Mahasiswa UGM Olah Limbah Pelepah Pisang Jadi Hidrogel Ramah Lingkungan

Oleh : Ika

Tim mahasiswa UGM mengolah limbah pelepah pisang menjadi bahan penyerap (hidrogel) ramah lingkungan. “Selama ini pelepah pisang belum dimanfaatkan secara optimal dan berkahir menjadi limbah. Padahal, di dalam pelepah pisang memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang bisa digunakan sebagai bahan penyerap dengan kemampuan serap yang tinggi” ujar Hardian Ridho Alfalah, tim pengembang hidrogel limbah pelepah pisang, dalam rilis yang diterima Senin (23/8). 

Hardian melakukan penelitian bersama dengan Delvira Sari dari Fakultas Biologi, serta Talitha Tara Thanaa dari FMIPA di bawah bimbingan dosen pendamping Lisna Hidayati Lisna Hidayati, S.Si., M. Biotech. Untuk memperoleh selulosa dari limbah pelepah pisang ini, Rido menjelaskan dilakukan proses isolasi agar dapat menghasilkan selulosa yang bebas dari kandungan zat lain seperti lignin dan hemiselulosa. Selulosa inilah yang menjadi bahan utama dalam proses pembuatan bahan penyerap dengan kemampuan serap yang tinggi.  “Selulosa yang dihasilkan kemudian disintesis menjadi turunannya karboksimetilselulosa. Hasilnya diperoleh bahan penyerap berbasis yang memiliki daya serap yang tinggi melalui proses ikat silang,” papar mahasiswa Fakultas Biologi ini. 

Hardian menyebutkan timnya memakai empat varietas limbah pelepah pisang dalam penelitiannya. Keempat varietas yang digunakan adalah pisang Ambon, pisang Mas, pisang Raja, hingga pisang Kepok. Keempatnya memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda-beda sebagai bahan penyerap.  “Keempat varietas pisang lokal yang kami pilih karena mudah untuk ditemukan dan harganya tidak terlalu mahal, bahkan terkadang kita bisa menemukannya di pekarangan rumah sendiri,”ujarnya. 

Sementara Talitha mengungkapkan pengembangan hidrogel dari limbah pelepah pisang ini diawali dari keprihatinan mereka terhadap limbah popok bayi yang jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu. Limbah popok bayi yang menumpuk sulit untuk terurai sehingga mencemari lingkungan.  “Biasanya bayi memakai popok 3-4 buah per hari. Sementara tiap tahun di Indonesia ada 4,2-4,8 juta ibu hamil melahirkan bayi. Jadi, bisa banyaknya dibayangkan limbah popok ini,” tuturnya. Padahal, bahan penyerap/Super Absorbent Polymer (SAP) yang terdapat dalam popok bayi yang berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air mengandung natrium akrilat yang berasal dari minyak bumi. Kandungan tersebut sulit untuk terurai oleh lingkungan. Tidak hanya itu, air/kotoran yang tersimpan dalam popok bisa membahayakan kesehatan tubuh. Pengembangan bahan penyerap berbasis selulosa melalui Program Kreativitas Mahasiswa-Riset Eksakta ini diharapkan dapat menjadi inisiator dalam pengembangan popok bayi ramah lingkungan. Dengan begitu,  dapat membantu mengurai persoalan limbah popok bayi serta menciptakan lingkungan yang bersih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *