Djakarta Bali Restoran Indonesia Di Jantung Kota Paris Romantis

Sudah 38 tahun restoran Djakarta Bali berdiri di kota Paris yang romantis. Dengan dekor etnik dan unik, restoran yang terkenal dengan menu masakan dari Jawa, Bali dan Sumatera ini tetap bisa bertahan walaupun masa pandemi. Bagaimana Djakarta Bali bisa tetap bertahan hingga saat ini yang mana kini generasi kedua yang memegangnya. Surat Dunia bersama Dini Kusmana Massabuau, mendatangi resto Djakarta Bali untuk bertemu dengan Nina Hanafi penerus dari keluarga Hanafi untuk berbincang seputar restoran Djakarta Bali.

Nina Hanafi

Surat Dunia (SD) : Salam Kak Nina, terimakasih sudah menerima wawancara bersama Surat Dunia di tengah kesibukannya.

Nina Hanafi (NH) : Dengan senang hati mbak Dini, terimakasih juga sudah datang ke restoran kami.

SD : Baik Kak Nina langsung saja ya, mengapa restoran ini ini bernama Djakarta Bali? Biasanya kan orang lebih banyak menggunakan Bali saja untuk sebuah restoran yang berdiri di luar negeri.

NH : Ya..Jadi dulu itu awal mulanya tahun 1984 orang yang tahu masakan Indonesia kebanyakan adalah orang Belanda. Nah saat itu bila kita akan pergi ke Belanda atau sebaliknya yang dari Belanda ke Indonesia pastinya harus melewati Jakarta meskipun kebanyakan memang tujuannya adalah Bali. Nah dari situlah orang tua mendapatkan ide nama yaitu Djakarta Bali, dengan spesifikasi ejaan lama.

SD : Lalu apa yang membuat orang tua pada saat itu ingin membuka restoran? Apakah karena latar belakang profesi, promosi Indonesia atau lainnya?

NH : Kami datang ke Paris pada tahun 1973, dan keinginan orang tua untuk mempersembahkan kuliner Indonesia di Prancis sangat besar juga tentunya sebagai aktivitas mereka. Jadi pada dasarnya memang orang tua sudah menanamkan kepada saya untuk tetap mempromosikan Indonesia lewat berbagai cara, ya salah satunya lewat masakan. Maka ketika ide untuk membuka restoran muncul, kami semua sangat antusias dan saya yang saat itu sedang menempuh pendidikan di bidang bisnis, sudah bisa ikut membantu orang tua dalam membuatkan feasibility study, contohnya urusan ke bank dan lainnya. Dan kini saya yang meneruskan bisnis ini.

SD : Nah karena sekarang Kak Nina yang memegangnya bagaimana Djakarta Bali saat ini, apakah banyak melakukan perubahan atau tetap mempertahankan yang lama?

NH : Untuk masakan, resep memang tidak berubah, jadi tetap autentik dan kita coba mempertahankan keunggulan itu, mungkin lebih tepatnya saat ini kita mencoba beradaptasi. Contohnya dengan pandemi ini, dulu kita lebih kepada fine dining dan usia tamu kita memang kebanyakan 35 tahun ke atas lalu sekarang ini menu makanan memang tidak sebanyak dahulu karena situasi saat ini juga akibat pandemi. Namun sejak awal Juni kita kembali membuat Rijsttafel yang mana memang menjadi salah satu ciri khas resto Djakarta Bali. Target pemasaran kita juga kini menjadi lebih luas bahkan boleh dibilang condong kepada anak muda. Namun untuk menghibur para tamu, pertunjukan tarian tetap kita adakan setiap hari jumatnya.

SD : Kenapa anak muda ?

NH : Kenapa anak muda? Begini di Prancis memang kita ingin sekali memperkenalkan budaya Indonesia, baik lewat masakan dan juga budayanya. Nah di Eropa ini life stylenya mereka salah satunya adalah kuliner, kenapa? Karena bagi kebanyakan orang Eropa, kuliner itu sudah dianggap sebagai bagian dari seni, dan anak muda saat ini semakin condong untuk mencoba sesuatu yang baru, salah satunya sekali lagi lewat kuliner. Kita bisa melihat bagaimana kuliner Jepang dan kini Korea, siapa yang membuat kuliner mereka menjadi terkenal di Eropa, ya kebanyakan karena anak-anak muda tersebut. Keinginan mereka untuk mencoba sesuatu yang baru lebih besar. Karena itulah kami beradaptasi dengan target pasar ke arah mereka. Karena harus kita akui bahwa kuliner itu adalah salah satu senjata yang sangat besar untuk mempromosikan suatu negara. Banyak yang pada awalnya karena mencicipi masakan suatu negara, maka berlanjut dengan keinginan besar mengetahui negara tersebut, dan ini adalah bagian dari aset suatu negara.

SD : Ah karena itu setelah dua kali kami datang untuk melihat situasi restoran ini, kami memang menemukan lebih banyak tamu anak muda di sini. Suatu keberhasilan berarti bagi restoran Djakarta Bali.

NH : Betul sekali, saat ini tamu kami memang jadi lebih banyak tamu berusia 35 tahun ke bawah. Salah satunya mungkin dengan adanya Covid ini banyak orang dewasa jadi lebih takut untuk keluar….mungkin (senyum Kak Nina), sementara anak-anak muda mereka lebih condong enjoy hidup mereka. Tapi saya tekankan di sini ya, bahwa restoran kami tentu saja selalu memperhatikan aturan kesehatan yang berlaku di Prancis.

SD : Baik, tadi Kak Nina berbicara mengenai kuliner merupakan salah satu kekuatan negara bisa diperinci?

NH : Ah ya, begini tahun 1973 saat kami tiba di Paris, restoran Indonesia itu belum ada. Restoran Asiapun masih sangat sedikit. Yang ada saat itu adalah restoran China dan Vietnam, restoran Jepang juga ada tapi sangat sulit didapat dan sangat mahal. Dan orang Prancis masih belum biasa dengan yang namanya ikan mentah. Bagaimana kini mereka bisa begitu pesat berkembang? Salah satunya adalah berkat kekuatan diaspora mereka dan dukungan pemerintah. Contohnya, Thailand, dan kini fenomena Korea bisa kita lihat begitu hebohnya di seluruh dunia. Semuanya itu berkat besarnya peran diaspora dan dukungan pemerintah. Kita bisa lihat misalnya di Belanda, di sana Diaspora Indonesia begitu besar dan kuat, sehingga yang namanya kuliner Indonesia bisa begitu pesat berkembang. Juga karena adanya sejarah antara kedua negara, maka kuliner Indonesia sudah menjadi salah satu gaya hidup mereka.

SD : Kalau begitu mengapa tidak banyak restoran Indonesia yang berdiri? Sebagai ketua dari Diaspora Indonesia di Prancis mungkin Kak Nina bisa menceritakan penyebab kesulitannya?

doc. Djakarta Bali

NH : Nah mungkin ini yang harusnya diketahui oleh banyak orang yang ingin membuka bisnis kuliner di Prancis. Banyak yang berpikir buka restoran di luar negeri atau di Prancis ya, yang penting adalah bisa masak dan makanan enak. Padahal jauh lebih rumit dari itu. Dari mulai dibukanya, kita sudah harus mengenal strategi pasar, lokasi dan target konsumen, 3 tahun pertama masa yang sulit dan mungkin kritis yang harus bisa kita lewati, karena itulah dibutuhkan kesabaran untuk bisa bertahan untuk seterusnya. Dan kesemuanya ini adalah merupakan sebuah bisnis yang membutuhkan kejituan dalam strategi, bertahan dan berkembang. Jujur saya malah senang jika lebih banyak restoran Indonesia yang dibuka, dan saya tidak pernah menganggap sebagai pesaing. Karena dengan semakin banyaknya restoran Indonesia dibuka, maka semakin banyak orang mengenal dan terbiasa dengan masakan Indonesia. Dan disinilah kekuatan dan persatuan dari sesama Diaspora Indonesia yang kita butuhkan untuk saling mendukung. Makin banyak restoran Indonesia di Prancis, justru menjadi sebuah aset promosi bagi kuliner Indonesia, dan saya rasa ini penting sekali ditekankan.

SD : Djakarta Bali bisa bertahan hingga 38 tahun, resepnya adalah ?

NH : Ya itu tadi, karena kami memadukan elemen-elemen penting tadi. Kualitas masakannya, dekor restorannya, pelayanannya, komunikasinya dan tentunya strategi marketing dan manajemennya.

SD : Sekarang kita bicara soal menu yang ditawarkan di sini. Apakah dengan waktu dan khususnya dengan situasi saat ini ada perubahan ? Dan makanan apa yang hingga kini selalu menjadi incaran para tamu ? Dan saya membaca jika restoran ini masuk ke dalam situs halal, apakah memang seperti itu ?

NH : Betul sekali, pertama memang daging yang kita gunakan adalah halal. Nah kemudian menyambung pertanyaan lainnya mengenai menu, saat ini menu yang saat ini kita tawarkan adalah menu yang dipersingkat. Boleh dibilang masih menu sesudah pandemi Covid, karena kita masih melihat situasi pasar. Dulu kita condong kepada Rijsttafel, tujuannya agar tamu bisa mencicipi berbagai jenis masakan Indonesia. Sekarang kami sudah mengeluarkan kembali Rijsttafel di awal bulan Juni ini, walaupun tidak sebanyak dulu.

Kalau untuk makanan yang selalu menjadi favorit tamu adalah, Nasi goreng spesial, Sate dan Rendang. Anak muda tamu kami mulai mencoba seperti mie ayam dan lumpia yang bisa dibagi-bagi. Kalau dulu itu yang selalu jadi andalan ya Rijsttafel tadi, emm boleh dibilang 90 persen tamu yang datang memesan itu, nah kalau sekarang karena masa setelah pandemi ini kami masih menyesuaikan juga dengan berbagai hal, ya tenaga dan lainnya maka memang kami condong lebih menawarkan kepada makanan satuan, karenakan kalau Rijsttafel itu banyak macamnya. Dan dengan menu satuan ini kami rasa lebih cocok untuk anak muda juga yang ingin mencoba untuk mencicipi masakan Indonesia, yang mungkin masih baru dilidah mereka.

Satu lagi sejak masa Covid dan kini ditambah adanya perang di Ukraina, saya melihat orang jadi sedikit tegang. Maka saya mengamati jika mereka keluar untuk menikmati masakan misalnya para konsumen condong mencari yang simpel dan enak, jenis fine dining tuh terlalu kaku bagi kebanyakan orang saat ini, mereka mencari yang santai yang bisa mereka nikmati dengan senang. Karena itulah salah satunya di sini kami mencopot taplak meja, agar terlihat lebih simpel dan santai, ini salah satu strategi kami agar saat tamu menikmati santapan menjadi lebih luwes.

SD : Restoran Djakarta Bali salah satu ciri khasnya adalah setiap hari jumat menyajikan tarian dari salah satu penari Diaspora Indonesia yang juga bergerak dibidang seni dan guru tari di Paris ini. Apa yang ingin diberikan Djakarta Bali lewat seni tari ?

NH : Bagi saya kuliner yang mana tadi saya katakan adalah sebuah aset untuk mempromosikan Indonesia dan bagi orang Prancis sendiri merupakan gaya hidup berseni. Jadi bagi saya, tarian adalah menyatu di dalamnya. Bukan hanya sekedar menghibur tamu namun lebih dari itu. Bahwa restoran Indonesia di luar negeri adalah merupakan aset bagi negara kita sebagai tempat atau istilahnya jendela pintu untuk para tamu membukanya dan melangkah lebih jauh mengenal Indonesia dengan datang langsung. Karenanya penting bagi orang tua dan kini menurun kepada saya untuk bisa mempersembahkan kuliner Indonesia sebagai bagian dari life style orang Prancis, dan semoga keinginan itu bisa bertahan dan saya berharap akan semakin banyak restoran Indonesia di seluruh dunia.

Alamat Djakarta Bali 9, rue Vauvilliers , 75001 Paris

*Rijsttafel (dibaca "rèisttafel" secara harfiah dalam Bahasa Belanda berarti "meja nasi") merupakan cara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di Nusantara.  

2 tanggapan untuk “Djakarta Bali Restoran Indonesia Di Jantung Kota Paris Romantis

  • 19 Juni 2022 pada 15 h 23 min
    Permalink

    Tulisan yang sangat menarik semoga diaspora Indonesia semakin banyak dan saling solidaritas!

    Balas
  • 20 Juni 2022 pada 20 h 06 min
    Permalink

    Ada beberapa restotan Indonesia di Paris memang hanya buat saya yang autentik soal rasa cuma dua, restoran Indonesia dan Djakarta Bali.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *