Ekspedisi Antartika, Gerry Kibarkan Merah Putih di tengah Suhu -53 Derajat

Catatan Dini Kusmana Massabuau

Masih ingat tentunya pelajar Indonesia Gerry Utama yang terpilih sebagai peneliti pertama dan termuda dari tanah air yang terlibat riset penelitian Antartika dengan menggunakan kapal riset Rusia. Bagaimana kabar dirinya? Surat Dunia melalui Dini Kusmana Massabuau, berhasil menghubungi pelajar yang saat ini juga tercatat sebagai mahasiswa di Saint Petersburg State University bidang Paleogeografi Kuarter.

Gerry Utama

Surat Dunia (SD): Halo Gerry, bagaimana keadaan anda dan kabar apa saja yang bisa anda ceritakan setelah lebih dari sebulan melakukan perjalanan?

Gerry Utama (GU): Kondisi saya alhamdulillah sejauh ini sehat dan sangat baik. Di dalam Kapal Akademik Tyroshnikov, semua kebutuhan tersedia, terdapat fasilitas olahraga, dan kebutuhan gizi yang terpenuhi dengan baik. Semua disiapkan dengan sangat baik.

Perjalanan selama kurang lebih memakan waktu lebih dari sebulan, cukup melelahkan pada dasarnya, namun tidak tergantikan dengan momen-momen perjalanan yang selalu menyuguhkan pemandangan yang luar biasa indah dari setiap laut, samudra, dan benua yang dilalui. Melintasi tiga Benua dan dua Samudera. Berangkat dari Saint Petersburg hingga menuju ke Antarktika dengan transit terlebih dahulu di kota Capetown, Afrika Selatan untuk keperluan logistik dalam persiapan menuju ke Antarktika.

Dalam keadaan tertentu saya dapat berkomunikasi, pada awal perjalanan dengan menggunakan surel dan beberapa tempat terdapat saluran telepon yang tidak setiap saat tersedia.

Secara keseluruhan, perjalanan dalam rangka Russian Antarctic Expedition ke-69 salah satu momen paling penting bagi saya, tidak hanya secara pribadi, namun untuk Indonesia dan Rusia khususnya yang telah memberikan kesempatan anak terbaik Bangsa Indonesia untuk terlibat di dalam penelitian di Antarktika.

SD: Bagaimana anda memulai hari anda dan rutinitas apa saja yang anda lakukan di luar riset?

GU: Semua kegiatan di mulai dengan bangun tidur yang lebih awal, tentunya karena untuk melakukan ibadah kemudian dilanjutkan dengan sarapan pagi yang memang secara jelas diatur jadwal makan dari Kapal Akademik Tyroshnikov.

Rutinitas yang paling umum dilakukan berkomunikasi dan membangun kerja sama dengan sesama teman-teman yang menjadi bagian Tim Ekspedisi. Karena rekan-rekan di kapal adalah keluarga kita saat ini, selain menjaga komunikasi terkadang bermain bersama walaupun tidak setiap waktu tapi lumayan untuk memberikan kesempatan bersilaturahmi dengan teman-teman yang tergabung dalam Tim Ekspedisi.

SD: Apakah anda mengalami halangan selama ini?

GU: Untuk saat ini tidak ada halangan yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan misi ini. Namun karena ekspedisi ini merupakan ekspedisi dengan kapal Rusia, jelas semua pesertanya adalah orang Rusia, dan hanya saya yang saat ini menjadi orang asing yang bergabung dengan Tim Ekspedisi yang memulai perjalanan dari Saint Petersburg. Bahasa Rusia bukan menjadi tantangan yang besar secara personal karena saya menempuh pendidikan di Rusia. Komunikasi tetap terbangun dengan baik.

Mungkin tantangan terberat adalah mengatur waktu beribadah , karena kapal yang berlayar setiap hari berganti arah kiblat, dan waktu menentukan ibadah shalat yang menurut saya perlu banyak melakukan penaksiran dengan akurat kapan dan dimana waktunya untuk melaksanakan ibadah

SD: Apakah anda sudah memulai penelitian? Bila ya, apa saja yang sudah anda lakukan sejauh ini? Apakah anda menemukan banyak hal yang mungkin diluar dugaan?

GU: Penelitian besar saya dilakukan di Stasiun Bellinghausen terkait penyusunan pemetaan geomorfologi, pada dasarnya hal yang tersulit dalam melakukan penelitian ini yaitu melalukan klasifikasi terhadap sebuah bentuk lahan, dan ini harus dipecahkan juga ditemukan solusinya untuk menghasilkan penelitian yang representatif terhadap kondisi wilayah.

Namun, saya melakukan beberapa penelitian kecil terhadap observasi di Antartika terhadap bentuk lahan yang menyusun Benua Antartika dan beberapa kondisi cuaca yang sangat ekstrim dengan angin kencang dan suhu yang ekstrim dingin merupakan salah satu tantangan terbesar namun tidak menjadi penghalang di dalam melakukan penelitian selama di Antarktika.

SD: Sebagai seorang muslim apakah anda merasakan kesulitan atau tantangan dalam menjalan ibadah khususnya dibulan Ramadan dan idulfitri lalu?

GU: Ya, sebagai seorang muslim, meskipun sedang bertugas saya tetap berusaha untuk komitmen menjalankan kewajiban sebagai umat islam. Saat saya berada di kapal tidak terlalu berat kegiatan yang dilakukan, hanya saja setiap hari selalu berganti momen dan perubahan waktu ibadah buka puasa. Saya setiap sore harus memastikan matahari terbenam terlebih dahulu untuk memulai buka puasa.

Untuk Idulfitri momennya sangat terbatas, karena tidak ada tim yang muslim maka tidak cukup untuk melakukan ibadah sholat Id, tapi teman-teman di Tim Ekspedisi memiliki inisiatif melakukan kegiatan halalbihalal pada malam harinya dengan berbagai acara perfomance baik seni dan musik sekaligus memberikan kesempatan untuk merayakan idulfitri bersama-sama di kapal. Ini momen yang tak pernah terlupakan bagi saya secara pribadi

Untuk komunikasi ada beberapa momen saat berlayar dari Saint Petersburg hingga ke Capetown terbatas, bahkan hampir tidak bisa menggunakan telepon seluler sama sekali namun yang terpenting adalah bisa berkirim pesan melalui surel , kemudian setelah di Capetown layanan internet tersedia sehingga tetap bisa berkomunikasi dengan baik walaupun tidak secara intensif. Ini adalah tantangan dan tugas. Jadi tetap harus dijalani dengan baik karena bagian dari ibadah yang menurut saya menjadi penting

SD: Anda menancapkan bendera merah putih di stasiun Mirny, mengapa begitu penting bagi anda sebagai orang Indonesia?

GU: Ini menjadi momen bersejarah tidak hanya saya, tapi Indonesia dan Rusia. Ini menjadi pertama kalinya peneliti Indonesia tiba di Stasiun Antartika yang dimiliki oleh Pemerintah Rusia. Stasiun Mirny merupakan salah satu stasiun tertua yang dibangun pada Era Soviet.

SD: Suhu ekstrim yang anda rasakan bisakah anda menceritakan bagi anda dan cara anda beradaptasi?

GU: Suhu eskrim saat ini tercatat di Stasiun Mirny hampir menyentuh -46° C ini merupakan konsekuensi meneliti di Antartika dan menjadi takdir geografi yang membuat Antartika menjadi menarik untuk diteliti.

Untuk adaptasi suhu di stasiun menyesuaikan dengan kondisi ruang, dan umumnya tidak terlalu dingin. Namun untuk di luar stasiun pada saat melakukan ada pakaian khusus yang digunakan untuk melakukan kegiatan penelitian yang membuat tetap kondisi tubuh tetap hangat pada saat melakukan penelitian.

Nantikan petualangan ekspedisi Gerry selanjutnya di Surat Dunia…

Satu tanggapan untuk “Ekspedisi Antartika, Gerry Kibarkan Merah Putih di tengah Suhu -53 Derajat

  • 25 April 2024 pada 22 h 36 min
    Permalink

    Saya bangga sekali pelajar Indonesia bisa terpilih sebagai salah satu Tim ekspedisi di Antartika, selamat anak muda!

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *