Festival Minang di Amsterdam – Berdayakan Diaspora Minangkabau Promosi Budaya di Tanah Rantau

Untuk pertama kalinya, Festival Budaya Minang diadakan di Indonesia House Amsterdam (IHA), sebuah pusat budaya yang menjadi jembatan penghubung antara Indonesia dan Belanda serta sebagai pusat promosi ekonomi budaya Indonesia di Belanda dan Eropa. Festival yang bertajuk ‘Jauah di Mato, Dakek di Hati’ digelar selama 2 hari pada 21-22 Februari 2025.

Lebih dari 400 orang pengunjung memadati gedung 5 lantai di kota Amsterdam tersebut. Sebagian besar pengunjung adalah warga diaspora yang telah lama menetap di Belanda. Selain itu nampak banyak warga asing lokal, termasuk dari Jerman dan Belgia.

Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, juga menyempatkan berkunjung ke IHA dan menyapa para pengisi acara serta sejumlah pengunjung asing maupun diaspora di sela-sela lawatan resmi untuk bertemu dengan PM dan Menlu Belanda.

“Festival Minang ini merupakan bagian dari program berkelanjutan KBRI Den Haag di IHA. Selain untuk memperkenalkan dan mempromosikan kekayaan seni budaya Indonesia, program ini juga menjadi sarana dan wadah pemberdayaan potensi diaspora Indonesia di Belanda yang sangat besar,” demikian disampaikan Wakil Kepala Perwakilan RI Den Haag, Mariska Dhanutirto pada pembukaan acara. Festival budaya seperti ini juga penting sebagai media edukasi publik, khususnya bagi generasi muda diaspora untuk tetap bangga dan menjaga identitas budaya asalnya.

Festival ini mengedepankan otentisitas seni dan tradisi yang ditampilkan. Serangkaian program acara yang terdiri dari pertunjukan seni tari dan musik, bazaar kuliner dan produk Songket, serta pameran menyuguhkan versi tradisional khas Minang. Justru hal ini lah yang menjadi daya tarik pengunjung yang membludak di hari kedua (Sabtu). Tari yang dibawakan seperti Pasambahan, Piring, Indang, dan Rantak. Selain itu, ada pertunjukan Talempong serta lagu-lagu pop khas Minang. Pada hari pertama juga diadakan sesi presentasi dan diskusi yang membahas sistem kekerabatan matrilineal masyarakat Minangkabau yang unik dan terbesar di dunia. Diskusi interaktif dengan narasumber dosen dari Universitas Leiden ini diikuti oleh para akademisi dan peneliti dari sejumlah institusi di Belanda, Indonesianis, termasuk mitra kerja dan kalangan pekerja seni.

Pengunjung dari berbagai latar belakang nampak sangat menikmati hidangan khas Minang yang autentik, seperti Rendang daging dan belut, Gulai Kepala Ikan, Sate dan Soto Padang, hingga Lontong Sayur. “Ternyata Rendang memang seenak ini, wajar disebut makanan paling enak sedunia. Saya baru saja membuktikannya”, ujar salah satu pengunjung yang baru pertama kalinya datang ke IHA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *