HARIMAU SUMATERA HEWAN BERADAT VI (96B)

Karya RD. Kedum

Suasana yang sedikit ramai tak mengurangi kekhusukan acara adat ini. Ternyata tradisi ini disakralkan. Menurut Datuk Raden Samangga, dalam sejarah kerajaan, ini kali ketiga mereka memberikan penghargaan. Pertama pada Tengku Daramba Ahmad, pendekar sekaligus pengelana berasal dari perbukitan Aceh. Beliau pernah menyelamatkan para cindaku yang terjebak karena penebangan hutan besar-besaran ketika bangsa manusia membuka lahan kebun sawit di punggung bukit Barisan dari Jambi, Riau, hingga Sumut. Tidak sedikit para cindaku yang mati di bantai dan kelaparan.

Penghargaan ke dua diberikan pada Datok Galoh Kartada. Beliau seorang pangeran dari Malaka. Beliau sama dengan Tengku Daramba Ahmad, suka berkelana keliling Nusantara. Beliau mendapatkan penghargaan karena menyelamatkan Dusun Dalam dari marabahaya. Puluhan bangsa cindaku beliau selamatkan dari bencana tanah longsor karena bukit di hulu Dusun Dalam telah gundul. Dengan kemampuannya, dia pindahkan Dusun Dalam ke dinding cadas yang seperti tembok raksasa menghadang sungai di rimba selatan. Dan terakhir, adalah kami bertiga, pun ada kaitannya dengan penyelamatan bangsa cindaku.

Mereka yang hadir di ruangan ini semua terlihat asyik bercerita. Malam ini seperti malam pertemuan karena banyak tokoh yang nampaknya sudah lama tidak berjumpa dan jadi ajang melepas rindu. Tidak sedikit yang menghampiri kami bertiga mengenalkan diri. Mereka ramah-ramah. Wajah mereka polos menggambarkan keikhlasan dan kebersihan batinnya.

Aku duduk berseberangan dengan Puyang Pekik Nyaring. Dulu ketika aku masih kecil, biasanya aku akan duduk di samping beliau, bahkan sambil tidur-tiduran. Beliau persis seperti dua kakekku Haji Majani dan Haji Yasir. Penyayang, lembut dan perhatian. Sekarang aku sudah dewasa. Aku menjaga diri untuk tidak menampakkan jika aku ingin tetap dimanja. Kata Macan Kumbang, aku harus tahu diri, karena aku bukan anak kecil lagi. Tidak boleh ‘nggelendot’ seperti dulu. Malu!

Sembari duduk dan minum, Puyang Pekik Nyaring kembali memberikan petuahnya. Sejatinya petuah itu beliau tujukan padaku. Tapi semua menjadi penyimak.

“Senjata yang paling mulia dalam hidup ini adalah ikhlas. Apa pun yang kita terima, ikhlaskan. Sebab, ketika kita berada dalam kesulitan, senjata yang paling mulia adalah ikhlas. Sebab jika batin kita ikhlas dalam menerima segala macam yang terjadi dalam hidup ini, lalu yakin jika semuanya berasal dari Allah SWT, artinya kita belajar menyadari siapa diri kita sebagai hamba. Maka tidak ada yang patut kita sombongkan. Jagalah segumpal darah dalam dada kita. Sebab segumpal darah itulah kelak akan memberi warna, hitam apa putih” Lanjut Puyang Pekik Nyaring. Yang hadir mengangguk-angguk membenarkan.

Usai berbincang-bincang cukup lama, akhirnya kami izin pulang. Meski Datuk dan Putri Kerinci tetap menginginkan aku untuk tetap tinggal barang beberapa hari. Aku bukan tidak ingin berlama-lama, tapi ada tugas lain diriku sebagai manusia biasa. Aku harus mempersiapkan diri untuk melanjutkan studiku. Aku juga harus membantu Bapak dan Ibu mengolah buah kopi untuk dijual bakal ongkos dan pembayaran pendaftaran kuliahku. Aku akan pulang ke Seberang Endikat barang beberapa hari.

Puyang Pekik Nyaring dan Nenek Ceriwis pulang lebih dulu setelah memberikan beberapa nasehat padaku. Nyi Ratih dan seorang ponggawa juga pulang setelah Puyang Pekik Nyaring dan Nenek Ceriwis pergi. Aku berjanji dua hari lagi akan pulang melihat Timur Laut Banyuwangi. Kini giliran kami meninggalkan puncak Merapi gunung Kerinci.

“Datanglah ke mari, kapan saja kalian suka Putri Selasih, Macan Kumbang, dan Alif. Pintu gerbang Merapi akan selalu terbuka untuk kalian. Sebelumnya Datuk mohon maaf jika sewaktu-waktu Datuk memanggilmu, Selasih.” Kata Datuk Raden Semangga sambil menatapku.

Aku mengangguk takzim. Siapa yang tega menolak permintaan orang tua yang berwibawa ini? Sikap santunnya yang hangat cukup menjadi alasan untuk selalu ingat padanya.

Kami bertiga diantar beliau sampai di perbatasan. Lambaian tangan Datuk Raden Samangga dan Putri Kerinci serupa pucuk-pucuk sawit diterpa angin. Aku menoleh sejenak sambil membalas lambaian tangan mereka.

“Kutunggu kehadiranmu kembali, Putri Selasih!” Teriak Putri Kerinci.

Aku mengangguk dari jauh. Angin segera membawa kami melintasi bukit, gunung, dan lembah. Aku hanya berdiri diam. Sementara Macan Kumbang dan Alif asyik bercerita. Mereka berdua nampaknya sangat cocok. Bicara soal agama, keilmuan, tirakat, dan lain sebagainya keduanya nyambung.

Belum berapa jauh melaju di atas bukit perbatasan Jambi, tiba-tiba aku melihat seberkas cahaya putih seakan sengaja menghalangi perjalanan kami. Beberapa kali angin kusuruh berjalan pelan untuk menghidari cahaya putih itu. Akhirnya perjalanan kuhentikan sejenak dan memperhatikan sumber cahaya. Apakah ini sama seperti peristiwa sebelumnya? Cahaya itu berasal dari kekuatan-kekuatan para makhluk astral yang hendak meyerangku.

“Bantulah kami Anak Gadis, aku tahu hanya kau yang bisa membantu” Suara gaib tanpa wujud.

Ini untuk ke sekian kalinya aku menemukan hal di alam gaib ada gaib. Macan Kumbang dan Alif ikut menyimak interaksiku.

“Maaf, saya sedang berbicara pada siapa? Mengapa hanya suara saja, saya tidak bisa melihat wujud Anda. Mengapa tidak menampakkan wujud?” Ujarku tetap fokus pada suara.

Batinku berusaha menembus untuk mengetahui dari mana sumber suara itu. Suara itu asalnya sangat jauh.

“Aku Raden Asmaga Garung. Aku pengawal Datuk Baginda Raden Sudan Malingga. Kerajaan kecil di lereng Bukit Barisan yang menghadap ke laut lepas Samudera Hindia. Aku tidak bisa mewujudkan diri Anak Gadis. Alam kita berbeda” Ujarnya lagi.

“Saat ini aku bukan di alam nyata, Datuk. Mengapa berbeda?” Ujarku penasaran.

Akhirnya aku, Macan Kumbang dan Alif duduk sejenak demi mendengarkan bersama. Nampaknya masalah yang ingin diceritakan beliau cukup serius.

Cahaya yang menghadang kami tiba-tiba berhenti. Beberapa makhluk astral menatap tajam pada kami. Tapi aku tidak peduli. Aku fokus pada suara gaib itu.

“Panjang sekali ceritanya, Anak Gadis untuk menjelaskannya padamu. Namun yang jelas, ribuan tahun yang lalu, di lereng bukit Barisan di tanah leluhur ini berdiri salah satu kerajaan yang dipimpin Datuk Raden Sudan Malingga. Suatu hari kerajaan kami diserang tiba-tiba oleh kerajaan kecil dari tanah Minang. Mereka berasal dari kerajaan kecil yang terusir di tanahnya sendiri. Kerajaan Barareh namanya. Karena diserang tiba-tiba, banyak rakyat kami yang tewas dalam serangan itu. Sementara aku dan Datuk Raden Sudan Malingga, mereka tahan. Selama ribuan tahun dalam tahanan, dalam keadaan terpasung, kami berdua melakukan tapa. Sebab hanya itu yang bisa kami lakukan. Hingga akhirnya kami mencapai puncak tapa, kami lepas dari tahanan dan pindah ke lain alam”. Ujar Raden Asmaga Garung. Ada perasaan berat meski beliau sampaikan dengan santai.

Wuuuuuusssttttt!!
Tiba-tiba angin kencang berputar mengelilingi kami. Alif nampak kaget melihat fenomena itu. Tubuh kami serasa terdorong. Alif menoleh ke sana ke mari mencari pegangan. Aku segera menjaga keseimbangan kami bertiga. Sebelum aku menyadari suasana, Datuk Raden Asmaga Garung mengingatkan aku agar hati-hati karena angin yang berputar sengaja dikirim dari kerajaan Barareh.

Aku segera mencari arah angin. Sebelumnya aku berjanji pada Datuk Raden Asmaga Garung akan melaksanakan permintaan beliau mengembalikan kerajaannya dan mengumpulkan rakyatnya yang terpasung. Aku berjanji akan mencari rakyatnya yang mungkin masih tersisa.

Kami bertiga nyaris tumbang gegara terpaan angin kencang. Luar biasa. Angin ini dikendalikan dari tempat yang sangat jauh. Aku akui yang mengendalikannya pasti sosok sakti. Sebab tidak semua makhluk memiliki kemampuan menyerang dari jarak yang sangat jauh. Entah berapa mil dari sini.

“Baiklah, akan kulayani dulu serangan ini Datuk. Aku ingin tahu apa maksudnya. Yakinlah, aku akan bantu Datuk. Aku berjanji” Jawabku sambil melompat tinggi.

Aku segera melakukan gerakan berputar. Angin yang mengelilingi kami kubuat berlawanan arah. Akibatnya angin sekitaran kami seperti diaduk. Kulihat Macan Kumbang dan Alif duduk diam tidak melakukan apa-apa. Nampaknya mereka berdua tengah membaca situasi kapan harus melakukan tindakan.

Usai mengaduk angin, aku segera mengembalikan angin ke arah sumbernya. Kukerahkan kekuatan badai mendorong angin seperti gumpalan bukit. Tak lama suara menderu seperti hendak mengangkat bebatuan cadas yang berdiri kokoh sepanjang lereng mirip seperti lukisan itu. Aku berusaha menahan rumpun-rumpun bambu agar tidak rebah dan patah. Suara berderit batang bambu saling gesek mengingatkan aku roda gerobak sapi yang membawa beban berat meniti jalan berbatu.

Hiiiiiaaaat!!
Aku mengirimkan pukulan balasan ketika tiba-tiba dari arah berlawanan seberkas cahaya kembali melintas. Aku mulai serius dan waspada sembari mengingatkan Macan Kumbang dan Alif untuk berhati-hati. Lawan kali ini bukan lawan biasa. Ilmu jarak jauhnya mirip dengan ilmu sahabat Puyang Pekik Nyaring, Opung Gorodo dari Sibolga. Lelaki petapa yang bertingkah aneh.

Ternyata, kekuatan yang kukirimkan balik, cukup membuat seputaran bukit Barisan bergetar. Beberapa kali deru angin seperti hendak mengangkat semua isi bumi. Kilatan-kilatan energi mulai menghiasi langit. Aku sudah tidak berpikir panjang kecuali ingin tahu sosok yang menyerangku. Dia harus kutarik dari tempat persembunyiannya meski jaraknya sangat jauh. Rasa ingin tahuku mendorong untuk segera menyelesaikan pertempuran jarak jauh.

Aku kembali duduk timpuh menghimpun kekuatan baru. Kukerahkan beberapa ilmu Besemah dan Timur Laut Banyuwangi.

“Mau apa kau Selasih”

Macam Kumbang sedikit kaget. Sebab mamang tidak lazim memadukan dua kekuatan dari asal yang berbeda. Tapi aku yakin, dua kekuatan ini bisa dipadukan. Sebab yang merasakannya aku. Dan ini kesempatan bagiku untuk membuktikannya.

Aku tahu Macan Kumbang pasti tidak menyangka jika aku melakukan hal ini. Di tengah kegalauannya dia ajak Alif untuk berzikir. Aku melihat bahasa tubuhnya sedikit cemas. Macan Kumbang pindah posisi duduk di belakangku. Kuakui, adik bujang Nenek Kam satu ini sangat setia. Aku tahu dia tengah berusaha menjaga dan melindungiku. Alif juga terlihat sedikit bingung. Akhirnya dia pilih duduk di samping Macan Kumbang lalu berzikir sesuai saran Macan Kumbang. Kulihat ekspresinya lebih parah dari Macan Kumbang. Tidak hanya gelisah, tapi ekspresinya sedikit pucat pertanda dia sedang tegang.

Sejenak kupejamkan mata. Aku fokus pada dua kekuatan yang akan kupadukan. Doa dan mantra telah kubaca cepat. Tidak lama dari tanganku keluar gelombang warna biru bercampur warna putih. Dua warna itu berbaur menjadi satu. Gelombang warna putih lambat laun berubah menjadi biru muda. Selanjutnya gelombang itu seperti anak panah meliuk-liuk menuju sumber kekuatan yang menyerangku. Kemudian kuangkat tanganku tinggi-tinggi. Kekuatan langit kuikutsertakan pula pada gelombang yang meluncur cepat itu.

“Allahu Akbar!”
Aku mendorong ke depan.

Tak lama, gelombang cahaya itu sampai pada tujuan. Kekuatan langit kukerahkan menarik sosok yang bersembunyi itu.
Tarik menarik pun terjadi. Sosok yang kutarik memberontak melakukan perlawanan. Aku mengubah cahaya menjadi bergulung sehingga sosok misterius itu tidak bisa menolak lagi. Cahaya putih dan biruku kuubah menjadi bergelombang. Tubuh misteriusnya menjadi terhentak-hentak sambil terus kuseret.

Ternyata upaya menyeret sosok misterius dengan cara menghentak-hentakannya itu berhasil. Dia tidak sempat untuk fokus memusatkan kekuatan atau membaca mantra-mantra. Angin yang bergulung kusuruh mengacaukan konsentrasinya agar tidak fokus pada perlawanan. Beberapa kali dia nyaris berhasil menjebol pertahananku dalam mengolah kekuatan dan angin. Aku tahu di tengah usahanya menyelamatkan diri dia juga tengah berusaha untuk melihat kelemahanku. Tapi dia selalu gagal. Caranya yang licik mengamatiku dari tadi tidak lain untuk mempelajari tiap gerak-gerikku. Rasa penasaranku makin menjadi ingin segera melihat sosok yang hebat ini.

“Huuuuuaaaah siapa kau Anak Gadis! Ribuan tahun aku melanglangbuana di belahan Nusantara, bahkan belahan dunia. Aaaghhhh…kurang ajar!”

Suara sosok misterius itu berusaha melepaskan tarikanku. Tarik menarik pun terjadi. Kuakui kekuatannya luar biasa. Nyaris aku kehabisan nafas menahan tenaganya.

“Hiiiiiaaaat!!” Aku kembali mengirimkan kekuatan langit.

Suara orang misterius makin ‘nyeracau’ karena merasa aku mampu mengimbanginya.

Angin terus menggulung dan menarik tubuhnya semakin kencang. Gemuruh seperti suara petir dan guruh memercikkan cahaya api di beberapa tempat. Macan Kumbang membantu Alif untuk bertahan menahan efek dua energi yang saling beradu.

“Huuuuaagh. Uuhh..aaggh. Hanya kau yang mampu mengalahkan aku perempuan kunti! Hanya kau yang berani menantangku. Siapa kau! Akulah yang paling hebat di tanah Sumatera ini. Bahkan Nusantara. Tidak ada yang mampu mengalahkan aku”

Sosok itu masih juga nyeracau. Padahal beliau sudah tersungkur tidak jauh di hadapanku. Tapi masih saja mengatakan dirinya yang paling hebat.

“Iya, makanya Datuk saya tarik, karena saya ingin tahu siapa Datuk yang hebat. Pasti tidak mudah untuk bisa bertemu dengan Datuk” Ujarku sedikit membuatnya tidak merasa dikalahkan.

Namun aku tetap waspada. Siapa tahu ini hanya salah satu strategi melemahkan lawan.

DuuARRR!!
Suara ledakan kencang sekali. Rupanya kekuatan sosok misterius beradu dengan kekuatan Macan Kumbang. Macan Kumbang berhasil menghalangi serangan sosok misterius yang hendak menjegalku diam-diam.

Tak lama aku mendengar erangannya. Nafasnya sedikit tersengal. Pukulan yang dikirimkan Macan Kumbang nampaknya telah melukainya.

“Iih…ada juga anak muda yang mampu menolak pukulanku. Murid siapa kau! Ribuan tahun, belum ada yang mampu mengalahkan pukulanku satu ini. Aduh! Sekarang aku terluka. Iiihh…sakit sekali” Suaranya sedikit bergetar.

Tapi aku heran, nada suara itu seperti main-main padahal apa yang dilakukannya nyawa taruhannya. Ilmu yang dia lakukan bukan ilmu biasa. Tapi ilmu tua yang hanya dimiliki oleh beberapa orang saja. Bisa jadi hanya dia yang memiliki, melihat usianya sudah ribuan tahun lamanya.

Macan Kumbang membuat satu gerakan cepat. Sosok misteri diikatnya dengan cepat. Seluruh tubuhnya sekarang tidak bisa bergerak.

“Aduh! Hebat sekali kau anak muda, kau berhasil mengikatku. Sialan! Ternyata banyak yang hebat di muka bumi ini. Masih muda-muda lagi. Ribuan tahun aku berjuang mempelajari berbagai ilmu. Hingga renta seperti ini masih juga tak henti mencari. Sekarang, kamu mengalahkan aku. Ah! Sialan!” Suaranya kembali menceracau.

Antara ingin tertawa dan marah campur aduk menjadi satu. Bagaimanan tidak, dalam suasana seperti ini beliau masih saja berbicara datar seperti main-main. Padahal dirinya sudah tidak bisa bergerak, jika saja aku atau Macan Kumbang membunuhnya, maka dia tidak bisa apa-apa. Tapi mendengar suaranya yang datar, membuat emosi kami pun datar juga.

Huup!!!
Aku melakukan gerakan menarik tubuhnya. Aku kaget, tubuh misterius yang tidak terlalu besar itu seperti lengket. Tidak bisa digerakkan sama sekali. Pahamlah aku beliau masih sempat menggunakan ilmunya. Aku menotok beberapa bagian tubuhnya agar dia tidak bisa menggunakan kemampuannya lagi. Termasuk niatnya hendak melenyapkan diri dari pandanganku. Orang aneh ini memang pandai membuat lawan terkecoh jika tidak jeli.

“Aiii…aiii..aiii…anak Gadis, kenapa kamu totok aku. Hebat juga rupanya kamu ya. Kamu tahu rupanya jika aku ingin lenyap dari pandangan kalian. Jeli sekali instingmu. Tapi aku tidak suka, aku benci denganmu. Meski berbeda aliran, tapi kehebatanmu sama dengan kekuatan Nini Pelet dari Merapi” Lagi-lagi orang aneh ini tidak risau. Malah beliau menyebut Nini Pelet, tokoh antagonis yang pernah kudengar di drama radio.

“Siapa Nini Pelet itu, Datuk. Istrimu?” Ujarku memancingnya.

“Aaah..tidak! Aku tidak sudi beristrikan perempuan dari gunung Merapi itu. Meski kami sama-sama dari alam kegelapan. Dulu, ketika dia masih muda, masih tinggal di gunung Merapi Sumatera Utara, banyak yang tengila-gila padanya. Termasuk juga aku”

“Tetapi Nini Pelet menolak cinta Datuk, bukan?” Sengaja aku memotong pembicaraannya.

“Aah! Tidak! Bukan itu. Justru aku jatuh cinta pada Putri Hijau dari Toba. Mengetahui aku tidak mengejarnya, Nini Pelet marah. Dia hendak membunuh Putri Hijau. Akibatnya, banyak yang marah pada Nini Pelet, termasuk gurunya. itulah salah satu penyebab mengapa Nini Pelet terusir dari tanah Sumatera. Bahkan selamanya. Sebab jika dia kembali menginjakkan kaki di tanah Sumatera ini, maka dia akan mati. Dia itu tukang onar makanya disumpah demikian” Sambung orang aneh ini santai tanpa beban. Dia lupa jika tubuhnya terikat dan sedang berbicara dengan lawan. Tapi dengan santainya dia bercerita seperti dengan teman.

Haaap!
Sekejap mata, tubuhnya sudah berada di hadapanku.

Dia kaget. Lagi-lagi dia ‘nyeracau’ menyesali diri kalah cepat denganku.

“Aduh! Aduh! Aduh! Anak gadis! Cepat sekali gerakanmu. Sampai-sampai aku tidak merasakan sedikitpun angin gerakkanmu. Masih muda, cantik, berilmu tinggi pula. Coba kalau aku masih muda, akan kulayani bagaimana pun bentuknya ilmumu. Sekarang aku sudah tua, kena totok pula. Aku tidak bisa menggunakan ilmuku. Sudah kau kunci di mana-mana. Ternyata kamu cantik-cantik curang juga, Anak Gadis.” Ujarnya lagi. Sambil berbicara, dia sebarkan hawa racun dari mulutnya. Jika terhirup maka kita akan dibuatnya mengantuk berat lalu tertidur entah berapa lama. Aku ayunkan selendangku menyedot semua racunnya.

“Justru ini kulakukan karena Datuk sangat pandai memancing untuk mengalihkan perhatian lawan. Yang curang itu datuk. Bukan saya” Ujarku masih sambil memperhatikan wajahnya. Lelaki bertubuh kerempeng, matanya cekung. Tulang pipinya menonjol tinggi sekali. Lama-lama aku jadi gemes juga melihat tingkahnya yang santai. Tapi batinku mengatakan, aku tidak boleh terpancing emosi. Justru harus sama bersikap santai sepertinya.

Melihat orang tua terikat, terbujur tanpa bisa bergerak, muncul juga ibaku. Aku berusaha mendudukkannya cukup dengan gerakan mata. Tak lama Beliau terduduk meski masih dalam posisi terikat.

“Wow..wow..wow…ilmu apa ini, Anak Gadis? Aku bisa duduk nyaman”

Dia tertawa lebar sangat santai. Padahal dia sedang berhadapan dengan kami yang dianggapnya musuh. Tapi beliau masih seperti berhadapan dengan sahabat bahkan terkesan mengajak main-main. Tapi jika ada kesempatan dia melakukan penyerangan. Serangannya mematikan.

“Datuk yang hebat, sakti, ‘pandeka’ tak ada lawan di Nusantara bahkan belahan dunia. Siapa Datuk sebenarnya? Benarkah Datuk berasal dari kerajaan Barereh dari tanah Minang?” Aku mengembalikan kata-katanya yang menyebutkan dirinya hebat. Kepalanya mengangguk-angguk.

“Iya, aku memang pendekar tidak ada lawan. Tapi sekarang aku tidak bisa menggunakan ilmuku gara-gara bertemu dengan Anak Gadis hebat seperti Mak Lampir dan Nini Pelet ketika muda. Cantik dan sakti!” Sambungnya lagi.

Jika tadi menyebutku seperti Nini Pelet sekarang bertambah pula dengan Mak Lampir. Aku pusing dibuatnya.

“Datuk, apa hubungannya dirimu dengan kerajaan Datuk Raden Sudan Malingga. Dimana kau penjarakan rakyatnya. Mengapa kau merampas kerajaan itu?” Sekarang Macan Kumbang gantian bertanya.

Bibir orang misterius itu mencibir.
“Ganteng aku dari pada kamu. Dulu waktu aku muda banyak yang mengejar-ngejar aku mengharapkan cintaku” Ujarnya. Lain yang tanya lain pula yang dijawab. Rupanya dia tidak suka jika lelaki yang mengajaknya berbicara.

Macam Kumbang sudah mulai mau marah. Apalagi melihat lirikkan matanya meremehkan.

“Datuk pendekar hebat, saya mau tanya. Apakah rakyat kerajaan Datuk Raden Sudan Malingga masih ada yang hidup? Dimana mereka? Mengapa Datuk merampas kerajaannya? Padahal kita sama-sama dari tanah Perca” Ujarku mulai serius.

Sosok aneh ini mulai tertawa. Entah apa yang lucu yang membuatnya tertawa.

“Mak Lampir dulu juga seperti kamu kalau marah. Apalagi sekarang ya. Dua nenek peot itu kalau melihat kamu pasti cemburu” Lagi-lagi dia mengalihkan pembicaraan.

Akhirnya aku ubah strategi, bukan mencercahnya dengan pertanyaan seperti ini. Akhirnya aku ikut-ikutan tertawa. Alif dan Macan Kumbang saling pandang melihatku.

“Pastilah Tuk, mereka pasti cemburu. Karena aku cantik se-Nusantara”

Aku kembali tertawa terbahak-bahak yang disambutnya dengan tawa yang makin kencang. Tawanya memiliki energi. Aku kagum dengan ilmu lelaki ceking kayak papan cuci ini. Tertawanya kencang sekali. Dia menyerangku melalui tawanya yang makin lama makin menggelegar. Siapa yang mendengarnya, jika tidak punya kemampuan menutup indera dengarnya, bisa pecah gendang telinga.

Demi mendengar suara kencang tawanya, aku menarik jaring dari pinggangku. Kukembangkan lalu kutampung suara menggelegar tawanya sambil terus kutarik hingga semakin lama semakin kecil, lalu meleot-leot persis suara radio soak. Tak lama tawanya berhenti.

“Wuiii…hebat jaringmu, Anak Gadis. Habis ilmu tawa dewaku kau tarik. Lagi-lagi kau bisa tangkis aku. Aah! Capek aku. Baru kali ini Datuk Dewo Salangik dimainkan anak kecil, perempuan sakti seperti Nini Pelet dan Mak Lampir. Onde mande! Sakik wak sadonyo” Orang misterius menarik nafas panjang.

Rupanya namanya Datuk Dewo Salangik. Pantas luar biasa, Dewa Selangit!

“Datuk Dewo Salangik. Pantas saktinya tidak ada duanya. Dari namanya saja memang sudah luar biasa. Datuk letakkan dimana rakyat Datuk Sudan Malingga?”

“Ini, di betisku” Jawabnya cepat. Tapi tiba-tiba dia kaget. Nampaknya keceplosan. Ingin meralat ucapannya sudah tidak bisa.

“Aku kan hebat. Tak ada satu pun yang dapat membebaskannya. Bahkan sampai aku mati mereka tetap akan ikut mati bersamaku” Ujar terlanjur berbicara.

Tidak ambil waktu panjang, aku segera melakukan gerakan untuk membuka pintu tahanan yang disimpan di dalam tubuhnya. Aneh sekali sosok ini. Tak biasa makhluk sebangsanya menyimpan tahanan beribu tahun lamanya di dalam tubuh. Setahuku dalam dunia gaib, hanya Datuk Ratu Agung penguasa Bengkulu yang membawa anaknya dari alam gaib ke alam nyata melalui bagian tubuhnya.

“Heiiit! Jangan diambil Anak Gadis! Bahaya. Nanti mereka menyerangmu. Mereka itu musuh-musuhku” Ujar Datuk Dewo Salangik dengan tubuh masih terikat kaku.

Aku tidak mendengarkan peringatannya, di bantu Macan Kumbang, kutarik semua yang disembunyikannya di tubuhnya. Satu persatu mereka bebas dan ke luar.

“Silakan berkumpul berdasarkan suku dan kelompok kalian, sanak” Ujar Macan Kumbang di sela-sela suara mendengung seperti lebah.

Ribuan makhluk astral ke luar dari tubuh Datuk Dewo Salangik. Mereka berkumpul sesuatu intruksi Macan Kumbang.

“Wiii…eiiii…pandai sekali kau mencari mereka padahal mereka kusembunyikan paling dalam dan rahasia” Ujar Datuk yang aneh ini.

Apa yang disampaikan Datuk Dewo Salangik memang benar. Para tahanananya disembunyikannya di tempat-tempat yang tersembunyi di dalam tubuhnya. Ada di tumit, di belakang telinga, di bahu kiri kanan. Semuanya dalam keadaan dibelenggu. Ternyata Datuk Dewo Selangik ini lumayan kejam. Semua tahanan dibuatnya tersiksa. Ada yang digantung kaki, leher, dan tangan terikat. Kondisi mereka menyedihkan semua.

Macan Kumbang dibantu Alif mengarahkan mereka sesuai kelompoknya. Mereka pun berkelompok sesuai dengan kelompok masing-masing. Nyaris semuanya ingin ikut bersamaku. Akhirnya disarankan oleh Macan Kumbang agar mereka kembali membangun kerajaan mereka yang sudah hancur. Atau kembali pada kerajaan mereka yang lama.

“Aduh…aduh…aduuuuh Anak Gadis, jangan biarkan mereka menyerangku. Ayo lindungi aku dulu. Ikatan anak lanang ini menyulitkan aku bergerak, Anak Gadis” tanpa dia minta sebenarnya aku sudah melindunginya. Rupanya Datuk Dewo Salangik tidak menyadari hal itu.

“Selasih, mereka ini tidak semuanya makhluk yang baik. Tapi melihat kondisi mereka yang memprihatinkan jadi miris juga. Mari kita bantu untuk memulihkan kesehatan mereka terlebih dahulu” Macan Kumbang menatapku.

Aku setuju. Akhirnya kami taburi mereka dengan energi positif. Mereka yang semula lumpuh lambat laun bisa bergerak kembali. Tidak disangka, menyadari diri mereka ditolong, secara serentak mereka sujud mengucapkan terimakasih.

“Iyaiiii..yaiiii…yaiiii mengapa mereka jadi tunduk padamu, Anak Gadis. Aku tidak sudi seperti mereka. Lebih baik aku mati saja. Bunuhlah aku Buyuang” Ujarnya ke arah Alif dan Macan Kumbang.

Alif menghampirinya. Sebelumnya kuingatkan agar ia waspada. Bagaimana pun meski tidak dalam keadaan terikat Datuk Dewo Salangik tetap berbahaya. Dia masih juga bisa menyerang. Bahkan Berbagai cara.

“Tubuhku sudah lemas, aku sudah tidak punya energi lagi. Jadi sangat mudah kalau kamu mau membunuhku, Yuang. Ambillah tanah kuning segenggam, lalu ulaskan ke tubuhku. Dengan cara itu aku baru bisa mati sempurna” Ujarnya.

Alif tersenyum mendekat padanya.
“Datuk, saya diajarkan oleh agama saya, oleh junjugan saya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Jangan pernah bermusuhan sesama makhluk hidup. Bahkan kami diajarkan untuk tetap menyayangi musuh. Apalagi Datuk bukan musuh kami. Tidak ada alasan untuk kami membunuh Datuk” Alif menjelaskan.

“Tapi aku kan beberapa kali hendak membunuh kawanmu, Si Gadis itu. Tapi dia sakti. Aku selalu gagal. Padahal aku hebat” Ujarnya lagi.

Akhirnya kembali Alif mengatakan dengan cara yang lembut, bahwa Datuk melakukan itu karena menganggap kami bertiga musuh. Tapi kalau dari awal Datuk menganggap kami sahabat, Datuk tidak akan pernah melakukan hal itu.

Lagi-lagi Datuk Dewo Salangit berdalih, seingat dia, dia hanya punya sahabat ketika ia masih muda. Ketika banyak wanita yang jatuh cinta padanya. Selebihnya, semua memusuhinya. Bahkan dia lupa katanya bagaimana cara bersahabat.

Bersambung…

Satu tanggapan untuk “HARIMAU SUMATERA HEWAN BERADAT VI (96B)

  • 14 April 2021 pada 17 h 52 min
    Permalink

    Penasaran krlanjutannya cpet upload ya,
    Semoga sehat selalu,

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *