Siti Madinah dan Eliseo, Pasangan Kawin Campur yang Mendirikan Nilai Islam dalam Keluarga di Prancis
Surat Dunia kali ini mengajak pembaca untuk mengenal keluarga pasangan kawin campur yang bermukim di Prancis Selatan. Siti Madinah dan Eliseo Colacino bagaimana mereka menjalankan islam dan khususnya di bulan Ramadan ini.
Surat Dunia (SD): Bagaimana Madinah dan Eliseo yang nama Islamnya Al aliy dalam mendidik anak-anak dalam Islam?
Siti Madinah dan Eliseo (SM dan El): Bismillahir rahmanir rahim…Kami memang mendidik anak-anak sama hal nya sebagaimana kami sedang belajar bersama agama Islam… Suami yang mualaf banyak kesehariannya yang dulu merupakan kebiasaan lama kini harus berubah.
EL: Ya, banyak yang harus saya rubah pelan-pelan seperti dari makanan, minuman dan kebiasaan lainnya seperti harus bisa lebih menahan amarah, karena kalau di jalanan atau sedang menyetir ya sekarang nggak boleh lagi gampang marah, di Prancis memang terbiasa kalau menyetir banyak yang suka emosi lalu sumpah serapah (Eliseo menjawab dengan bahasa indonesia sangat fasih).
Mendidik anak-anak kami juga bukan perkara yang sulit jika diimbangi dengan melaksanakan kehidupan secara islami yang moderat. Artinya, secara AlQuran dan hadist tetapi masih kami sesuaikan dengan keadaan kami yang tinggal berbaur dengan masyarakat yang prioritas nya bukan orang beragama Islam sama halnya dengan keluarga kami sendiri yang masih ada yang beragama Nasrani, yaitu keluarga suami.
SD: Dalam keseharian bagaimana kalian menerapkan nilai-nilai Islam beriringan dengan kehidupan di Prancis ini?
SM dan EL: Yang paling utama sih kami selalu mencoba mendidik mereka dengan akhlak islami, ya insyaAllah lah. Yang kami tekankan agar sesuai dengan keadaan kami sekarang tinggal di Prancis ini adalah salah satunya seperti 3 kata ajaib yang selalu kami bilang tidak boleh lupa adalah “Tolong, Maaf dan Terima kasih”…Itu penting bagi kami untuk selalu diterapkan, Islam kan agama penuh kasih sayang, pemurah dan pemaaf.
Cara mendidiknya juga bukan bermateri tetapi dijalankan dalam keseharian saja, misalnya dongeng sebelum tidur selalu mereka nantikan. Kami menceritakan kisah-kisah nabi. Kalau kewajiban sebagai umat Islam seperti berdoa, salat alhamdulillah sudah menjadi keseharian kami.
SD: Mengapa begitu penting bagi Madinah untuk membina keluarga dalam Islam? Dan bagaimana Eliseo bisa tertarik masuk Islam?
SD: Sedikit kilas balik aja dulu kali ya… Jadi begini, saya ketemu suami itu di FB awalnya, sebenarnya yang saya add sih temannya si Eliseo ini eh malah Eliseo yang duluan minta pertemanan dengan saya (tawa Madinah). Nah dari perkenalan inilah berlanjutlah jadinya. Kami mulai skype untuk komunikasi. Dan dia menyatakan cintanya kepada saya! Tentu saja saya kaget! Karena namanya cinta di dunia maya gitu loh! Saya tantang dia untuk datang ke Indonesia jika memang serius, ternyata dia benar-benar datang dan menyatakan keseriusan dirinya untuk meminang saya.
Nah, saya ini kan punya dua keluarga, keluarga angkat yaitu papa almarhum Rudy Wowor dan keluarga kandung yang berasal dari pesantren jadi Islam itu bagi saya sudah merupakan jalan hidup yang tidak bisa saya tinggal untuk alasan apapun. Karenanya biarpun Eliseo saat itu sudah menyatakan cintanya dan bersedia masuk Islam tetap bagi saya tidak cukup karena bagi saya masuk Islam saja harus dibarengi dengan keimanan dan dia nantinya harus bisa menjadi imam dalam keluarga. Alhamdulillah, rupanya dia menunjukan keseriusan luar biasa kepada saya dan keluarga.
SD: Eliseo tidak ada masalah dengan orang tua saat memutuskan masuk Islam?
EL: Alhamdulillah sama sekali tidak, mereka sangat mendukung saya. Madinah juga mengajarkan dan banyak bersabar untuk saya.
SD: Di bulan Ramadan ini bagaimana kalian dalam menjalankannya? Khususnya saat ini dengan situasi dan kondisi yang cukup pelik akibat pendemi?
SD dan EL: Anak-anak kami sangat semangat menyambut bulan suci Ramadan. Mereka saking semangatnya sampai sangat mudah bagi kami untuk membangunkan sahur dan makan bersama. Begitu juga untuk buka puasa, kami selalu menyiapkan bersama. Pendemi ini malah memberikan kami keuntungan di sisi lain karena kami jadi bisa menjalankan lebih khusyuk dan tenang.
SD: Anak-anak berpuasa hingga magrib? Mengingat puasa di Prancis saat ini cukup lama masih sekitar 17 jam.
SD: Sebisa mungkin mereka berusaha, tapi anak saya yang kedua Letizia sebelumnya masih kadang tidak kuat puasanya, kami masih biarkan yang terpenting dia mengerti dulu berpuasa itu untuk apa dan semangat. Kami tidak mau menjadikan puasa itu seperti sebuah paksaan yang akan membuatnya trauma malah nantinya. Tapi Alhamdulillah, dia sendiri akhirnya yang menginginkan berpuasa tanpa paksaan dan bisa full seharian. Meskipun masih panjang tapi karena udara masih sejuk mungkin membuat anak-anak saya lebih kuat tahun ini. Anak-anak juga tidak sekolah karena pendemi, jadi malah bisa berpuasa dengan tenang dan tidak cape.
SD: Apakah penting bagi kalian berdua memperkenalkan Islam kepada anak-anak?
SD dan El: Sebenarnya bukan kata “penting” mengenalkan Islam jika dari awalnya mengerti bahwa tata cara Islam adalah yang terbaik, jika di imbangi dengan keseharian. Seperti halnya salat 5 waktu yang wajib. Sejak mereka berusia balita, mereka sudah sering melihat kami beribadah jadi saat mereka tumbuh mereka mengikuti kecintaan dalam Islam yang sudah kami tanamkan sejak dini…
SD: Bagaimana hubungan anak-anak dengan keluarga dari pihak ayahnya yang masih Kristiani?
SD : Kami selalu terbuka kepada anak-anak. Mereka sangat dekat dengan kedua nenek kakeknya. Hubungan anak-anak kami selalu berlandaskan kejujuran. Dan keluarga suami juga baik sekali bisa menerima dengan terbuka. Tentu saja kadang ada beberapa tradisi yang berbeda misalnya soal natalan, Bea anak sulung kami dulu waktu kecil pernah bertanya, “Mah, Sinterklas itu bener ada nggak sih? Jawaban saya jujur saja tidak ada. Dan saya mencoba menjelaskan dari sisi islam misalnya dengan memberikan jawaban berdasarkan sejarah mengapa ada Sinterklas. Dan saya menjelaskan bahwa itu bukan budaya Islam.
EL: Masalah hubungan dengan keluarga dan lingkungan ini sangat penting bagi kami untuk mengajarkan kepada anak-anak pentingnya toleransi. Supaya mereka kelak bisa beradaptasi dan berinteraksi dengan baik di manapun nanti mereka hidup.
SD: Ya betul, toleransi yang saya ajarkan bahwa budaya yang bukan islam, bukan berarti kita harus anti dengan orang yang sedang merayakan. Misalnya keluarga suami yang masih suka kasih kado di hari Natal ya bagi saya anak-anak harus menghargai karena itu merupakan salah satu tanda sayang dari keluarga suami.
SD: Tahun ini saya senang sekali karena sekarang anak-anak sudah belajar mengaji secara onlie. Mereka selain semangat berpuasa juga jadi semangat untuk mengenal Alquran. Alhamdulillah saya merasa beruntung meskipun saya jauh dari keluarga dan lingkungan tidak mendukung secara Islam tapi teman-teman muslimah saya begitu dekat dengan saya. Dan berkat kedekatan ini kami jadi banyak kegiatan yang sifatnya keislaman, dari mulai pengajian hingga belajar Alquran bagi anak-anak.