Kolintang Resmi Sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Kolintang, alat musik tradisional yang kaya akan nilai budaya dari Minahasa, Sulawesi Utara, telah secara resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO. Pengumuman bersejarah ini disampaikan dalam Sidang Komite Antar-Pemerintah untuk Daftar Warisan Takbenda UNESCO sesi ke-19 yang berlangsung pada tanggal 5 Desember 2024 di Asunción, Paraguay.

Kolintang diakui dalam WBTB UNESCO melalui mekanisme ekstensi dari Balafon, seperangkat xylophone kayu yang berasal dari tiga negara di Afrika Barat: Mali, Burkina Faso, dan Pantai Gading, yang telah lebih dahulu terdaftar pada tahun 2012. Kedua alat musik ini memiliki kesamaan dalam bahan, bentuk, nada, fungsi, proses transmisi, dan nilai-nilai yang diusung. Kolintang dan Balafon mewakili prinsip saling menghormati dan toleransi, serta mendorong persatuan dan kehidupan yang damai dan harmonis.

Duta Besar RI untuk Parncis, Mohamad Oemar, Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, menyatakan kebanggaannya atas inskripsi Kolintang – Balafon ini. Ia menyebut pencapaian ini sebagai tonggak sejarah, mengingat Kolintang – Balafon merupakan berkas multinasional pertama yang berasal dari dua benua berbeda, yaitu Asia dan Afrika. “Meskipun terpisah oleh jarak yang jauh, Kolintang dan Balafon terhubung secara mendalam sebagai simbol budaya dan alat pencerita yang mencerminkan nilai-nilai bersama dalam menjaga pentingnya pelestarian keragaman budaya,” ujar Dubes Oemar.

“Inskripsi ini akan menjadi sumber inspirasi dan katalis untuk perdamaian dan harmoni, menjembatani negara-negara di Asia dan Afrika. Ini adalah contoh kuat bagaimana warisan budaya takbenda dapat menyatukan orang-orang dari berbagai etnis, keyakinan, bahasa, dan negara yang berbeda,” tambahnya. Dubes Oemar juga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah dan Komunitas Balafon di Mali, Burkina Faso, dan Pantai Gading yang telah mendukung proposal ekstensi multinasional Kolintang terhadap Balafon.

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, dalam pernyataannya melalui video, menyampaikan rasa syukur atas pencapaian ini. “Kolintang bukan sekadar alat musik; ia adalah simbol harmoni, persatuan, dan kreativitas masyarakat Indonesia. Pengakuan ini adalah bukti komitmen kita bersama dalam melestarikan kekayaan budaya bangsa,” ungkap Menteri Fadli. “Kami berharap pengakuan ini dapat meningkatkan kesadaran global akan pentingnya warisan budaya takbenda, serta mempererat kerja sama lintas negara dalam upaya pelestarian Kolintang dan Balafon,” tambahnya.

Atas nama Mali, Burkina Faso dan Pantai Gading, Ketua Delegasi Burkina Faso menyampaikan bahwa Balafon dan Kolintang mewakili nilai-nilai saling menghormati dan toleransi, dan mendorong persatuan dan harmoni, serta menyatukan bangsa, bahasa dan budaya dunia di Indonesia, Pantai Gading, Burkina Faso dan Mali. Pencatatan Kolitang – Balafon sebagai WBTb UNESCO akan semakin mendorong dialog antarbudaya dan meningkatkan kesadaran komunitas di antara keempat Negara.

Pencatatan Kolintang mencakup lima domain penting Warisan Budaya Takbenda: tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial dan ritual, pengetahuan ekologis, serta kerajinan tradisional. Lebih dari itu, Kolintang diharapkan menjadi katalisator perubahan yang mampu melampaui batas geografis, budaya, dan bahasa, serta mendukung pencapaian Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Dengan pengakuan ini, Kolintang resmi menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia ke-16 yang masuk dalam daftar WBTb UNESCO, setelah sebelumnya Reog Ponorogo dan Kebaya juga mendapatkan pengakuan serupa ada Sidang Komite ke-19. Kolintang merupakan inskripsi WBTb ketiga Indonesia dalam kategori nominasi multinasional, bersama Kebaya dan Pantun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *