Warung “Gado-Gado” Nusantara di Prancis
Warung “Gado-Gado” nama yang unik dipilih oleh seorang penggiat kuliner di sebuah kota tak jauh dari Bordeaux. Walaupun baru memulai usaha, Surat Dunia melihat sesuatu yang istimewa pada diri Ryma. Wanita keturunan Manado-Batak ini memiliki keinginan begitu kuat dalam mempromosikan masakan Indonesia, sehingga walaupun masih baru dibidang kuliner, ia sudah banyak melakukan berbagai gebrakan dalam mempromosikan cita rasa Nusantara.
Ikuti wawancara Surat Dunia oleh Dini Kusmana Massabuau bersama Ryma Rotty.
Surat Dunia (SD): Bagaimana awal mulanya Ryma bisa bermukim di Prancis dan memutuskan untuk membuka usaha dibidang kuliner?
Ryma: Saya datang ke Prancis tahun 2003, tepatnya di Paris. Suami saya yang sering berpindah tugas membuat kami jadi berpindah tempat, bahkan sempat bermukim di Afrika. Hingga akhirnya kini kami tinggal di kota kecil 20 menit dari Bordeaux, yaitu Ludon-Médoc.
Awal mulanya saya memutuskan usaha kuliner dikarenakan, sekitar 5 tahun yang lalu, saya sempat bekerja di sebuah restoran Asia. Profesi yang sangat berbeda ketika saya masih berada di Indonesia, dibidang penerbangan. Di restoran Asia itu, saya melihat bagaimana antusias warga Prancis terhadap masakan Asia, padahal menurut saya bumbunya sangat sederhana, bawang merah-putih, kecap ikan, saus tiram, yah pokoknya sangat basic. Jenis masakannya pun rata-rata sama seperti kuliner dari Cina atau Vietnam, sangat berbeda dengan kuliner Indonesia yang kaya akan rempah.
Melihat adanya potensi untuk usaha kuliner Indonesia, saya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan di restoran dan mendaftarkan diri ke France Travail (organisasi untuk mendampingi orang-orang dalam mencari pekerjaan atau pelatihan, mengumpulkan tawaran dari perusahaan, dan menghubungkan mereka dengan para pencari kerja).
Melihat keinginan dan keseriusan saya untuk membangun usaha dibidang kuliner, France Travail menghubungi saya untuk mengikuti presentasi bagi Marie Curry La Ruche Bordeaux. Marie Curry yaitu restoran solidaritas yang para pemasaknya perempuan pengungsi dan imigran, resto solidaritas ini mendampingi perempuan pengungsi dan imigran dalam integrasi mereka di bidang kuliner melalui kegiatan pelatihan, jaringan, dan pemberdayaan warisan kuliner mereka. Sementara La Ruche, adalah agen konsultasi yang membantu kami dalam hal manajemen dan perencanaan bisnis. Hanya 12 orang yang terpilih setelah penyeleksian, dan saya termasuk di dalamnya.
Saya sangat beruntung bisa mengikuti pendidikan ini karena selain biaya ditanggung oleh pemerintah juga semua ilmu untuk membangun bisnis dibidang kuliner kami dapatkan. Dari mulai sistim higienis, bagaimana berbicara dengan klien, presentasikan masakan hingga mendapatkan nilai tambah dan masih banyak lainnya, semua itu saya dapatkan secara gratis.
SD: Usaha anda bernama “Gado-Gado” mengapa nama itu yang Ryma pilih?
Ryma: Ya! Saat ini saya memiliki usaha kuliner yang saya beri nama “Gado-Gado”. Kenapa nama itu yang saya pilih? Karena saya memang suka sekali dengan gado-gado, lalu nama ini mudah diucapkan oleh publik Prancis. Sebelumnya saya meminta mereka untuk mengucapkan kata ini, dan ternyata pronosiasi mereka sama seperti orang Indonesia. Alasan ketiga gado-gado mewakili masakan Indonesia yang kaya akan campuran rempahnya.
SD: Apakah Ryma sendiri yang mengolah semua masakan? Dalam arti home made?
Ryma: Semua masakan saya yang membuatnya, termasuk bumbunya. Saya juga hanya menggunakan bumbu segar dan sayur mayur yang saya olah adalah sesuai dengan musimnya dan berasal dari produk lokal, hanya santan, kelapa parut dan gula jawa yang saya beli di toko Asia.
SD: Apakah suatu hal yang sulit untuk membuka bisnis kuliner di Prancis?
Ryma: Memang membuka usaha kuliner bukan hal yang simpel, tidak seperti di Indonesia. Di Prancis begitu banyak peraturan yang harus kita patuhi. Formasi yang sudah saya ceritakan sebelumnya juga merupakan kewajiban yang harus dilakukan untuk bisa mendapatkan sertifikat atau diploma. Pendaftaran ke badan usaha, asuransi kemudian mendapatkan ijin untuk tempat berjualan. Walaupun kita berjualan di pasar, atau di sebuah area parkir misalnya, tetap semua yang saya sebutkan tadi harus dilakukan. Prosedurnya memang panjang, karena itu dibutuhkan kesabaran dan semangat, namun setelah semuanya dijalani kedepannya menjadi lebih nyaman dan sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.
SD: Kapan Ryma mulai resmi membuka usaha kuliner?
Ryma: Setelah menjalani semua prosedur panjang tadi, 14 September 2024 saya memulai usaha kuliner Indonesia di Artigues-près-Bordeaux, pinggiran kota Bordeaux. Hari pertama jualan, cukup bagus tanggapan dari pembeli, dan memang banyak yang tidak kenal masakan Indonesia, mereka lebih akrab dengan kuliner Thailand. Hari itu saya menjual nasi kuning rendang dengan slogan “Terpilih sebagai masakan terbaik oleh CNN travel, slow food“. Rupanya tulisan membuat banyak pengunjung yang jadi penasaran dan ingin mencobanya.
Minggu keduanya saya menawarkan soto ayam. Awalnya mereka mengira itu adalah sop, dan sop di Prancis itu bentuknya sudah dihancurkan semuanya. Akhirnya setelah melihat sop ayam dan saya jelaskan mengenai masakan tersebut, beberapa orang mulai mencobanya dan hasilnya bagus, karena minggu berikutnya banyak yang menanyakan apakah saya menjualnya kembali.
SD: Jenis makanan apa saja yang disukai oleh para pengunjung pasar di tempat Ryma berjualan?
Ryma: Sejauh ini mereka rata-rata suka ya, karena masakan Indonesia buat penduduk setempat belum terlalu dikenal, sehingga mereka tertarik untuk mencicipi berbagai jenis masakan yang saya tawarkan setiap sabtunya. Saya sengaja mengolah masakan yang berbeda agar konsumen tahu begitu banyak jenis masakan Indonesia. Namun memang ada beberapa jenis makanan yang selalu mereka minta untuk dihidangkan, misalnya lumpia sayur, rendang, ayam bakar bumbu rujak, nasi goreng dan soto ayam. Untuk makanan penutup yang jadi favorit mereka adalah, kue chiffon rasa pandan dan coklat juga dadar gulung.
SD: Apakah Ryma memiliki misi untuk mengembangkan bisnis kuliner ini?
Ryma: Oh tentu saja, saya akan memulai pelan-pelan usaha katering, bekerjasama dengan perkantoran misalnya untuk acara mereka, atau melayani kotak makanan (lunch bag), atau untuk acara-acara lainnya. Misalnya belum lama ini saya diminta oleh sebuah agent konsultasi marketing di Bordeaux untuk mempersiapkan makan siang mereka. Pada acara itu saya menyajikan lumpia sayur, perkedel jagung, gado-gado dan soto ayam, sebagai makanan penutupnya saya membuat dadar gulung. Puji Tuhan, semuanya sangat menyukai dan memuji. Ada yang pernah ke Bali menyatakan dengan menikmati masakan saya serasa bernostalgia kembali. Mereka yang belum ke Indonesia atau tidak tahu negara kita jadi terheran-heran menikmati masakan Indonesia, membuat mereka jadi penasaran ingin tahu tentang Indonesia. Contohnya emping yang saya tawarkan saja, sudah membuat mereka sampai mencari tahu seperti apa sih buah emping itu? Puji Tuhan dengan cara ini saya jadi bisa mempromosikan Indonesia kepada masyarakat Prancis.
SD: Apakah ada rencana lainnya selain memperbesar bisnis Ryma?
Ryma: Saya memang berkeinginan bisa membuka kelas atelier masak. Sebenarnya saya pernah memberikan kursus masak dalam suatu acara yaitu “Festival Bon!” yang berlangsung bulan Oktober di Bordeaux. Untuk acara tersebut saya ditawarkan untuk memberikan kursus masak selama 3 jam. Jumlah peserta hanya terbatas 10 orang saja, namun karena begitu antusiasnya mereka, sehingga terpaksa ditambah menjadi 12 orang, dan itupun sudah sangat terbatas sebenarnya. Karena begitu banyaknya antusias peserta yang ingin berpartisipasi, maka penyelanggara sudah menawarkan kepada saya untuk memberikan kembali atelier masak Oktober tahun depan (2025). Tidak hanya itu, di Festival tersebut, saya bertemu dengan chef berbintang, Thierry Marx. Bertemu dengan dirinya yang merupakan seorang koki terkenal asal Prancis yang diakui secara internasional merupakan pengalaman berarti bagi saya. Saat itu Thierry Marx adalah sponsor atau pembimbing dalam festival ini.
SD: Perjalanan anda bisa dibilang sangat lancar dibidang bisnis kuliner ini. Apa atau bagaimana Ryma bisa mendapatkan semua itu?
Ryma: Puji Tuhan, bisa semuanya bisa berjalan seperti ini tentunya karena dukungan dari keluarga saya, dan Tuhan. Suami dan kedua anak kembar saya sangat mensuport aktivitas baru ini dan itu membuat saya semakin semangat. Suami saya bahkan sudah berjanji akan selalu membantu saya dalam hal ini. Setiap sabtu, dia yang mendapingi saya berjualan, membuka standnya, berada di samping saya hingga saya selesai jualan, membantu antaran bila ada pemesanan, dan kedua anak saya ikut membantu saya dalam promosikan usaha ini di berbagai sosial media.
Jujur saya kadang tak percaya bahwa di usia saya yang sudah 52 tahun ini saya masih memiliki semangat untuk membuka bisnis dibidang kuliner. Puji Tuhan…