua cerita dan kata pergi bersamanya. Tetapi setelah sekian lama vakum dari kegiatan kreatif, akhirnya di tahun 2016 ketika saya ikut suami bertugas di Jerman, saya mulai “bercerita“ dengan bentuk bahasa yang lain.


Berkarya dengan bahasa visual yang awalnya saya bagikan di Instagram. Melalui karya visual ini, saya mengekspresikan kembali tentang cerita dan kata yang sempat hilang. Untuk perjalanan profesional saya bisa langsung dilihat di website saya, www.cira-bhang.art

SD: Menurut Cira, apa tantangan terbesar saat mempresentasikan seni lukis dalam setting restoran?
Cira Bhang: Tidak ada tantangan yang berarti. Bagi saya sama saja seperti di ruang pamer pada umumnya.
Mungkin karena pemilik yang sekaligus chef di Café Restaurant SOUL Marseille, Azizah Chesneau, memang mendedikasikan dinding-dinding restorannya untuk seni. Jadi secara teknis sudah terfasilitasi.

SD: Apakah ada kolaborasi khusus dengan pihak Soul dalam proses kurasi atau desain pameran?
Cira Bhang: Tidak ada kolaborasi ataupun kurasi khusus mengenai karya. Pihak SOUL membebaskan saya untuk memilih karya-karya yang akan saya ekspos dan juga judul pameran.
SD: Setelah pameran ini, apakah sudah merencanakan proyek atau pameran lain? Bisa dibocorkan sedikit?
Cira Bhang: 21Juli – 30 Agustus 2025, selama 6 minggu akan berpameran kolektif di Salon de Provence bersama asosiasi seniman PSP’ART. Mengenai proyek seni lainnya tentu saja ada, baik yang pribadi maupun bersama pihak SOUL tetapi tidak dalam waktu dekat ini. Kejutan!!
CIRA BHANG Seniman Visual. Lahir dan besar di Bandung, 5 Januari 1974. cirabhang@gmail.com-www.cira-bhang.art Anggota La Maison Des Artistes (Asosiasi Seniman Visual Nasional)