Petani Milenial di Kabupaten GARUT Waktunya Dirikan Industri Olahan
Dalam rangka mengembangkan korporasi petani yang melibatkan banyak petani milenial di Kabupaten Garut, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim menyarankan Koperasi Petani Eptilu (Fresh From Farm) untuk mendirikan industri olahan (Factory Sharing) yang mampu mengolah produk pertanian yang tidak terserap pasar, menjadi produk yang tetap memiliki nilai. Misalnya, hasil panen cabai bisa diolah menjadi Pasta Cabai, Saos Sambal, dan sebagainya.
“Industri olahan tersebut dimiliki oleh seluruh anggota koperasi. KemenkopUKM juga akan terus mendampingi Koperasi Eptilu masuk rantai pasok, khususnya produk pertanian, pengembangkan bisnis bermitra dengan para petani juga sangat cocok diterapkan dengan kondisi Indonesia, kata Arif.
Eptilu merupakan salah satu Agrowisata dan kebun edukasi yang ada di Garut. Dalam konsepnya, Eptilu menerapkan Closed Loop System, dimana semua pihak terlibat langsung mendampingi petani mulai dari proses produksi.
Eptilu merupakan salah satu Agrowisata dan kebun edukasi yang ada di Garut. Dalam konsepnya, Eptilu menerapkan Closed Loop System, dimana semua pihak terlibat langsung mendampingi petani mulai dari proses produksi. Selain itu, Arif juga berharap Koperasi Eptilu menjaga manajemen kualitas produk sesuai standar pasar internasional. Tak terkecuali, meningkatkan kualitas manajemen packaging.
“Kita bisa bersinergi dengan memberikan pelatihan secara daring, sesuai dengan kebutuhan para anggota koperasi yang seluruhnya petani. Kita bisa fasilitasi para pakar yang ahli di bidangnya,” ucap Arif.
Dalam kesempatan itu, Ketua Koperasi Eptilu Rizal Fahreza (29 tahun) bercerita bahwa awalnya bersama rekan-rekannya yang rata-rata berusia di bawah 35 tahun, mengusahakan budi daya jeruk siam Garut, tomat, dan kentang serta produk hortikultura lainnya sejak 2017. Mereka memutuskan untuk membentuk lembaga koperasi pada 2019. Mulanya mereka mengelola lahan seluas lebih dari 5 hektar di Desa Mekasari, Cikajang, Kabupaten Garut untuk ditanam jeruk dan aneka produk holtikultura, seperti cabai, tomat, sawi dan sebagainya. Produk itu dipasarkan di Jabodetabek hingga Pangkalpinang, Pulau Bangka. Mereka panen hampir setiap bulan, namun produksinya baru mencukupi kebutuhan operasional koperasi yang beranggotakan 24 hingga 27 orang, serta karyawan koperasi sekitar 20 orang.
“Kami baru menata kelembagaan dulu dan serta melakukan digitalisasi untuk memasarkan produk. Misalnya, anggota A punya produk tomat kita pasarkan. Ke depan, fungsi koperasi jadi offtaker,” kata Rizal. Rizal menambahkan, selain sebagai offtaker bagi para petani holtikultura, koperasi juga menjadi penghubung dengan PT Pasar Komoditi Nasional atau Paskomnas dan Eden Farm. “Dan kami sedang melakukan persiapan kerjasama dengan Indofood,” imbuh Rizal.
Rizal mengatakan, dengan petani berkorporasi memiliki daya nilai tawar yang tinggi, setara dan petani itu mempunyai bagian posisi yang tinggi. “Mereka bisa lebih makmur, bila melakukan akselerasi, tidak perorangan dan berjamaah” tukas Rizal.