Meningkatkan Kepeduliaan Perlindungan Hak-Hak Disabilitas
Disabilitas bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja pada fase kehidupannya. Di tengah pandemi ini, banyak orang menjadi penyandang disabilitas setelah negatif dari Covid-19 karena masih mengalami dampak bawaan terhadap kesehatannya baik dalam bentuk disfungsi fisik maupun psikologis atau dikenal juga dengan istilah Long Covid.
Menurut ICF (International Classification of Functioning) Model yang dibuat oleh WHO, disabilitas adalah negative interaction antara health condition seseorang dengan lingkungannya pada level body function and structures sehingga mengakibatkan mereka terhambat ketika menjalankan aktifitas dalam kehidupan sehari-hari dan juga terestriksi saat berinteraksi di masyarakat termasuk untuk sekolah dan mendapatkan pekerjaan. Karena disabilitas adalah hasil interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, maka kita tidak bisa mengatributkan disabilitas kepada seseorang.
Konsul Jenderal RI Frankfurt, Acep Somantri berkesempatan memberikan sambutan sekaligus berbagi informasi mengenai situasi penyandang disabilitas di Jerman dalam sebuah Webinar yang berjudul Negara, Disabilitas Dan Relawan Di Tengah Pandemi. Webinar ini diselenggarakan oleh Rumah Berkat – Jangka Jati. Hadir sebagai narasumber Ibu Lea Manurung-Missah, orang tua dari penyandang disabilitas di Jerman. Selain itu Webinar juga dihadiri oleh Bapak Sunarman Sukamto, Tenaga Ahli Kedputian V Kantor Staf Presiden dan Ibu Eva Rahmi Kasim, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Kementerian Sosial RI.
Bertindak sebagai moderator Bapak Reza Setiadi dari Netra Jakarta, dan Ibu Fatimah Asri Mutmainah dari Daksa Rembang. Dalam sambutannya, Konsul Jenderal RI Frankfurt mengapresiasi inisiatif penyelenggaraan Webinar ini yang tujuannya sangat mulia yaitu untuk meningkatkan kepeduliaan kita terhadap pentingnya peningkatan perlindungan hak-hak disabilitas khususnya dalam situasi pandemi. Berbicara mengenai pandemi, tentunya ini merupakan situasi yang sulit bagi kita semua. Terlebih lagi bagi saudara-saudara kita penyandang disabilitas. Kita memahami masih banyak miskonsepsi tentang disabilitas. Disabilitas bukan hanya bawaan lahir.
Di dalam hukum Jerman, penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan help and assistance dalam rangka menghilangkan atau meningkatkan kondisi disabilitas mereka. Jerman juga berupaya keras menciptakan sistem jaminan sosial seperti program return to work dan pension insurance bagi penyandang disabilitas untuk menghindari early retirement sehingga mereka bisa selama mungkin bekerja dan berkarya di masyarakat. Misalnya bagi penyintas Covid-19 yang mengalami Long Covid dan mengakibatkan yang bersangkutan menjadi penyandang disabilitas, pemerintah Jerman mendukung rehabilitasi medis bagi yang bersangkutan agar dapat bekerja kembali.
Indonesia juga tidak mau kalah dan telah memiliki undang-undang yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas yaitu Undang-undang nomor 8 Tahun 2016. Di dalam undang-undang tersebut dijamin hak-hak penyandang disabilitas yang berasaskan pada penghormatan terhadap martabat, otonomi individu, tanpa diskriminasi, partisipasi penuh, keragaman manusia dan kemanusiaan, kesamaan kesempatan, kesetaraan, aksesibilitas, kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak, inklusif, perlakuan khusus dan pelindungan lebih.
Meskipun implementasinya belum sempurna, berbagai upaya seperti BPJS Kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk penyandang disabilitas, telah memberikan akses kepada mereka akan kesehatan termasuk rehabilitasi medis yang dibutuhkan. Selain itu, akses dalam hal infrastruktur seperti jalan khusus untuk tuna netra, ram sebagai pengganti tangga penyebrangan juga bisa kita lihat diberbagai fasilitas publik di Indonesia. Semua ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam memastikan terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas. Diskusi berlangsung dengan baik dan lancar. Para peserta diskusi berasal dari Jerman dan Indonesia.