Harmoni Koral dan Nusantara: Fête Indonésienne Satukan Dua Bangsa
Suasana meriah dan penuh semangat terasa sepanjang hari dalam acara Fête Indonésienne yang digelar di kota Vendargues, Prancis Selatan. Lebih dari 350 pengunjung hadir sejak pagi untuk menikmati kekayaan budaya Indonesia yang ditampilkan dengan semarak, penuh warna, dan semangat kolaborasi lintas bangsa.


Acara resmi dibuka dengan lagu “Satu Nusa Satu Bangsa” yang dinyanyikan bersama sebagai bentuk kepedulian dan seruan untuk persatuan di tengah situasi yang sedang dihadapi Indonesia. Suasana haru dan khidmat terasa saat lagu kebangsaan itu dilantunkan, mengingatkan pentingnya menjaga semangat kebangsaan di manapun warga Indonesia berada. Setelah itu, pembukaan dilanjutkan dengan pemukulan gendang oleh Wali Kota Vendargues, diiringi angklung oleh Konjen RI Marseille Dian Kusumaningsih, Atdikbud KBRI Paris Luh Anik Mayani, serta ketua panitia Dini Kusmana Massabuau, yang juga merupakan Presiden Asosiasi Surat Dunia selaku penyelenggara utama acara ini.

Kemegahan acara semakin terasa dengan panggung utama yang didekorasi megah bergaya Rumah Gadang khas Minangkabau, memberikan sentuhan autentik yang memukau dan langsung membawa pengunjung pada suasana khas Indonesia. Dekorasi ini menjadi latar sempurna bagi berbagai pertunjukan seni yang berlangsung sepanjang hari.

Sorotan utama acara adalah pertunjukan kolaboratif antara Koral Opéra Junior Montpellier dan asosiasi Surat Dunia. Dipimpin oleh Albert Alcaraz dan berada di bawah arahan Jérôme Pillement, Direktur Opéra Junior National Montpellier, para anggota koral yang terdiri dari remaja dan anak-anak berbakat, membawakan lagu-lagu dengan harmoni yang menyentuh dan kualitas vokal yang memukau.


Kolaborasi ini menjadi yang pertama kalinya dilakukan dalam konteks pertukaran budaya Indonesia–Prancis, dan berhasil membuat banyak penonton, terutama warga Indonesia, merasa merinding karena keindahan dan kekuatan pesan yang disampaikan melalui musik. Dari tiga lagu yang dibawakan Janger Bali dan Ondel-ondel mendapatkan tepuk tangan meriah.
Tidak kalah menarik, tarian yang dibawakan oleh remaja Vendargues di bawah bimbingan dua pelajar PPI Montpellier, Desta dan Tania, menuai pujian. Meski sebagian besar peserta belum pernah mengenal budaya Indonesia sebelumnya dan hanya berlatih dalam waktu singkat, penampilan mereka tetap memikat hati para pengunjung.


Demonstrasi angklung dari pasangan Hadyan dan Christine menjadi salah satu atraksi yang paling menarik perhatian. Banyak pengunjung Prancis yang baru pertama kali melihat alat musik bambu khas Indonesia ini. Aksi mereka semakin menghibur saat mengajak pengunjung bernyanyi bersama, diiringi alunan angklung.


Kekayaan tari tradisional Indonesia juga hadir lewat dua pertunjukan menawan dari association Kirana Budaya dan association Couleurs d’Indonésie. Tarian Lengger Gunungsari dari Banyumas tampil dengan gerakan gemulai namun energik, sementara Tarian Indang asal Sumatera Barat berhasil membuat penonton bertepuk tangan mengikuti irama dinamis yang ditampilkan para penari.




PPI Montpellier juga turut ambil bagian dengan menampilkan teater “Malin Kundang” dalam bahasa Indonesia. “Kami sengaja menggunakan bahasa Indonesia agar penonton bisa mendengar dan mengenal bahasa kami, yang kini telah menjadi bahasa resmi di UNESCO,” ujar Rasya ketua PPI Montpellier. Penampilan dari Fandi, Clarosa, Tania dan Adam ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi upaya mengenalkan bahasa Indonesia ke dunia internasional serta memberikan moral cerita kepada penonton.



Tak ketinggalan, suasana khas 17 Agustusan turut hadir melalui berbagai lomba tradisional seperti makan kerupuk, balap karung, dan memasukkan kelereng ke dalam sendok. Semua lomba ini dipersiapkan oleh PPI Montpellier dan sukses menciptakan gelak tawa serta semangat kebersamaan.


Semarak acara semakin terasa dengan penampilan musik dari band Les Crevettes yang didatangkan dari KJRI Marseille. Lagu-lagu Indonesia yang mereka bawakan sukses mengajak pengunjung bergoyang dan bernyanyi bersama.


Di sisi kuliner, pengunjung dimanjakan dengan beragam masakan nusantara, seperti sate ayam, soto belitung, nasi gudeg, nasi kuning, nasi uduk, jajanan pasar dan berbagai minuman khas Indonesia salah satunya cendol yang ternyata sangat digemari lidah prancis. Stand makanan dan bumbu Indonesia diserbu pengunjung yang antusias mencoba cita rasa khas Indonesia.

Foto: Arief Rachman Foto: Arief Rachman
Salah satu momen yang paling menghibur adalah lomba busana daerah Indonesia, yang justru diikuti oleh warga Prancis. Banyak dari mereka yang awalnya malu-malu, namun akhirnya tampil penuh percaya diri di atas panggung. “Senang sekali bisa mengikuti perlombaan ini dan menang,” ujar Karine, juara pertama kategori wanita. Aurelia, yang tampil gagah dengan kostum dari Nusa Tenggara Timur, tertawa bangga, “Saya merasa keren banget, dan ternyata menang!”

Stand permainan yang dikelola oleh Ibu Ida Digon serta dua pelajar Indonesia, Nasya dan Aurelia, dipadati anak-anak yang antusias mencoba berbagai permainan tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka tampak gembira memainkan permainan seperti coklak, bekel, topeng Ponorogo, congklak, engklek, gasing, dan berbagai permainan lainnya yang mungkin baru pertama kali mereka lihat. Tawa riang dan rasa penasaran anak-anak menambah suasana hangat dan penuh interaksi budaya di acara ini.
Stand permainan. Foto Arief Rachman
Dukungan dari berbagai pihak — mulai dari KBRI Paris, KJRI Marseille, Atdikbud KBRI Paris, PPI Montpellier, Kirana Budaya, ACI, AAI hingga Meis membuat acara ini tidak hanya sukses, tapi juga menjadi simbol persahabatan dan kolaborasi antara Indonesia dan Prancis melalui kekuatan budaya.
