Keindahan Ramadan dan Idulfitri di Prancis
Delapan tahun memantapkan diri bersama keluarga kecil kami di negara minoritas beragama. Bukanlah hal yang aneh jika kami tidak mendengar suara azan disetiap waktu salat seperti di Indonesia.
Maka ketika ramadan tiba kami pun membuat suasana di dalam rumah seperti halnya mereka di Prancis saat merayakan natal dan tahun barunya. Namun, tentu saja dekorasi kami tanpa pohon natal. Kecuali lampu kelap-kelip dengan bentuk bulan dan bintang. Yang Alhamdulillah sekarang bisa kami dapatkan melalui belanja online.
Alhamdulillah selain suasana dekorasi di dalam rumah, suasana bulan Ramadan kami jalani dengan sahur bersama, salat jemaah, mengaji secara bergiliran, berbuka puasa dengan menyalakan suara azan magrib lewat youtube, bahkan tetangga pun dapat ikut mendengar azan dari rumah kami.
Belajar kembali bacaan salatnya dari suami yang sudah 14 tahun menjadi mualaf, belajar merangkak bersama saya dan anak-anak, menikmati ramadan penuh berkah dalam beribadah dan saling mengingatkan. Hal ini lah yang membuat kami merindukan ramadan yang baru saja kami lewati.
Lebaran juga menjadi hari yang istimewa bagi kami. Membuat kue-kue kering ala Indonesia bersama atau makanan lontong dan menu lain ala persantanan Indonesa menjadi bagian tradisi keluarga. Lebaran dua tahun belakangan ini kami diberikan nikmat salat idulfitri bersama dengan warga muslim di Prancis. Jika tahun lalu kami memilih salat berjemaah di lapangan luas hingga 2000 orang yang memenuhi isi lapangan tersebut, tahun ini kami memilih salat di dalam masjid yang berada di tengah kota Montpellier.
Bersama seorang sahabat yang saya anggap kakak di perantauan beserta keluarganya, kami jalan bersama dengan satu tujuan. Allah. Ya, saya mengenal sahabat saya ini bagaikan kakak perempuan saya sendiri…
Kami memiliki banyak kesamaan, keluarga kami sama-sama berkecimpung dalam pesantren di Indonesia. Jadi seia sekata dalam ketakwaan beragama.
Alhamdulillah di hari raya ini, kami bisa bersama keluarga jalan kaki menuju masjid. Salah satu alasan kami memilih solat id di masjid karena tahun lalu di lapangan luas anginnya cukup kencang hingga pulangnya kami sekeluarga jatuh sakit.
Mengetahui sahabat saya tahun ini tidak pergi untuk salat berjemaah di KJRI Marseille, saya dan suami meniatkan untuk pergi salat bersamanya. Satu hal yang tidak pernah terpikirkan adalah bagaimana rasanya tinggal di luar negri sebagai minoritas tapi bisa menikmati suasana nusantara selayaknya di kampung halaman. Berjalan kaki menuju masjid dengan rasa bahagia bersama tetangga, atau orang lain yang kami temui di jalan dengan rasa bahagia karena hari istimewa kemenangan setelah sebulan berpuasa.
Rabu 10 April atau 1 Syawal 1445 H ini, kami diberi rezeki merasakan nikmatnya hal tersebut, bahkan dalam perjalanan menuju masjid, kami menemui warga muslim lainnya dengan tujuan yang sama. Kebahagiaan yang tak bisa terbendungi.
Mosquée Annour atau masjid cahaya berada di kawasan Plan Cabane, Montpellier tempat kebanyakan orang dari Magrebin.
Masjid ini sudah 35 tahun berdiri dan mengalami renovasi hingga terlihat saat indah dan kokoh.
Begitu sampai kami membuka sepatu dan langsung disambut oleh pengurus masjid yang menawarkan kurma, minuman hingga kue-kue kering. Bahkan suami dan anak laki saya, mereka diberikan minuman dingin Mogu-Mogu dan permen bagi anak-anak. MashaAllah indah nya mereka berbagi kebahagiaan di hari yang fitri ini. Begitu juga kekita kami memasuki ruang salat pengurus masjid langsung mencarikan kami tempat. Begitu banyaknya jemaah di hari lebaran ini membuat masjid pun terpadati, tanpa terpikirkan akan cukup…
MashaAllah ternyata semua dapat tempat sekalipun beberapa orang harus berada dekat tangga masuk. Alhamdulillah kami yang mendapat tempat didalam, masih bisa melihat dan mendengarkan Khotib yang berada di mimbar kayu ukiran cantik lewat layar TV.
Ceramah diberikan dalam dua bahasa, yang pertama dalam bahasa Arab dan yang kedua dalam bahasa Prancis. Cara penyampainnya pun terasa adem, tenang, jelas, dan masuk kehati.
Usai salat kami saling bersalaman, bermaaf-maafan dengan jemaah lainnya, saat saya membalik putri saya memeluk saya hingga menangis, rupanya dirinya tersentuh dengan ceramah dan suasananya.
Kebahagiaan kami rupanya masih terus berlanjut, tiada disangka setelah keluar dari masjid, kami berjumpa dengan beberapa orang Indonesia yang merupakan para pelajar. MashaAllah suasana semakin merasa seru dengan canda tawa dalam bahasa Indonesia dan tentunya tak lain adalah berfoto-foto didepan masjidnya. Ini membuat banyak jama’ah lainnya tersenyum menyaksikan kehebohan kami. Memang satu kebanggaan menjadi orang Indonesia itu adalah sarat akan senyum sapa dan ramah tamahnya, inilah identitas bangsa Indonesia.
Tak henti sampai disini, sepulang salat kami di undang makan bersama dirumah sahabat saya, tentu saja menunya ketupat, opor, rendang, sambal ati kentang, telur balado, bahkan Teh Dini menawarkan dendeng sapi dan krupuk jengkol dari kampung Ciamis, tempat pesantrennya. Kami juga dapat bersilaturahmi dengan teman-teman dan pelajar Indonesia lainnya.
Betapa saya sangat bersyukur Allah memberikan rezeki keluarga yang sehat, sahabat yang seiman, suasana islami dalam bulan Ramadan hingga Idulfitri, begitu besar nikmati yang diberikan olehNya. Alhamdulillah
MashaAllah di negara Prancispun masih bisa istikomah, salam kenal mbak Siti Madinah
Salam kenal Ibu Madinah dan keluarga dari kami di Yogyakarta 🙏🏼