Lebih Dari 16 Tahun Hilang Kontak, Gaji 135 Ribu Riyal Dikemplang Majikan (bagian 2)

Peristiwa ini terjadi sekitar sembilan tahun silam. Saat itu, AE diminta anak majikan untuk melerai kawanan kucing piaraan yang lagi berkelahi. Maklum, terdapat banyak kucing piaraan di rumah majikan. Kalau hidup semua, kata AE, kucing-kucing itu berjumlah lebih dari seratus ekor.

Layaknya hewan piaraan lainnya, kucing-kucing itu kalau lagi berkurumun kerap bikin onar dan gaduh seisi rumah. Lengkingan meong itu bisa memekakkan telinga. Hewan peliharaan yang tinggal bersama terkadang berakhir dengan perkelahian agresif, bergelut saling cakar dan saling terkam, hanya lantaran ingin menguasai makanan, mainan, atau bahkan tempat favorit mereka untuk berbaring. Maklum, kucing itu kan hewan territorial, cenderung ingin menguasai wilayahnya lebih banyak dari yang lain. Kucing yang paling ramah sekali pun bila lagi berkelahi bisa membahayakan orang di sekitarnya.

Lantaran tak segera diatasi, ulah kawanan kucing itu bikin anak majikan AE naik pitam dan lepas kontrol. Akibatnya, AE dijadikan sasaran. Insiden tersebut menyebabkan AE kehilangan penglihatan sebelah kanan. Sembilan tahun peristiwa nahas itu berlalu. AE memilih melupakan saja musibah itu. Di hadapan petugas KJRI dan penyidik, AE menyatakan memaafkan (tanazul) dan tak ingin memperpanjang perkara. Namun, KJRI Jeddah tak menerima begitu saja. “Seringan apapun tindakan yang merugikan warga kita, tetap kita upayakan agar diusut dan diproses secara hukum. Keadilan harus diperjuangkan,” ucap Konjen RI Jeddah, Eko Hartono, dalam arahannya kepada Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga.

Untuk itu, Konjen Eko Hartono menerjunkan dua tim untuk mengawal kasus AE. Tim Satu mengawal dugaan kasus pidana yang menimpa AE. Tim ini intens mendatangi niyabah ammah (kejaksaan negeri) dan pihak kepolisian, guna mengusut dugaan kekerasan terhadap AE. Tim Dua menyiapkan berkas dan mendatangi maktab amal (kantor tenaga kerja) untuk mengajukan penuntutan gaji yang dikemplang majikan.

Alat bukti telah hilang karena kejadiannya telah lama berlalu. Jadi, menurut perhitungan, penanganan perkara ini tipis kemungkinan untuk dimenangkan. Namun, Tim Satu tetap maju dengan segala argumen yang dapat meyakinkan penyidik agar pihak keluarga majikan tetap diperiksa. Prinsipnya, berikhtiar dulu. Perkara hasil, biarlah Yang Maha Kuasa yang menentukan.

“Proses pembuktiannya sulit dilakukan, karena rentang waktu antara pelaporan dan peristiwa terpaut cukup lama,” ujar Safaat Ghofur, Koordinator Pelayanan dan Pelindungan Warga KJRI Jeddah. Meski proses ini diperkirakan memakan waktu, terang Safaat, dirinya tetap yakin terhadap sistem hukum di Arab Saudi yang menjamin atau melindungi hak pribadi yang melekat pada diri seseorang.

Jaminan keadilan itu dikenal dengan haqqul khos atau delik khusus. Delik ini memungkinkan seseorang menuntut irsy (kompensasi kerugian atau penderitaan fisik), jika berdasarkan fakta hukum orang tadi menjadi korban kejahatan atau pidana.

Dari kasus AE, imbuh Safaat, kita hendaknya memetik pelajaran bahwa jika seorang warga mengalami penganiayaan, dia harus segera melapor untuk menyelamatkan barang bukti. “Dalam kasus penganiayaan, misalnya, korban harus menjalani visum, saat bekas-bekas kekerasan atau luka bekas penganiayaan masih ada, masih terlihat nyata,” lanjut Safaat menjelaskan.

Kembali ke kasus AE, meskipun kata pemaafan telah terucap, tim penyidik menyatakan tetap akan memproses kasus AE dengan delik umum, yaitu hak negara atau hak publik (haqqul aam). Pihak penyidik masih menunggu majikan pulih dari penyakitnya, sehingga dia bisa diminta keterangan. Keterangan dari majikan ini nantinya yang menentukan, apakah anak majikan bisa ditahan atau tidak.

Nah, bagaimana dengan hak-hak AE yang belum ditunaikan oleh majikan? Ikuti kisah selengkapnya di bagian 3

Bersambung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *